🐡VITO Bab 43 : Tentang Seorang Nerida (1)🐡

30 5 0
                                    

⚠️WARNING! INI HANYA CERITA FIKTIF BELAKA. KALAU ADA KESAMAAN DALAM NAMA DAN TEMPAT KEJADIAN, MOHON DIMAAFKAN. SAYA SAMPAIKAN SEKALI LAGI, CERITA INI HANYA FIKTIF!⚠️

Guys, votenya dong! Jgn jadi silent readers anjay.

Kalo ada yg blm vote, vote dulu yaa sayang💕 🔪
___

Harap bijak memilih bacaan, ada kalimat lumayan vulgar. Tenang ga lebih, tapi kalo risih skip paragrafnya aja.

___

Aku yang bernapas sampai terasa sesak, berlumur keringat penuh jerih payah, melonggarkan dada untuk lapang. Semua memang tak berjalan sesuai keinginan atau harapan. Kurasa ini memang takdir, sudah dibuang, hak milik, dan segalanya dirampas tanpa tersisa kan. Status sosialku turun sekejap mata dan menjadi seorang gelandangan di kota, di mana diriku lahir dan dibesarkan.

Andaikan saja, ayah tidak menikahi seorang janda dari kota sebelah, mungkin aku tidak akan berakhir begini. Ditambah, saudara tiri ku begitu mendambakan aku di dalam obsesinya yang tak sehat itu. Tiada pembelaan berarti untuk menunjukkan jika aku tidak salah beberapa waktu lalu. Ayah mempercayai ucapan wanita ular itu dibanding mendengarkan penjelasan dan bukti dari diriku sendiri, anak kandungnya.

Ironisnya, setelah drama keluarga menyakitkan tersebut, saudara tiri ku berhasil menemukan keberadaan aku yang bersembunyi di salah satu rumah warga. Dia berani melecehkan aku dan kembali menyebar fitnah kejam. Tersebar sebuah berita, berisikan, seorang mantan bangsawan berani menaiki ranjang saudara tirinya yang seorang pria. 

Bumbunya bukan hanya itu. Ada tambahan kalau perbuatan tidak terpuji tersebut dilakukan oleh seorang gadis yang dulu mempunyai julukan seorang malaikat. Bahkan julukannya kini tergantikan dengan, si jal*ng mantan bangsawan menyedihkan. Hati ku bagaikan diremukkan menggunakan benda tumpul, yang dihantam beribu kali, meninggalkan sejuta rasa sakit dan luka menyakitkan.

"Nak, aku bisa membantumu pergi dari kota ini," tawar seorang wanita paruh baya di depanku.

Aku kini tengah meringkuk di atas ranjang  sedikit reyot, sambil tubuh ringkih ini gemetar merasakan cemas atau semacamnya, tetapi aku tetap menoleh. Suaraku dengan lirih bertanya, "Apa aku boleh kabur?"

Wanita paruh baya itu mengangguk samar. Dia bernama May, seorang wanita asia dan pengembara, mengakhiri perjalananya di benua Eropa ini. "Tentu, ini hidupmu, Nerida. Jangan terlalu menyiksa diri sendiri, karena harus mengingat kenangan menyakitkan, kau boleh pergi dari kota ini semau mu."

Begitulah kira-kira ucapan May kepada seorang gadis kehilangan kehormatan dan keadilannya ini. Menunggu waktu tiba di mana hari aku harus memutuskan. Kini hanya isakan tangis tertahan sebagai jawaban, bahwa aku belum sanggup mengambil langkah berani tersebut.

Selang beberapa hari setelahnya. Keputusanku telah bulat. Dengan berat hati aku berpamitan dan meninggalkan orang baik yang sering kali membantuku sampai berada di titik ini. Tidak perlu memakan waktu untuk membuat diriku sendiri bangkit kembali. Sebab, aku bukan tipe manusia lemah seperti gadis di luaran sana.

Perjalananya pun dimulai. Hatiku yang tabah mencoba kembali tegar, di setiap langkahku yang bertambah jauh. Sekitar dua jam berlalu, aku baru sampai di dekat wilayah yang masih di dekat ibu kota. Kakiku tidak bisa berjalan cepat dan sesekali juga harus bersembunyi demi menghindari kontak langsung dengan para warga.

Tampaknya ibu dan saudara tiri ku sungguh berniat membuatku menggila. Namun, aku belum bisa membalas mereka sekedar memberikan pelajaran. Aku hanya bisa berdoa untuk sekarang, supaya Tuhan mau memberikan kemudahan di setiap usaha yang aku lakukan.

Voices In The Ocean : Cursed Man, Zale Merville [on going] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang