14

3.2K 289 32
                                    

_HTK_

Hampir dua minggu sudah mereka berlatih PBB. Senin depan acara sertijab dan pelantikan akan diadakan. Maka tinggal tiga hari lagi tiba hari Senin. Sekarang hari jumat. Zean sedari tadi merasa grogi karena entah hanya perasaanya atau tidak sedari tadi kakak kelasnya yang bernama Shani itu memperhatikannya. Dia selalu mengikuti dimana tempat mereka berlatih.

Zean tak mau terlalu percaya diri, mungkin saja memang Shani ingin memantau perkembangan PBB mereka membantu temannya. Namun, tolonglah Zean tak kuat jika cara menatap Shani ke arahnya sangat tajam. Hal itu membuat Zean deg-degan dan grogi takut gerakannya salah dan membuat satu barisan ini mendapat konsekuensi. Sudah cukup hutang 100 kali push up dan squad jump yang belum mereka bayar karena telah membuat kesalahan selama pelatihan, jangan sampai ada tambahan lagi.

Barisan tertata dengan rapi, semua senyap. Kali ini mereka akan kembali berlatih langkah tegak maju mengelilingi lapangan basket. Banyak anak yang sudah tumbang karena tak kuat menghadapi latihan siang ini dengan cuaca yang sangat amat panas, sehingga hampir tersisa setengah peserta saja. Zean yang kini mendapat barisan tengah belakang, tiba-tiba merasa bajunya ditarik ke belakang dan dipindah menjadi barisan paling kanan. Barisan kali ini dibuat tiga banjar.

Mampus, ditempatin paling pinggir. Smoga ga ada haluan kanan, gua ga bisa haluan tolong. Batin Zean.

Karena melamun dengan pikirannya sendiri dia sampai tak konsen jika intruksi sekarang adalah lencang depan. Dia baru sadar saat mendengar aba-aba 'tegak grak!'

"Eh!" Ucap Zean yang tersadar dari lamunannya. Saat menengok ke samping ternyata sudah ada Shani dengan jarak sekitar dua meteran dari posisinya berdiri, sedang bersedekap dada dan tersenyum padanya. Sepertinya Shani menyadari kesahalan Zean. Hal itu membuat Zean menjadi sangat grogi. Lalu Zean melompat ditempat 5 kali, karena memang jika dia mau mengakui kesalahannya harus melompat ditampat sebanyak 5 kali.

Zean menggelengkan kepalanya berusah fokus dalam barisan. Jangan sampai Shani yang sedari tadi terus memperhatikannya membuatnya menjadi tak fokus dalam barisan. Dia akan menganggap Shani tak ada sekarang, demi barisan ini menjadi bagus.

Ditengah latihan ternyata hujan tak terkira turun dengan derasnya. Disertai petir yang menyambar dengan berani. Hal itu membuat mereka semua seketika meneduh di sebuah panggung yang terbuat dari beton, jadi tidak bongkar pasang, yang terletak di sebelah lapangan basket.

"Latihan kita tunda dulu ya, nunggu hujan reda. Nanti kalau udah reda kita lanjutin lagi," kata Kak Roby.

"Kalau ga reda kak?" Tanya Rollan.

"Ya berarti keberuntungan buat kalian. Latihan selesai," jawab Roby.

Ternyata hujan kali ini berlangsung cukup lama. Bahkan sampai pukul setengah lima sore hujan masih terus turun dengan derasnya, tapi tidak ada lagi petir yang menyertai.

"Dingin-dingin gini enaknya ngopi ya gak?" Ungkap Rollan.

"Iya sih, setuju gua," sahut Aldon.

"Enakan makan mie kuah. Pasti enak banget hujan-hujan gini. Jadi laper deh," kata Zean.

"Ih iya. Ck, lo mah ngomongin makanan, kan jadi laper gua," timpal Christof.

"Lah napa jadi salah gua?" Heran Zean, "Main hujan-hujan kayaknya enak ya?" Pikir Zean.

"Gimana kalau kita main hujan-hujan aja?" Tambah Aldon.

"Ntar dimarahin sama kakak-kakaknya lagi," takut Christof.

"Keras kepala dikit ga papa lah. Ayo lah gass," kata Zean.

"Lo duluan kalau brani," tantang Rollan.

"Oke!" Zean berdiri. Bukan langsung turun bermain hujan-hujan, tapi dia terlebih dahulu menghampiri kakak senior untuk meminta izin. "Kak, boleh main hujan-hujan ga?"

HANYA TENTANG KITA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang