BM - 23

12.1K 470 37
                                    

Happy Reading!!!

***

Kabar Nathael yang tiba-tiba akan menikah berhasil membuat Mario pusing. Lebih pusing dari kasus Bian beberapa bulan lalu. Mario sendiri tidak mengerti kenapa harus dirinya yang merasakan ini, yang jelas Mario memang tidak bisa biasa-biasa saja menanggapinya. Mungkin ini bentuk kepeduliannya, atau bisa jadi kekhawatiran dirinya sendiri. Mario tidak tahu. Mario hanya tidak ingin penyesalan menghampiri temannya. Bian sudah menjadi contoh nyata akibat tidak berpikir panjang dalam mengambil keputusan.

“Udah, Yo, jangan terlalu mengkhawatirkan apa pun yang belun tentu terjadi. Lebih baik lo doain temen lo supaya ini menjadi keputusan terbaiknya,” Aruna berusaha menenangkan.

Sekeluarnya dari tempat kerja, Aruna dikejutkan dengan keberadaan Mario di samping mobilnya. Bersandar dengan raut wajah kacau. Bahkan ketika menyadari kehadirannya, hanya senyum tipis seadanya yang pria itu berikan. Tidak seperti biasanya. Dan itu membuat Aruna heran.

Awalnya Aruna tidak ingin tahu alasan di balik kemurungan Mario, mengingat hubungan mereka tidak layak untuk mencampuri urusan masing-masing. Tapi keterdiaman Mario membuat Aruna merasa tak nyaman. Aruna benci kecanggungan. Dan itu membuat Aruna akhirnya memilih untuk bertanya mengenai alasan dibalik wajah kacau pria itu.

Aruna tidak berharap Mario bercerita dengan detail. Cukup tahu alasannya dan ia akan diam, memahami kondisi pria itu. Tapi siapa yang menyangka bahwa Mario akan menceritakan alasan kegundahannya. Aruna cukup merasa lega, meskipun bingung harus menanggapinya seperti apa.

“Tapi Bian udah jadi buktinya, Run. Dia salah mengambil keputusan dan akhirnya malah nyakitin lo,”

“Tapi kan kasus Mas Bian sama Nathael beda, Yo. Perempuan yang dia cinta udah nikah, sementara Mbak Zi memang datang untuk meminta maaf karena pernah meninggalkan. Dan kebetulan cinta yang Mas Bian punya masih utuh untuk masa lalunya, jadi, gue yang Mas Bian tinggalkan.”

Sakit memang, tapi Aruna sedang berusaha untuk mengikhlaskan. Maka dari itu ia berusaha bersikap biasa ketika membahasnya. Ia juga sedang belajar untuk baik-baik saja dengan terus menguji ketahanan bertemu dengan dua sosok yang membuatnya patah hati. Bian dan Zinnia.

Sesaknya masih terasa, tapi tangis berhasil dirinya hentikan. Dan itu cukup membanggakan. Karena nyatanya tak mudah melupakan semuanya. Apalagi Aruna ingat betapa manis Bian saat melamarnya di hari ulang tahunnya yang ke 25 beberapa bulan lalu. Aruna sempat menjadikan itu ulang tahun terbaiknya. Sayangnya pertunangannya tak bertahan lama. Ia kalah oleh masa lalu Bian yang datang.

Tapi cukup, Aruna tidak ingin mengingat itu lagi.

Sekarang, move on adalah tujuannya.

“Tapi—”

“Lo harus percaya sama Nathael, Yo. Lo harus dukung dia yang ingin melangkah maju. Percaya sama gue, sakit berada di posisi dia yang harus melihat perempuan yang dicintainya bersanding dengan laki-laki lain. Bahagia dengan laki-laki lain. Jauh di dalam lubuk hatinya dia juga menginginkan hal serupa. Nathael ingin kebahagiaannya juga. Dan tugas lo cukup doain dia agar perempuan yang dipilihnya bisa memberi dia bahagia. Apapun alasan yang akhirnya Nathael ambil, gue yakin itu sudah dipertimbangkannya.”

Mario diam, mencerna semua kalimat yang diucapkan Aruna. Dan Mario akui bahwa Aruna memang ada benarnya. Sakit berada di posisi Nathael. Sulit menjadi Nathael yang mencintai tapi tidak bisa memiliki. Dan sesak berada di posisinya yang harus terus-terusan menyaksikan keromantisan serta kebahagiaan perempuan yang dicintainya bersama pria lain tanpa bisa menghindar mengingat perempuan itu telah masuk ke dalam bagian keluarganya.

Sendiri membuat Nathael semakin terlihat menyedihkan. Dan sepertinya memiliki pasangan menjadi pilihan Nathael untuk tetap menjadi waras. Sahabatnya itu butuh tameng, butuh pengalihan.

Bed MateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang