Happy Reading!!!
****
Terbiasa dengan kehadiran Mario beberapa bulan belakangan ini, Aruna merasa sepi dan kehilangan ketika pria itu pergi untuk urusan pekerjaan.
Dua minggu. Meskipun terdengar singkat, kenyataannya tidak seperti itu. Dua minggu berhasil membuat Aruna kehilangan semangatnya dalam menjalani hari. Dan di sela-sela kerja Aruna akan mengecek ponsel demi memastikan ada pesan masuk dari Mario. Tapi tidak ada. Jujur saja itu membuat Aruna kecewa.
Dan hari ini adalah puncak dari rasa kesal sekaligus rindunya pada pria itu. Dua minggu telah berlalu, tapi Mario belum juga kunjung menampakan diri. Entah pria itu belum pulang atau justru tidak memiliki waktu luang untuk menemuinya. Yang jelas Aruna tak sabar, hingga akhirnya ia nekat mendatangi kelab malam milik Mario demi memastikan keberadaan laki-laki menyebalkan itu.
“Mau minum?” tawar sang bartender kala Aruna mendudukkan diri di salah satu kursi tinggi di depan meja bar yang kosong.
Namun bukannya menjawab, Aruna malah justru bertanya, “Mario ada gak?” membuat Ari yang berdiri di balik meja bar mengerutkan kening. Sejenak mengamati Aruna, sebelum akhirnya mengangguk pelan saat mengenali siapa wanita yang duduk di depannya.
“Ada di atas. Baru datang.”
“Boleh gue nemuin dia?”
“Bentar gue tanya orangnya dulu.”
Sebenarnya Aruna kesal dengan hal itu, tapi ia memilih untuk mengangguki. Siapa tahu Mario memang benar-benar tengah sibuk.
Tidak sampai dua menit Aruna menunggu hingga si bartender mengatakan bahwa Mario menunggu. Aruna langsung berdiri dan melangkah menuju lift yang akan mengantarnya ke ruangan Mario yang ada di lantai empat bangunan ini. Tidak lupa terima kasih sebelumnya Aruna ucapkan pada si bartender yang tidak ia ketahui namanya.
Rencana awalnya Aruna akan ngomel-ngomel pada Mario yang selama hampir tiga minggu ini tidak sama sekali memberi kabar. Tapi kemudian Aruna sadar, meskipun kedekatan mereka begitu intim, nyatanya tidak ada hubungan lain yang mereka punya.
Tidak ada alasan untuk Aruna marah-marah dan memprotes Mario mengenai kabar yang tidak dirinya dapatkan. Mereka tidak dalam hubungan yang mewajibkan kominikasi lancar. Maka dari itu, sebelum mengetuk pintu ruangan Mario, Aruna menarik nafas dan menghembuskannya perlahan berkali-kali demi meredakan kesal yang ada di hatinya. Aruna tidak ingin Mario salah paham dengan menganggapnya telah jatuh cinta. Atau justru membuat pria itu tidak nyaman.
Aruna ingat perjanjian mereka di awal. Di larang jatuh cinta. Kecuali Mario yang lebih dulu mencintainya. Tapi pada kenyataannya tidak pernah ada kata-kata itu sekalipun sikap Mario baik terhadapnya. Layaknya pasangan pada umumnya. Namun Aruna tidak ingin kembali salah mengambil langkah. Biarlah seperti ini sampai waktu berkata inilah saatnya. Entah lelah atau justru berakhir indah. Apa pun itu, sekarang Aruna hanya ingin menikmati waktu yang ada.
Tok tok tok.
Tidak ada sahutan dari dalam, tapi tidak sampai lima detik pintu yang ada di hadapannya terbuka dengan menampilkan sosok tampan Mario yang harus Aruna akui begitu dirinya rindu. Tapi ia berusaha untuk tidak memperlihatkan itu. Bahkan Aruna memutar bola mata ketika Mario menariknya masuk dan langsung memojokkannya ke pintu yang sudah tertutup kembali sebelum kemudian menciumnya dengan rakus. Seperti orang kehausan lalu minuman yang dia inginkan datang setelah sekian lama ditunggu.
Aruna tidak tahu harus mengartikan ini rindu atau nafsu. Yang pasti meningkahi ciuman Mario adalah yang dirinya lakukan sekarang. Tangannya bahkan sudah ia bawa melingkar di leher laki-laki itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bed Mate
General FictionAndai yang mabuk-mabukan di barnya bukan Aruna, Mario tidak akan peduli. Namun karena yang berada di depannya adalah mantan tunangan dari sahabatnya, mau tak mau Mario akhirnya memutuskan untuk menemani. Niatnya tak lebih dari itu, tapi siapa yang m...