⚠️WARNING! INI HANYA CERITA FIKTIF BELAKA. KALAU ADA KESAMAAN DALAM NAMA DAN TEMPAT KEJADIAN, MOHON DIMAAFKAN. SAYA SAMPAIKAN SEKALI LAGI, CERITA INI HANYA FIKTIF!⚠️
Guys, votenya dong! Jgn jadi silent readers anjay.
Kalo ada yg blm vote, vote dulu yaa sayang💕 🔪
___
Bawa aku ketika ombak mu berkenan, aku tiada daya di sini 'tuk bertahan,
jadikan pula aku bagianmu dari lautan, sebab tangan ini siap di ajak bertautan.
Di dalam samudera mu, aku tenggelam karena harapan, bergeming pun itu aku karena kenyataan.🐬
"DASAR JAL*NG TIDAK TAHU DIRI! DI MANA LETAK MATAMU ITU, HAH!" teriak seorang pria paruh baya begitu melengking memekakkan telinga melemparkan caciannya.
Dia sangat marah, sehingga matanya terbuka lebar seakan ingin melompat keluar dari tempatnya. Tapi, mata melotot itu di abaikan oleh si gadis. Seolah menganggap biasa hal tersebut yang baru saja terjadi pada dirinya sendiri.
Gadis di depannya meringis sambil mengusap daun telinganya, lantaran merasa ngilu dan dengan tenang membalas, "Itu 'kan salah anda, Tuan. Anda menabrakkan diri ke arah saya, dan jelas saya sulit menghindari pria gempal seperti anda dengan posisi saya membawa barang."
Pria itupun menatapnya amat tajam, lalu berdalih, "Hey, jaga ucapanmu! Kau saja yang sengaja! Aku tidak mungkin salah!"
Semua mata memandang keduanya. Gadis itu menghela napas jengah sambil melihat sekeliling, beralih lagi kepada si tua menyebalkan. Andai kata dirinya bisa menghilang secepat kilat, mungkin itu lebih baik. Berdebat dengan seseorang sangatlah menguras tenaga dan energi sosialnya.
"Di sudut atas sana dan situ ada dua buah kamera pengawas di sisi berbeda, apa anda ingin memeriksanya, Tuan?" tunjuknya menawarkan.
Kepala paruh baya itu akhirnya melihat arah yang di tunjuk. Dia mendengus, "Lain kali tak akan aku maafkan atau ku lepas dirimu!"
Bruk!
Bahu gadis itu di dorong kasar ketika pria paruh baya tersebut menyenggolnya dengan sengaja, hampir saja ia jatuh kalau tidak menjaga keseimbangan. Pria di depannya kini telah pergi meninggalkannya bersama kekacauan di lantai pasar karena kalah telak. Di bawah kakinya berserakan ikan segar akibat kejadian tadi. Matanya menatap datar dan malas, pada akhirnya dirinya bersihkan kekacauan ini sendirian.
Tiada orang lain membantu atau sekedar menanyakan keadaannya. Mereka hanya menyaksikan tonton drama gratisan di depan mata masing-masing. Bahkan, tak ada satupun juga melerai percekcokan tersebut. Gadis itu menghela napas kasar dan mengangkat kotak berisi ikan-ikan segar untuk di jual di tempat langganan.
Lengan yang terlihat kecil itu mengangkat kotak seberat dua puluh kilo gram di depan perutnya, karena alat yang biasa digunakan tengah rusak di bagian roda, sehingga mau tak mau dirinya menguatkan diri demi uang untuk makan sehari-harinya nanti. Segala konsekuensi telah ia terima, ini baginya adalah hal biasa.
Sesampainya ia di tempat sang pelanggan, kotak berwarna putih tersebut di letakan di depan wanita tua. Wanita tua itu menampilkan senyuman tulus dan mengeluarkan kantong plastik serta beberapa lembaran uang untuknya seorang.
"Apakah ini masakan khas kampung halaman mu lagi, Bibi Kim?" tebaknya mengendus aroma di dalam plastik sambil ikut tersenyum di balik masker.
"Tentu saja, kau 'kan menyukai kimchi dan gimbap, akan aku buatkan makanan favoritmu yang lain jika aku mempunyai tenaga lebih," sahut wanita tua berwajah orang asia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Voices In The Ocean : Cursed Man, Zale Merville [on going]
Fantasy___ Gadis ini menjalani hari dengan rasa lapang dada. Tiada hari tanpa cobaan melanda dirinya. Walau dicap sebagai orang aneh dan buruk rupa serta perlakuannya yang tergolong kasar, ia akui dirinya hebat bertahan sampai sekarang. Langkahnya memang s...