Happy Reading !!!
****
“Lo udah tidur?” tanya Mario begitu panggilannya di terima oleh Aruna setelah dua panggilan lainnya berakhir begitu saja tanpa adanya sahutan. Dan ketika sebuah deheman diberi Aruna sebagai jawaban, sudut bibir Mario terangkat. Sama sekali tidak merasa bersalah karena telah mengganggu tidur wanita itu.
“Gue di depan rumah lo,”
“Ngapain?”
Keterkejutan terdengar jelas dari nadanya, membuat Mario lagi-lagi menaikan sudut bibirnya. Dapat jelas membayangkan bagaimana wajah perempuan itu sekarang.
“Kangen,” dan selanjutnya Mario terkekeh kala sebuah dengusan menjadi tanggapan yang dirinya dapatkan. “Keluar bentar bisa?”
“Gue ngantuk, Yo!”
“Sebentar. Gue butuh lo,” melas Mario meminta.
Bertemu dengan ayahnya membuat Mario tidak baik-baik saja. Ia butuh seseorang untuk menenangkannya. Sebab mimpi mengenai masa lalu selalu hadir dengan mengerikannya. Dulu mabuk-mabukan selalu menjadi jalan ninjanya, tapi sekarang entah kenapa Aruna menjadi tujuannya.
“Ck, gak bisa di tunda sampai besok aja gitu? Gue benar-benar ngantuk, Mario!”
“Sebentar aja, kok, gue cuma pengen meluk lo,”
Tidak ada jawaban. Mario sampai mengira bahwa Aruna tertidur kembali, tapi kemudian sebuah tanya Aruna berikan, “Lo baik-baik aja ‘kan, Yo?” dari nadanya Mario menangkap kecemasan. Dan itu membuat rasa hangat menyinggahi hatinya.
“Nggak, Run.” Untuk pertama kalinya Mario jujur mengenai keadaannya.
Sekarang ia memang tidak memiliki luka fisik. Ayahnya tidak bisa menyakitinya lagi, pun dengan ibunya. Namun bekas luka yang dulu masih tidak bisa hilang dari benaknya.
“Gue butuh lo, please!” pertama kalinya juga ia memohon pada seorang perempuan, setelah bertahun-tahun lalu ia berjanji untuk tidak melakukannya lagi, mengingat permohonannya dulu tidak pernah di dengar oleh ibunya ketika pukulan demi pukulan dilayangkan wanita iblis itu di tubuh kecilnya.
Mario ingin menangis mengingat itu, tapi ia sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak menjatuhkan air matanya lagi. Terlebih untuk sosok yang sudah menyakitinya.
“Tunggu sebentar. Gue cuci muka dulu.”
Tanpa menunggu tanggapan, Aruna langsung mematikan sambungannya. Mario sendiri memilih untuk menghempaskan kepalanya pada sandaran kursi. Normalnya orang-orang akan memejamkan mata demi mendapatkan setidaknya sedikit ketenangan, namun Mario tidak. Ia justru mempertahankan matanya agar tetap terbuka, sebab dalam keadaan terpejam lah kilas mengerikan dulu selalu datang mendatanginya.
Tok … tok … tok.
Tak lama sebuah ketukan di jendela mobilnya berhasil menyadarkan Mario dari lamunan, dan netranya langsung menemukan sosok Aruna berdiri sedikit menunduk di samping mobilnya. Segera saja Mario membuka kuncinya dan menyuruh Aruna masuk.
Hal pertama yang Mario lihat adalah kecemasan perempuan itu, sebelum kemudian kesiap keterkejutan dirinya dengar, sesaat setelah ia menghamburkan diri memeluk Aruna.
“Mario ….”
Namun Mario segera menggeleng, meminta dengan isyarat untuk Aruna tidak dulu bertanya apa-apa. Beruntung saja perempuan itu memahaminya, dan Aruna memilih untuk memberikan sebuah elusan lembut di punggung Mario.
Cukup lama berada dalam posisi itu, dengan bibir yang sama-sama bungkam. Sampai akhirnya Mario sedikit menarik diri demi bisa menatap wajah cantik Aruna yang tanpa sentuhan make up. Ini bukan untuk pertama kalinya, sudah sering Mario melihat, apalagi Aruna sudah cukup sering menginap di tempatnya. Tapi jujur saja ia tidak pernah bosan. Karena selain cantik, wajah Aruna juga selalu berhasil menenangkannya. Contohnya saja sekarang. Perasaannya yang semula tak karuan kini sudah lebih baik karena kedatangan Aruna dan pelukannya. Mario jadi merasa lebih ringan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bed Mate
General FictionAndai yang mabuk-mabukan di barnya bukan Aruna, Mario tidak akan peduli. Namun karena yang berada di depannya adalah mantan tunangan dari sahabatnya, mau tak mau Mario akhirnya memutuskan untuk menemani. Niatnya tak lebih dari itu, tapi siapa yang m...