21

3.2K 272 29
                                    

_HTK_

Sekolah telah usai. Namun, Zean tak langsung pulang. Dia masih menunggu di parkiran, duduk di salah satu bangku yang tersedia, dengan es cekek ditangannya dan ponsel yang posisinya sudah miring, yang tandanya dia sedang menonton yutup. Video yang kini dia sedang tonton adalah cara supaya tidak grogi saat jalan berdua. Zean memilih untuk menonton video ini sebagai antisipasi agar dirinya tidak mengalami grogi saat nanti jalan berdua dengan Shani.

Jalan berdua? Ya, sore ini dia akan mengantarkan Shani untuk pergi ke toko buku kota mencari buku. Makanya dia sampe sekarang masih menunggu kedatangan Shani di parkiran. Shani masih ada beberapa hal katanya di kelas, jadi membuat pulang sedikit lambat. Awalnya Shani meminta Zean untuk pulang saja, dan Shani akan pergi ke toko buku sendirian, karena dia merasa tak enak membuat Zean menunggu terlalu lama. Namun, Zean menolak dan tetap akan menunggu Shani lalu menemaninya ke toko buku kota.

Dari gerbang sekolah, sudah terlihat kemunculan Shani yang akan menyebrang bersama teman-temannya. Zean mematikan ponselnya dan menghabiskan es cekek yang tinggal sedikit. "Hai. Maaf ya bikin kamu nunggu lama," kata Shani yang merasa tak enak.

"Ga papa kok. Sekarang aja yuk? Biar nanti ga kesorean," kata Zean.

"Oke."

Zean mengambil motornya yang masih terpakir lalu mendorong pelan menghampiri keberadaan Shani. "Tapi aku ga bawa helm, gimana dong?" Kata Shani. Sebab dia selalu diantar oleh ayahnya ke sekolah menggunakan mobil. Makanya dia tak membawa helm.

"Emm, gampang. Nanti aku ajak lewat jalan tikus aja. Aman kok," jawab Zean, "Ayo naik." Shani memposisikan diri untuk duduk dijok belakang dengan nyaman.

"Ciee ciee, kiw kiww. Shani jalan sama cowo tuhh," goda teman perempuan sekelas Shani.

"Oh jadi dia Shan, yang bikin lo dari tadi pengen cepet-cepet balik?" Kata Feni menggoda.

"Ayo jalan Zee, keburu jalanan nanti macet," kata Shani, padahal mah dia malu mendapat godaan dari teman-temannya. Sudah pasti nanti digrub ponselnya akan ramai membahas dirinya. Bukan hanya digrub, pasti esok hari dan seterusnya Shani yang akan menjadi topik pembahasan teman sekelasnya.

"Duluan ya kak," pamit Zean pada teman-teman Shani.

"Iya, hati-hati bawa Shani. Jangan sampe lecet," jawab Feni.

_HTK_

Jalanan sore ini tak terlalu ramai, sebab Zean mengambil jalan pintas yang aman dari kejaran polisi jika ada yang berjaga. Selama di atas motor tentunya mereka mengobrol dan saling melempar pertanyaan satu sama lain, jadi tak ada keheningan di atas motor kali ini.

"Rasanya beda banget naik motor kalau diboncengin sama kamu, ga kayak diboncengin adek aku," kata Shani.

"Iyakah? Memangnya Adek kak Shani kalau naik motor kayak gimana?" Tanya Zean.

"Kenceng banget! Kayak mau diajak ketemu ajal."

"Huss! Kak Shani ngomongnya jangan gitu," tegur Zean.

"Tapi bener tau. Udah sering dapet geplakan dihelm dari kakak, adek kakak itu. Bandel soalnya," jelas Shani.

"Masa sih? Emangnya adek kakak kelas berapa?"

"Kelas sebelas. Kita cuma beda satu tahun," jawab Shani.

"Oalah, cowo?"

"Iya cowo." Zean mengangguk paham, "Eh iya kak, aku mau nanya, cewe yang rambut sebahu pakek tas warna kuning itu, namanya siapa?" Tanya Zean. Dia sampai sekarang belum tau nama perempuan itu, padahal setelah diingat-ingat dia pernah ketemu dulu saat MPLS.

