Happy Reading!!!
****
Aruna tidak tahu harus bagaimana menanggapi pengakuan Mario. Itu terlalu mengejutkan.
Meskipun sikapnya selama ini sering kali membuatnya berpikir demikian, tapi Aruna tidak pernah sungguh-sungguh menganggap itu. Ia kerap menyangkal sebab tidak ingin terlalu percaya diri dan berakhir melukai dirinya sendiri. Ia buang jauh-jauh pikiran mengenai Mario yang mungkin menyayanginya. Siapa menyangka bahwa justru pria itu mengaku jatuh cinta padanya.
“Sejak kapan?” itu yang akhirnya Aruna tanyakan setelah menit-menit berlalu hanya diisi dengan keheningan. Terlalu tak percaya dengan apa yang di dengarnya barusan. Dan sepertinya Mario pun paham, hingga laki-laki itu turut diam, memberi waktu untuknya mencerna lebih dulu. Walaupun kemudian Aruna tahu Mario tak sabar menunggu.
Mario mengedikkan bahunya singkat. “Gue gak tahu sejak kapan tepatnya rasa itu ada. Tapi belakangan ini gue menyadari satu hal. Gue … hampa tanpa lo.”
Bukannya tersanjung, Aruna malah justru berdecih dan merotasikan bola matanya. “Palingan juga karena gak ada teman seks.”
Sontak saja itu membuat Mario terbelalak. “Sembarangan! Kalau untuk seks gue punya banyak perempuan yang bisa kapan aja gue tiduri. Tapi gue gak bisa,”
“Kenapa?”
“Karena mereka bukan lo!” suaranya sedikit meninggi. Sementara wajahnya menunjukkan rasa frustrasi.
“Jelas, karena gue cuma satu,” sombong Aruna. “Terus kenapa kalau mereka bukan gue? Lo kurang puas? Atau justru gak bisa bangun?”
“Run—"
“Jadi beneran karena seks?” mengangguk-anggukan kepala, Aruna kemudian menarik sudut bibirnya sedikit. Tidak perlu di jelaskan ia tahu itu benar. Raut wajah Mario yang memias sudah menjawab semuanya.
“Gue gak akan berbohong. Apa yang lo tebak memang benar,”
“Ma—maksud lo?”
“Mereka gak bisa bikin gue puas. Bahkan beberapa dari mereka gak bisa bikin gue bangun.”
“Yo?” menutup mulutnya menggunakan telapak tangan, Aruna benar-benar terkejut mendengar pengakuan itu.
Jujur, sejak awal Aruna tidak menyimpan ekspektasi apa-apa, ia tidak berpikir Mario akan galau karenanya, ia tidak berpikir Mario akan merasa kehilangannya. Justru ia yakin bahwa setelah kepergiannya Mario akan senang hati mencari wanita untuk menggantikannya. Pria itu akan bersenang-senang dengan perempuan mana saja yang diinginkannya. Kembali pada kebebasannya memilih perempuan berbeda setiap harinya. Dan itu sempat membuat Aruna menyesal telah setuju mengakhiri hubungan mereka.
Setiap hari Aruna merasa tak tenang, kepalanya terus bekerja membayangkan Mario dengan wanita-wanitanya yang berbeda, mereguk kenikmatan yang belakangan selalu dilakukan bersamanya. Gara-gara hal itu ia berkali-kali berniat untuk menghubungi Mario, bahkan sempat bertekad untuk mendatanginya langsung. Beruntung saja akal sehatnya masih berfungsi, hingga tindakan bodoh itu tidak benar-benar dirinya lakukan.
“Sejak lo pergi gue emang nyari cewek, gue butuh pelampiasan,” aku Mario tidak ingin menutupi apa pun. “Gue pikir gue bisa melepas lo seperti ketika gue ngelepas cewek-cewek itu. Gue pikir semuanya akan sama saja. Gue bisa menjalani hari gue seperti biasanya sebelum gue kenal lo. Tapi …”
Mendesah pelan, Mario kemudian menggelengkan kepalanya dengan rasa frustrasi. “Gue gak bisa. Lo selalu ada di sini,” tunjuknya pada kepala. “Sementara di sini,” kali ini dadanyalah yang tersentuh telunjuknya. “Selalu sesak setiap kali gue sebut nama lo.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Bed Mate
General FictionAndai yang mabuk-mabukan di barnya bukan Aruna, Mario tidak akan peduli. Namun karena yang berada di depannya adalah mantan tunangan dari sahabatnya, mau tak mau Mario akhirnya memutuskan untuk menemani. Niatnya tak lebih dari itu, tapi siapa yang m...