Our Home
Happy Reading For All😁😁
▪
▪
▪
Merasa Dianggap
Rayan menggenggam erat tangan saudaranya kala mereka telah berada di apartemen Jodi yang katanya menjadi tempat tinggal Dikta saat ini. Walau belum bertemu dengan Dikta, Rayan terus menerus menempelkan tubuhnya pada aaudaranya akibat rasa takut yang belum sepenuhnya hilang.
"Sorry karena kita baru dateng Jod, kemaren Rayan itu baru keluar rumah sakit dan orang tua kita nggak ada yang ngizinin kesana malem-malem." jelas Devano saat Jodi telah kembali dari dapur dengan air dan makanan ringan sebagai suguhan.
"Santai aja Dev. Mau kemaren atau sekarang sama pentingnya. Makasi udah mau dateng."
Aryan, Rayan, dan Devano terdiam. Mereka bisa melihat siluet seseorang yang berada di kamar. Bahkan bukan hanya siluet, mereka juga bisa mendengar isak tangis yang begitu jelas dari apartemen Jodi ini.
Jodi melihat tamunya fokus pada pintu kamar yang terbuka. Seketika dirinya ikut menatap kamar itu dengan tatapan sendu yang ketara jelasnya.
"Kehilangan ibunya bikin Dikta terpuruk. Dia nggak mau ketemu siapapun termasuk Ayah dan dua sodaranya, jadi maklum kalo kalian kesini juga nggak bisa ketemu Dikta." ujar Jodi menjelaskan.
Rayan yang sedari tadi beringsut mendekat pada Aryan perlahan melepas pegangan eratnya. Anak itu menatap sendu pada kamar yang saat itu penuh dengan isak tangis.
Ini tentu pernah terjadi di hidupnya pasca kematian sang ayah. Dan ketika itu, Rayan kecil terus menerus duduk di depan pintu kamar ibunya yang terbuka. Hal itu membuat Rayan perlahan berdiri dan mengarahkan langkahnya ke dekat kamar itu. Dan begitu sampai disana, Rayan hanya duduk di depan pintu dengan tatapan yang mengarah ke dalamnya. Tentunya walaupun dengan tubuh yang total bergetar ketakutan.
Semua yang dilakukan Rayan tak luput dari perhatian ketiga lainnya. Jodi, Aryan dan Devano bahkan sudah berdiri dan ingin menyusul anak itu. Namun, ketiganya terhenti ketika Rayan menghentikan mereka dengan gestur badannya.
"Dikta.. Ini aku Rayan. Masih inget nggak?" kata Rayan memulai obrolan. Namun tentunya tak ada jawaban, hanya isakan saja yang terdengar jelas kala itu.
"Nggak apa walau nggak inget. Tapi, aku cuma mau bilang kalo kamu nggak sendirian walau ditinggal sendiri.." ujar Rayan dengan nada suara khasnya.
"Aku juga pernah kehilangan orang yang sayang banget sama aku. Ayah aku yang baik juga pergi ninggalin aku sama Mama yang benci sama aku. Semenjak kehilangan Ayah aku juga sama terpuruknya sama kamu, aku ngira aku sendirian di dunia ini. Tapi semua itu berubah waktu Aryan dateng dan jadiin aku keluarganya.."
Air mata Rayan yang mulai menetes dihapus kasar oleh anak itu. Meski masih belum ada respon, Rayan tetap duduk di tempat yang sama dan melanjutkan ceritanya.
"Walau belum sepenuhnya jadi keluarga, tapi aku seneng banget karena aku nggak sendirian lagi. Dan itu juga berlaku buat kamu Dikta.."
"Walau nggak ada Ibu, Ayah, atau saudara kandung yang sama kamu tapi kamu masih punya Jodi. Dia peduli dan anggap kamu sebagai keluarga. Kalian keluarga walaupun nggak ada hubungan darah. Dan menurutku itu adalah pemberian tuhan yang paling spesial.."
"Kamu nggak sendirian Dikta, jadi jangan sedih dan terpuruk sampe bikin Ibu kamu sedih juga di surga sana.."
Mungkin klise dan terkesan sok menguatkan, namun perkataan Rayan barusan mampu membuat isakan yang terdengar dari kamar Dikta berhenti. Aryan, Devano, dan Jodi saling berpandangan kala benar tak ada lagi tangisan Dikta yang terdengar.
KAMU SEDANG MEMBACA
OUR HOME [TAMAT]
General FictionRayan tidak menyangka jika pada akhirnya ia akan bertemu lagi dengan sahabatnya sewaktu di panti dalam suasana yang jauh berbeda. Setelah pertemuan kembali itu, Rayan dihadapkan pada permintaan sang sahabat yang sama sekali tak disangkanya. Kira-k...