BM - 30

12.2K 472 86
                                    

Happy Reading!!!

***

Rasanya Mario tidak mengenali dirinya sendiri. Tindakannya yang impulsif seakan menegaskan bahwa dirinya memang sedang tidak baik-baik saja. Dan sekarang Mario hanya bisa merutuki dirinya sendiri, memaki dalam hati, dan mengumpatinya tanpa henti.

Mario tidak ingat kapan terakhir kali dirinya begini, rasanya belum pernah. Tapi yang pasti, Aruna berhasil membuatnya jadi tidak terkendali.

Apa kata Ari tadi?

Di campakkan?

Cih, tidak ada yang boleh melakukannya. Cukup dulu ia mengalaminya, sekarang Mario tidak akan membiarkan siapa pun melakukannya. Justru ia lah yang akan mencampakkan mereka.

Tapi Aruna beda, Yo! Teriakan di dalam kepalanya membuat Mario lagi-lagi meloloskan umpatannya.

Aruna berbeda.

"Arrggh, sialan!" umpatnya sekali lagi, lengannya yang mengepal keras bergerak menyapu bersih meja kerjanya, membuat laptop dan barang-barang lainnya jatuh dan berserakan di lantai. Rasa tidak terima akan apa yang Ari ucapkan membuat emosinya tidak terkendali. Dan sungguh, Mario ingin sekali menghabisi bartendernya. Tapi akal sehatnya melarang ia melakukan itu.

Bukan salah Ari. Dirinya saja yang tidak bisa menerima kenyataan bahwa ia memang benar-benar Aruna campakkan.

Sial sekali memang.

Tapi apa benar ia tidak salah menuduh orang? Bukankah ia yang lebih dulu ingin mengakhiri semuanya? Kalimat Bian masih hangat dalam ingatan. Dan itu yang membuatnya memutuskan untuk menyudahi hubungannya dengan Aruna. Agar ia tidak menambah luka Aruna akibat mantan tunangannya. Agar ia tidak menjadi kehancuran Aruna selanjutnya.

Lalu kenapa ia malah justru merasa tidak terima? Bukankah seharusnya ia lega? Bebannya telah tiada. Ia tidak perlu lagi takut menyakiti Aruna. Namun rasanya tidak bisa, ada sesak yang dirinya rasa mengingat kini ia dan Aruna tidak lagi ada hubungan apa-apa. Hubungannya dengan Aruna yang tidak bernama telah usai.

Seharusnya hal itu biasa. Toh selama ini pun alurnya memang seperti itu. Ia akan menganggap setiap wanita yang pernah tidur dengannya kembali asing setelah pergulatan panas mereka selesai. Mario tinggal mencari wanita lainnya untuk ia tiduri, setelah puas lalu ia pergi. Begitulah cara mainnya selama ini.

Sial, Aruna berhasil mengacaukannya.

Tahu akan seperti ini jadinya sejak awal ia menghindari wanita itu saja.

Tapi, ya itu, Mario tidak bisa. Sekarang pun ia ingin sekali menghampiri Aruna dan mengatakan bahwa ia tidak akan pernah melepaskannya. Hanya saja apa yang harus Mario katakan sebagai alasan?

Jatuh cinta? Ck yang benar saja. Mario bahkan tidak tahu bagaimana rasanya. Ia tidak pernah merasakan itu sebelumnya. Hanya melihat Bian dan Zinnia, lalu Nathan dan Mutiara. Selebihnya yang ia tahu cinta itu adalah luka, sekalipun bahagia menjadi akhir yang tercipta. Tapi tetap saja Mario belum menemukan makna yang sebenarnya.

Jadi, apa benar perasaannya saat ini bisa dikatakan cinta?

Mario ragu.

Bagaimana kalau ia salah mengartikan perasaannya sendiri? Bagaimana kalau pada akhirnya ia melukai Aruna juga? Atau justru ia yang berakhir terluka? Ah, itu tak apa, ia sudah biasa merasakan sakitnya.

Lalu, apa yang sebenarnya ia mau?

Entahlah. Mario ingin Aruna, tapi perkataan Bian seolah tidak ingin hilang dari benaknya. Belum lagi dengan kalimat Aruna yang memilih menyudahi semua ini.

Bed MateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang