_HTK_
"Zean!..."
"...sini!"
Zean menengok ke sumber suara, ternyata kakak kelasnya, yaitu Shani memanggilnya. Ada urusan apa Shani memanggilnya?
"Dipanggil tuh Zee," kata Ashel.
"Mau disuruh apa ya kira-kira?" Pikir Zean.
"Alah, samperin dulu aja. Ntar juga tau bakal disuruh apa," timpal Ashel.
"Gua ke sana dulu." Zean bangkit, beranjak menghampiri Shani yang tadi memanggilnya.
"Ada apa kak?" Tanya Zean saat sudah berada di hadapan Shani. Dia harus sedikit menunduk untuk bisa melihat wajah kakak kelasnya itu."Gimana habis main tadi? Badan kamu ada yang luka ga?"
"Oh, ada cuma lecet beberapa doang kak," jawab Zean sambil menunjukkan luka di lengannya.
"Ih, ini banyak banget Zee! Kamu ga hati-hati mainnya," kata Shani khawatir.
"Ya juga lagian kalian kenapa harus nempatin jaringnya di sana, udah tau banyak batu," balas Zean.
"Kamu nyalahin kita?".
"Nggak kak. Ampun puh sepuhh," jawab Zean dengan cepat dan takut malah menjadi masalah nantinya.
"Sini, ikut aku." Shani menarik pergelangan tangan Zean untuk menepi ke pinggir lapangan tempat istirahat. "Duduk," perintah Shani. Dia kemudian membuka tas merah dengan gambat tambah di depannya. Di dalamnya ternyata berisi obat-obatan dan beberapa peralatan untuk menangani luka. Shani mengambil obat merah dan kapas dari sana.
"Ih kak mau ngapaian?" Zean bergerak menolak saat Shani ingin mendekatkan obat merah itu ke lukanya.
"Mau diobatin lah Zee, biar ga infeksi nantinya."
"Ga usah kok, orang cuma luka kecil doang. Ga bakal infeksi pun."
"Luka sekecil apa pun itu harus diobatin, biar cepet sembuh dan ga infeksi Zee," kata Shani memberi pengertian.
"Tapi ini cuma lecet doang ga papa kak."
"Udah ih! Nurut aja." Shani menarik sedikit paksaan pada tangan Zean agar dia bisa mengobati luka itu.
"Ish, pelan kak, perih," ucap Zean. Shani hanya berdehem sebegai jawaban. "Mana lagi yang luka?" Tanya Shani.
"Di kaki ada, terus rasanya dipaha aku juga ada, terus diperut aku ada juga. Tapi ga usah diobatin kak. Aku ga papa seriusan deh," jelas Zean.
"Yaudah," jawab Shani pasrah. Lagi pula tak mungkin dia lancang untuk mengobati luka lain ditubuh Zean. Memangnya dia siapa berani lancang melihat area tubuh Zean lainnya?
"Kak, Kak Shani sakit kah?" Tanya Zean. Karena saat memperhatikan wajah Shani ternyata terlihat sedikit pucat. "Nggak kok. Aku ga papa, cuma pusing dikit. Mungkin kecapean aja," jawab Shani.
"Yang bener? Ga karena kehujanan semalam kah?" Tanya Zean memastikan. Dia jadi merasa tak enak jika penyebab Shani sakit karena semalam.
"Nggak kok. Karena kecapean aja Zee," jawab Shani meyakinkan. Zean mengangguk paham, tapi dalam hati dia masih yakin kalau kakak kelasnya itu sakit karena kehujanan semalam, dia yakin itu."Ayo semua kumpul-kumpul, kita foto bareng lagi yuk sebelum pulang!" Pinta kak Roby.
"Kumpul gih," ucap Shani pada Zean.
"Kak Shani juga kumpul lah," balas Zean.
"Iya, aku mau beresin ini dulu," jawab Shani sambil membereskan obat merah dan kapas yang tadi dia pakai.
Zean lebih dulu berdiri, tapi masih tetap menunggu di sebelah Shani. Dia tak mungkin meninggalkan kakak kelasnya itu yang tadi sudah baik hati mau mengobati lukanya yang tak seberapa parah. "Udahkan? Ayo." Zean menawarkan tangannya sebagai bantuan Shani untuk berdiri, yang membuat Shani menahan senyum dan menerima tangan Zean yang terasa pas untuk digenggam. Awvvvv.
_HTK_
Zean langsung pulang ke rumah untuk bersih-bersih. Niat hati setelah ini dia akan kembali keluar lagi, tujuannya ke rumah Shani. Dia masih mengira bahwa Shani sakit karena kehujanan semalam. Shani tak mungkin kehujanan dan jatuh sakit jika tak pulang bersama Zean kemarin. Hal itulah yang membuat Zean merasa bersalah. Jadi untuk mengurangi rasa bersalahnya dia ingin menjenguk Shani, walau pun tadi sudah bertemu di sekolah. Namun, Zean tetap ingin ke rumah Shani untuk memeriksa kembali keadaan kakak kelasnya itu.
"Kak Cindy. Enaknya kalau jenguk orang sakit dibawain apa?" Tanya Zean saat sudah selesai bersiap. Dia tak mungkin tangan kosong pergi ke sana. Jadilah dia bertanya pada Cindy enaknya membawa apa. "Bawa duit. Pasti dia bakalan seneng," jawab Cindy sambil terus memainkan ponselnya.
"Ih, kak yang serius dong," kesal Zean.
"Dua rius malahan itu. Beneran, orang sakit kalau dikasih duit pasti sembuh. Coba aja," jelas Cindy.
"Sesat lo! Mendingan gua tanya Mama," kata Zean.
"Yaudah sono tanya."
Zean dengan kesal mencari Mamanya yang sampai siang hari ini masih berkebun di samping rumah. Mamanya itu baru saja membeli tanaman bunga baru, yang membuat tanaman itu sudah jadi seperti anaknya sendiri. "Mama," panggil Zean.
"Apa dek?" Tanya Mama Zean sambil tangannya mencampur pupuk dengan tanah.
"Kalau mau jenguk orang sakit enaknya bawa apa?"
"Emang siapa yang sakit? Terus kamu mau pergi sama siapa?"
"Ada. Enaknya bawa apa Ma?" Zean tak mau menyebutkan siapa yang sakit. Dia takut malah diledek karena menjenguk seorang perempuan. Karena Mamanya itu tau jika dia tak akan mau menjenguk teman perempuannya sendirian.
"Bawain aja buah-buahan. Atau kamu bawain bubur ayam, atau makanan yang enak buat cemilan," saran Mamanya.
"Gitu ya Ma?"
"Iya. Emang siapa sih yang sakit?"
"Zean pergi dulu ya ma." Tak mau menjawab Zean memilih langsung pergi saja, untuk mencari yang akan dibuat buah tangan.
Setelah berkeliling, akhirnya Zean membelikan bubur ayam seperti apa yang Mamanya itu sarankan. Dia membelikan sepuluh bubur ayam untuk dibawa ke rumah Shani. Dia tak tau berapa anggota keluarga di rumah Shani. Dia tau tujuannya hanya untuk ke rumah Shani, tapi karena dia membawa buah tangan, rasanya tak enak jika yang mendapat bubur ayam ini hanya Shani. Alhasil Zean rela merogoh dompetnya untuk membeli sepuluh porsi bubur ayam. Semoga saja Shani suka dengan bubur ayam yang dia bawa.
"Huh, bubur ayam udah dapet. Tinggal otw ke rumah kak Shani sekarang."
Nih dobel up.
Dah gua mau turu, jangan teror gua lagi.
Dah gitu aja maap buat typo.
KAMU SEDANG MEMBACA
HANYA TENTANG KITA [END]
Teen Fiction"Awalnya sih iseng, lah kok keterima?" Start : 17 September 2023 End : 26 November 2023 Revisi : 11 Juli 2024 Selesai : 14 Juli 2024