Happy Reading!!
***
“Minggu besok lo ada acara gak, Run?” tanya Mario ketika Aruna baru saja mendudukkan diri di jok penumpang, bersebelahan dengannya.
“Kenapa memangnya?” bukannya menjawab, Aruna malah justru balik bertanya dan itu bikin Mario meloloskan dengusannya, namun tak urung menjawab. “Temenin gue ke pernikahan Si El.”
“Dia jadi nikah?” sedikit tersentak, Aruna memiringkan duduknya menatap Mario yang sudah melajukan mobilnya meninggalkan pelataran parkir tempat Aruna bekerja.
Iya. Laki-laki itu menghubungi siang tadi, bertanya mengenai jam berapa dirinya pulang, lalu lima menit sebelum dirinya keluar, pesan Mario masuk, mengabarkan mengenai keberadaan pria itu di parkiran.
Mario jarang menjemputnya, sekalinya menjemput kedatangannya selalu mengejutkan. Bagaimana tidak, Mario tidak pernah mengatakan apa-apa, tahu-tahu sudah ada di parkiran. Ketiba-tibaannya itu lah yang bikit terkejut. Untung sekarang Aruna sudah sedikit terbiasa. Meskipun di belakang masih kerap menggerutu. Bukan tidak senang, menjengkelkan saja rasanya jika tiba-tiba di jemput dadakan. Apalagi kalau ia sudah memiliki rencana seperti pulang bareng dengan temannya atau berencana makan lebih dulu sebelum pulang ke rumah masing-masing. Mario tak jarang mengacaukan, dan itu menyebalkan.
Untung hari ini Aruna tidak memiliki rencana apa pun bersama teman-teman sejawatnya. Selain karena keuangan mulai menipis karena tanggal tua, mereka juga terlalu lelah untuk bepergian selepas kerja. Aruna pun demikian sebenarnya, ia ingin langsung pulang saja. Tapi belum tentu Mario akan mengizinkan. Aruna hapal tabiat laki-laki mesum itu. Apalagi jika sudah datang menjemput seperti ini. Mustahil Mario membiarkannya lepas begitu saja.
“Hm. Jadi, lo ada acara gak minggu besok?” kembali Mario menanyakan, sebab itu belum mendapat jawaban sejak tadi.
“Lo serius mau ngajak gue ke nikahan teman lo?” lagi, bukannya menjawab, Aruna malah justru kembali bertanya. Dan itu bikin Mario jengkel hingga melayangkan delikannya merasa tak senang.
“Lo keberatan?”
Mario tak ingin kalah rupanya. Dan sepertinya Aruna menyadari itu, tapi dibandingkan meringis bersalah, Aruna malah justru terkekeh senang. Kekehan yang sukses bikin Mario enggan berpaling ke mana-mana. Ingin terus menatapnya, sial saja keadaannya sekarang sedang menyetir. Mario tidak mungkin membahayakan dirinya sendiri demi menikmati wajah cantik Aruna yang meningkat berkali-kali lipat.
Maaf, ia tidak setolol itu.
“Sebenarnya gue ragu. Di sana pasti ada Mas Bian dan Mbak Zi juga,” mengganti kekehan dengan desahan pelan, Aruna palingkan muka menatap jalanan di depannya. Sorot matanya kosong, namun pikirannya terasa penuh dengan perasaan tak nyaman yang tidak dapat dirinya sendiri artikan.
Entahlah, tapi bicara tentang Bian dan Zinnia serta pernikahan masih membuat hatinya terasa sakit.
Aruna bersumpah, ia sudah merelakan Bian. Ia sudah menerima pernikahan pria itu dengan wanita pilihannya. Tapi entah kenapa masih sedikit terasa berat ketika membahasnya.
Mungkinkah cintanya belum pudar? Ah, tentu saja. Sekalipun Mario sudah membuatnya jatuh cinta, nyatanya rasa yang pernah dirinya punya untuk Bian belum sepenuhnya bisa ia eyahkan. Tapi tenang saja, Aruna tidak berniat terus-terusan memeliharanya. Ia hanya butuh sedikit waktu lagi untuk benar-benar melepaskannya.“Tapi karena mengingat cuma tinggal lo sendirian yang jomlo, oke deh, gue temenin,” putus Aruna akhirnya.
“Gue gak jomlo!” ujar tak suka. “Lo lupa kalau lo pacar gue?” lanjutnya sembari melirik Aruna dengan sebelah alis terangkat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bed Mate
General FictionAndai yang mabuk-mabukan di barnya bukan Aruna, Mario tidak akan peduli. Namun karena yang berada di depannya adalah mantan tunangan dari sahabatnya, mau tak mau Mario akhirnya memutuskan untuk menemani. Niatnya tak lebih dari itu, tapi siapa yang m...