"Oh itu, temen kakak, namanya Feni. Kenapa, kamu suka sama dia?"

"Ih, nggakk. Aku cuma tanya kak, soalnya pernah ketemu gitu. Bukan karna aku suka sama dia," jelas Zean. Dia melirik wajah Shani dari arah spion yang kini tercetak cemberut. "Aku ga bakal suka sama dia kali kak. Kayaknya bukan seleraku," kata Zean. Entah kenapa dia merasa harus meluruskan hal ini agar Shani tak merasa kesal. Padahal Zean tak tau penyebab Shani cemberut itu karena apa.

"Oh gitu," ucap Shani menanggapi.

Motor Zean memasuki halaman toko buku kota, yang kini tak terlalu ramai pengunjung. Dia mengambil tempat parkir di bawah pohin agar motornya tak terkena panas. Shani turun dari atas motor dan menunggu Zean yang melepas helmnya. Zean terlihat celingak-celinguk mencari sesatu.

"Cari apa?" Tanya Shani.

"Tukang parkir. Kayaknya ga ada deh. Alhamdulillah aman kalau gitu, ga harus bayar parkir," kata Zean, "Yaudah yuk, masuk," ajak Zean.

Shani memimpin jalan sedangkan Zean mengikuti dari belakang. Zean terus mengikuti Shani yang berkeliling mencari buku. Saat memasuki buku novel, Zean pun ikut mencari buku. Karena kegemarannya dalam membaca, jadi dia ikut tertarik untuk membeli buku, mumpung ada di sini.

"Kamu juga suka baca?" Tanya Shani saat melihat Zean membuka beberapa buku cerita yang tersedia.

"Iya. Aku suka baca. Bisa dikatakan salah satu hobi aku baca," jawab Zean.

"Sama dong aku juga suka baca," sambung Shani.

"Iyakah?"

"Eh'heum."

"Aku jadi pengen nulis sebuah cerita yang ada tentang kak Shani di dalemnya," kata Zean tiba-tiba.

"Tentang aku yang bagaimana?"

"Ya, ga tau sih. Pokoknya tentang kakak aja. Cuma wacana kak, jangan anggap serius," kata Zean lalu terkekeh, karena mengira Shani menganggapnya serius.

"Tapi aku pengen kamu wujudin perkataan kamu. Kakak tunggu cerita yang kamu maksud," ungkap Shani yang membuat Zean terdiam. Shani tersenyum lalu pergi ke tempat lain untuk mencari buku yang lebih menarik. Zean mau tak mau juga mengikuti kemana Shani pergi. Dia sudah seperti anak ayam yang mengekori induknya.

"Aku mau beli buku ini. Kamu mau cari buku apa?" Tanya Shani. Zean melihat judul buku yang Shani ambil, 'Supermodel' judulnya.

"Aku ambil ini aja deh." Zean mengambil salah satu buku bersampul warna biru berjudul 'Tukang Paket'.

Setelah mendapat buku yang mereka cari. Zean berencana mengajak Shani untuk singgah sebentar ke kedai es pinggir jalan. Dia ingin membeli es karena haus. "Mas, Es Boba rasa coklat satu, sama Es Boba rasa Taro satu," pesan Shani sedangkan Zean menunggu di atas motor. Setelah pesan Shani menghampiri Zean.

"Ini uangnya. Aku traktir," kata Zean sambil menyerahkan uang lima puluh ribu pada Shani.

"Serius? Nggak usah ah, aku bayar sendiri aja."

"Serius kak. Pokoknya harus bayar pakek uang ini. Kalau kak Shani tetep bayar sendiri, bakalan aku tinggal di sini bodoamat," ancam Zean.

"Ishh iya-iya. Dasar bocil nganceman." Shani mengacak rambut Zean gemas.



























Mau juga dong ditraktir es boba, haus nih wkwkkw.

Dah gitu aja maap buat typo.

HANYA TENTANG KITA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang