Bab 52 : Cara Pamit Yang Buruk

27 3 6
                                    

⚠️WARNING! INI HANYA CERITA FIKTIF BELAKA. KALAU ADA KESAMAAN DALAM NAMA DAN TEMPAT KEJADIAN, MOHON DIMAAFKAN. SAYA SAMPAIKAN SEKALI LAGI, CERITA INI HANYA FIKTIF!⚠️

Guys, votenya dong! Jgn jadi silent readers anjay.

Kalo ada yg blm vote, vote dulu yaa sayang💕 🔪
___

Mulutnya memiliki bibir plum semerah ceri dan merekah layaknya buah persik tertutup merapat di sela dinginnya pagi buta. Di pandangnya sosok indah menawan bagai lukisan di atas kanvas, kini hanya memandang kosong ke depan, seolah tengah meratapi sesuatu yang mestinya juga dirinya tahu.

Tatapannya jatuh pada genggaman mereka. Sangat erat, hingga dirinya tak mampu melepaskan barang sedetik saja. Namun, ada kejanggalan di hati. Memberontak seakan meminta penjelasan, tetapi dia justru turut andil dalam keheningan, walau itu menusuk lambat laun.

Zale menggunakan tangan satunya, mengusap lembut punggung tangan Jemma di genggamannya itu, sampai membuat sang empu berhasil menoleh setelah mencuri perhatian. Senyuman Jemma mulai terukir. Di wajah teduh dengan sorot tatapan mendalam membalas Zale, gadis tersebut mengajak Zale duduk di atas pasir putih tanpa melepas tautan keduanya.

Tangan keduanya ada di pangkuan Jemma. Dia pun perlahan bersandar di pundak kokoh Zale, sampai aroma khas segar lautan menyeruak masuk ke indra penciumannya. Sungguh menenangkan di waktu singkat. Jemma kemudian mendongakkan kepala, memandang Zale yang juga sedang melihatnya saat ini.

"Pagi akan segera tiba," ucap Jemma membuka percakapan.

"Kau memberhentikan waktunya, jika lupa," sahut Zale cepat. Dirinya menghembuskan napas dalam-dalam. "Mengapa?"

Jemma memejamkan mata sejenak sebelum menjawab Zale. Lalu, dirinya duduk tegak di samping Zale sembari menekuk kedua lutut dan menumpu untuk kepalanya yang du miring 'kan menghadap Zale. "Pasti kau tahu jawabannya, walau tak semua."

Alis Zale terangkat satu. "Kau mengulur waktu lagi, Jemma. Sebenarnya, apa tujuan dari semua ini?"

Kini Jemma benar-benar duduk dengan tegak. Dia mengangkat genggaman di tangannya, mengecup singkat punggung tangan Zale secara tiba-tiba, membuat pria itu tersentak sesaat. "Mari hentikan jalan ambigu antara kita berdua, Zale," ujar Jemma.

Sepasang telinganya memerah hingga ke leher belakang dan tengkuknya, padahal itu bukanlah apa-apa. Tapi tindakan Jemma cukup menghadirkan debaran tidak beraturan di jantungnya. Jemma sendiri melihat Zale salah tingkah pun tergelak pelan, memunculkan suasana hangat menghibur dirinya sepihak.

"Yeah, kau selain menyebalkan, ternyata juga menggemaskan. Betapa langka tingkah mu ini terlihat di mata orang-orang. Apakah aku yang pertama melihatmu begini, hmm?" goda Jemma seraya menyenggol lengan Zale menggunakan sikunya.

"Ck, kau-hah ... amat kentara," decak Zale membalas Jemma. Jemma mengernyit karena mendengar perkataan Zale.

"Kentara apa?" tanya Jemma bingung.

Zale menoleh sebentar dan memutar bola matanya malas. "Tentunya kau menyukaiku, itu sangat jelas," jawabnya percaya diri.

Bukannya mendapat kalimat pedas atau serupa, Zale malah merasa Jemma memilih diam. Apa lagi gadis itu kini memandang sendu ke arahnya, memantik rasa bersalah di sisi Zale sendirian. "Hey, aku bercanda. Tidak perlu kau pikirkan, tenang saja. Aku tahu kau-"

"Aku tidak menyukaimu, Zale, melainkan mencintaimu. Perasaan itu tumbuh seiring berjalannya waktu ketika kita bersama dalam suka maupun duka. Bagaimana ini, apa hanya aku sendirian merasakannya?"

Zale terdiam kaku dengan kedua mata terbelalak akibat terkejut. 'Aku tak salah dengar, bukan?' batinnya bergelut.

Jemma menundukkan kepalanya, mengalihkan pandangan menatap tangan yang masih bertautan. Dia seharusnya lega mengatakan bahwa ada perasaan khusus teruntuk Zale Merville. Tapi kelegaan itu tidak kunjung datang. Ingin sekali dirinya pergi tanpa pamitan kepada Zale, tapi tetap dirinya sulit jika tak mengatakannya satu kata saja.

Voices In The Ocean : Cursed Man, Zale Merville [on going] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang