⚠️WARNING! INI HANYA CERITA FIKTIF BELAKA. KALAU ADA KESAMAAN DALAM NAMA DAN TEMPAT KEJADIAN, MOHON DIMAAFKAN. SAYA SAMPAIKAN SEKALI LAGI, CERITA INI HANYA FIKTIF!⚠️
Guys, votenya dong! Jgn jadi silent readers anjay.
Kalo ada yg blm vote, vote dulu yaa sayang💕 🔪
___Ada urusan yang belum usai sampai detik ini. Dirinya berusaha mendorong keberanian di dalam hati guna meneguhkan niat dan tujuan sebenarnya sedari awal ia datang. Siapa sangka pernyataannya terhalang, lalu terselimuti kecanggungan tak berarti sama sekali.
Menerka pula seberapa besar sesosok pria itu mempunyai arti di kehidupan anak gadis yang tengah ia perhatikan di beberapa meter dirinya berpijak. Di ambang pintu ia menahan rasa keinginan tahuan terhadap status mereka. Menaruh simpati kepada satu sama lain layaknya ada hubungan istimewa.
Jemma memutar arah pandang ke pintu kamar, berbagai macam pertanyaan tersedia dan muncul di benaknya begitu dia bertatapan langsung oleh orang di depan matanya ini. Bahkan Jemma tebak, wanita paruh baya itu sedang kebingungan. Padahal Jemma berdiam diri saja di ranjang empuk itu tanpa mengeluarkan kata, ada rasa keheranan juga meliputi seluruh pikirannya saat ini.
Sorot mata Pamela bergetar seperti mau menangis. Dirinya terus memandang Jemma penuh arti. Jemma sendiri tertegun kala jatuhnya air dari pelupuk mata sendu miliknya sendiri. Tak ayal Pamela melengos dan pergi meninggalkan Jemma bersama Zale di dalam kamar. Membiarkan anak gadis itu dan mengutamakan kenyamanannya, takut Jemma merasa terusik akan kehadiran orang asing seperti Pamela.
Ia ingin memeluk Jemma demi melepas rindu setelah sekian lama, bagai keberadaan angin tidak tampak wujudnya yang hanya bisa menyentuh sekilas lalu pergi. Sekali menarik perhatian, itu berbuah hasil tidak memuaskan. Perjuangannya guna menjaga atau melindungi Jemma terasa berat karena menghadapi sang kakak.
Kembali ke Jemma dan Zale.
Di kamar bernuansa klasik dengan dinding berkayu menambah kesan nyentrik gaya sembilan puluhan. Ada beberapa pajangan yang dilihat Jemma. Memang tidak banyak, namun itu terlihat cocok di gaya kabin ini. Puas menatap segala penjuru di kamar tersebut, Jemma menundukkan kepala. Entah mengapa, ketika tatapannya bertemu dengan Pamela, ada sesuatu aneh hinggap di relung hati. Dirinya harap itu bukanlah apa-apa.
Dua jam lamanya ia menjaga Zale, dua jam pula ia melupakan kalau dirinya juga sedang kurang sehat hari ini. Terbiasa memaksakan diri membuat Jemma tak peka kepada dirinya sendiri, terutama di bagian kesehatannya. Menganggap semua akan baik-baik saja dan bukan masalah besar yang harus dihadapi.
"Jemma," panggil Zale bersuara serak.
Kepala Jemma menoleh ke samping, ia menggenggam tangan Zale begitu pria itu mulai meliriknya. "Apa ada sesuatu yang sakit? Bilang padaku, Zale!" seru Jemma cemas.
Zale menggeleng lemah. Wajah tampannya mengernyit di detik berikutnya. "Jemma, kenapa aku di sini?"
Jemma tersenyum tipis sembari menaikkan selimut ke atas dada Zale dan berkata, "Kau pingsan setelah mengeluarkan darah dari hidungmu. Itu sangat banyak."
"Haa, aku ingat," gumam Zale mendapatkan kilasan adegan di kepalanya saat sadar.
Langsung saja ia duduk dan memegang kepalanya secara spontan, walau tidak sesakit tadi, tapi terasa jelas sakit yang dirinya rasa. Di benaknya ada kilasan baik tentang bagaimana masa lalunya yang telah lama ia lupakan, ternyata kembali setelah sekian lama dan ia mengingat itu semua dalam sekejap.
Mungkin menurutnya ini adalah efek dari sebuah benda yang berbentuk mutiara tersebut. Zale jadi berpikir berapa banyak manfaat yang telah ia dapatkan ketika mendapatkan dan memakai mutiara itu secara langsung untuk dirinya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Voices In The Ocean : Cursed Man, Zale Merville [on going]
Fantasy___ Gadis ini menjalani hari dengan rasa lapang dada. Tiada hari tanpa cobaan melanda dirinya. Walau dicap sebagai orang aneh dan buruk rupa serta perlakuannya yang tergolong kasar, ia akui dirinya hebat bertahan sampai sekarang. Langkahnya memang s...