BM - 17

15.6K 454 11
                                    

Happy Reading!!!

****

Selain sebagai pemilik tempat hiburan malam, nyatanya Mario juga memiliki pekerjaan lain, yakni sebagai arsitek. Namun itu hanya dilakukannya ketika merasa ingin. Katakanlah sampingan. Dan Mario tidak bekerja untuk sebuah perusahaan, klien-nya hanya orang-orang yang dirinya kenal dekat, atau orang bawaan teman-temannya yang sedang mencari seorang ahli untuk membantu mereka mewujudkan sebuah bangunan impian. Itu pun tidak semua Mario terima. Dalam hal ini Mario cukup pemilih, bukan karena sebuah bayaran yang tidak sesuai dengan yang dirinya inginkan, melainkan Mario menghindari klien-klien yang merepotkan.

Sekarang Bian lah yang sedang menjadi kliennya, dan sahabatnya itu lumayan merepotkan dengan keinginan macam-macam yang kadang membuatnya jengah. Bian terlalu bersemangat mewujudkan rumah impian untuk keluarga kecilnya, sampai ia yang jadi direpotkan.

Andai saja tidak ada nama Zinnia dan Ashlyn yang sahabatnya itu bawa dalam rencana pembangunan hunian impiannya, Mario enggan menerima orderan dari sahabatnya itu. Pasalnya ia jadi sibuk sekarang.

Ah, dasar memang sialan sahabatnya satu itu. Pensiun merepotkannya di bar, kini waktu tidurnya Bian kacaukan. Untung saja Mario sayang Ashlyn dan Zinnia, jadi Bian terselamatkan dari kejamnya sebuah pembunuhan.

Iya, ia akan membunuh Bian jika saja pria itu tidak punya istri dan anak.

“Rumah kaca itu nanti di buat senyaman mungkin, Yo. Gue pengen di sana nantinya bukan hanya tempat untuk Zinnia bisa berkutat dengan bunga-bunganya aja, tapi juga bisa di jadikan sebagai tempat kami bercengkerama di sore hari. Anak-anak gue nanti harus betah ada di rumah,” Bian masih lanjut mengutarakan keinginannya untuk rancangan rumah yang akan di persembahkan untuk sang istri.

Ini bukan diskusi pertama mereka, sudah lebih dari tiga kali sejak awal rencana itu Bian sampaikan. Dan jujur saja Mario merasa jengah, tapi Bian seakan tidak peduli dan tidak percaya bahwa ia bisa memberikan yang terbaik tanpa kebawelannya.

Itu menyebalkan.

Sungguh!

Tapi Mario bisa apa? Bian mengejarnya di mana pun ia berada hanya untuk membicarakan mengenai rumahnya. Dan hari ini ia ada di apartemen ketika sahabatnya itu datang. Masih tidur bahkan, mengingat semalam ia sibuk di bar hingga pukul empat pagi tadi. Itu kenapa kekesalannya bertambah. Bian benar-benar mengganggu waktu tidurnya.

“Anak-anak lo butuh banyak bersosialisasi di luar rumah, Bi!”

“Ya itu gue tahu. Tapi maksud gue, jangan sampai anak-anak gue nanti lebih betah ada di luar sama teman-temannya. Gue gak akan membatasi pergaulan anak gue. Ashlyn dan anak-anak gue kelak boleh berteman dengan siapa saja. Tapi gue pengen mereka kembali ke rumah semenarik apa pun hiburan yang ditawarkan di luar sana. Gue pengen mereka selalu ingat rumah, menjadikan rumah sebagai tempat ternyaman mereka. Gak keluyuran tanpa tujuan yang bermanfaat,” panjang lebar Bian menjelaskan maksudnya.

Dan Mario mengangguk tanda paham, lalu kembali fokus pada buku sketsanya, menambahkan detail yang Bian inginkan. Namun karena Bian menginginkan sebuah kenyamanan untuk anaknya, Mario juga butuh gambaran dari anak pria itu sendiri, maka selesainya berdiskusi dengan Bian, Mario lanjut menemui Ashlyn, mengobrol banyak hal mengenai apa saja yang gadis itu sukai.

Mario bersyukur karena Ashlyn sudah cukup memahami apa yang diinginkannya, hingga membuat Mario tidak begitu kesulitan dalam menyelesaikan desain rumah Bian. Bahkan dalam waktu dekat Mario yakin ia sudah bisa memulai pembangunan bersama orang-orang yang dipercayanya untuk mewujudkan gambar yang dibuatnya menjadi sebuah bangunan nyata.

Jujur saja, Mario lebih suka membuat rancangan untuk sebuah hunian pribadi dibandingkan bangunan lainnya. Entahlah rasanya hangat saja. Dan pernah satu waktu Mario berpikir untuk membangun rumah pribadi untuk dirinya sendiri, namun keinginan itu belum terlalu kuat, banyak hal yang Mario pikirkan, termasuk keadaan sunyi yang akan dirinya dapatkan di rumah tersebut, di tambah tetangga yang tak bisa selalu mengabaikan keberadaannya. Mungkin. Yang pasti semua itu membuatnya urung, hingga apartemen yang tetap dipilihnya sebagai tempat tinggal. Menurutnya apartemen lebih cocok untuk dirinya yang hanya tinggal seorang diri.

Bed MateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang