BM - 31

12.3K 546 86
                                    

Happy Reading!!!

***

“Masuk!” titahnya tegas. Namun bukan Aruna jika menurut begitu saja. Karena perempuan itu justru menatap dengan delikan tak sukanya.

“Mau ke mana sih, Yo? Ini udah malam,” ujarnya sembari memutar bola mata.

“Masih jam sembilan,”

“Tetap aja udah malam,” bahkan ia sudah berbaring dan menarik selimut ketika tiba-tiba saja Mario menghubunginya. Benar-benar tidak pernah tahu waktu.

Awalnya Aruna enggan menemui, tapi karena pria itu mengancam akan masuk ke rumahnya dengan paksa. Mau tak mau akhirnya ia menemuinya juga. Karena jujur, ada rindu yang juga dirinya punya.

“Gue gak bilang kalau ini masih pagi.”

“Ya terus?”

“Masuk!” ulangnya, enggan menerima bantahan. Aruna baru akan membuka mulutnya ketika dengan cepat Mario kembali meloloskan suaranya. “Masuk sendiri atau gue seret paksa?” ancaman Mario terdengar tidak main-main, membuat Aruna mendengus seraya mengentakkan kakinya dan berakhir masuk ke dalam mobil yang pintunya sudah di buka Mario sejak tadi.

Hal itu tentu saja membuat Mario tersenyum, namun dengan cepat menyembunyikannya. Tidak ingin Aruna melihatnya. Atau ia akan malu.

“Kita mau ke mana sih, Yo?” tanya Aruna sesaat setelah mobil Mario melaju meninggalkan kompleks perumahannya. “Jangan seenaknya bawa gue pergi gini, Yo. Gue bisa laporin lo atas kasus penculikan.”

Kalimat Aruna tersebut tentu saja menarik atensi Mario, tatapannya geli tertuju pada Aruna yang duduk menyamping ke arahnya, kedua tangannya terlipat di dada, sementara matanya mendelik tajam. Tapi bukannya mengerikan, Aruna justru terlihat menggemaskan. Usianya seakan menipu, sebab dibandingkan dua puluh lima tahun, Aruna malah terlihat seperti gadis berusia sepuluh tahun. Atau mungkin lima tahun? Iya, saking lucunya Aruna saat ini.

“Gak akan ada polisi yang percaya lo di culik, Run,” Mario menanggapi santai. Dan itu kembali mengundang dengusan Aruna. Tapi Mario abaikan, ia memilih fokus berkendara agar bisa tiba di apartemen dengan segera, ada hal yang harus mereka bicarakan. Tapi sebelum itu ada rindu yang harus dirinya tuntaskan lebih dulu.

Maka, begitu tiba di basement apartemen, Mario langsung melepas seatbelt, lalu mengukung Aruna di kursinya. Dan sebelum perempuan itu mengeluarkan suaranya, Mario sudah lebih dulu membungkam bibir Aruna dengan ciumannya.

Keterkejutan nampak nyata di wajah Aruna, sebelum kemudian berontakan diberikan Aruna atas tindakannya. Tapi Mario tidak peduli. Terus bermain-main dengan bibir yang dirindukannya, hingga di menit selanjutnya berontakan Aruna mulai berkurang, perempuan itu mulai terhanyut dan pelan-pelan membalas ciumannya.

“Gue tau lo juga kangen gue, Run,” bisik Mario di depan bibir Aruna yang sedikit membengkak, dan sebuah senyum terukir penuh kemenangan. Menghadirkan dengusan Aruna. Namun tidak ada bantahan yang wanita itu berikan, semakin memperlebar senyum Mario.

“Apartemen gue sepi gak ada lo,” tangan Mario terulur menyentuh pipi Aruna, lalu mengusapnya menggunakan ibu jari. Sementara wajahnya belum sama sekali ingkah dari sana. Masih begitu dekat, hingga keduanya dapat merasakan hembusan hangat nafas satu sama lain.

“Sebelumnya juga apartemen lo sepi,”

“Iya. Tapi setelah ada lo suasananya berubah. Dan itu udah bikin gue terbiasa.”

“Urusannya sama gue apa?” sebelah alis Aruna naik, menatap Mario tak paham.

“Gue pengen kita balik,” Mario berterus terang.

Bed MateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang