⚠️WARNING! INI HANYA CERITA FIKTIF BELAKA. KALAU ADA KESAMAAN DALAM NAMA DAN TEMPAT KEJADIAN, MOHON DIMAAFKAN. SAYA SAMPAIKAN SEKALI LAGI, CERITA INI HANYA FIKTIF!⚠️
Guys, votenya dong! Jgn jadi silent readers anjay.
Kalo ada yg blm vote, vote dulu yaa sayang💕 🔪
___Baru kali ini Jemma benar-benar terasa nyawanya di hujung tanduk, layaknya akan mengantarkan diri sendiri kepada Tuhan secara lapang dada. Hatinya sibuk berucap maaf atas segala dosa yang pernah diperbuat selama ia hidup.
Sedangkan Tom terus mengemudi dengan kecepatan tinggi. Kakinya menginjak pedal gas tanpa ragu, membuat Jemma menyimpan makian terindah untuk pria dewasa itu. Di sisi lain, Zale malah merasa senang dan menikmati perjalan di malam hari menggunakan benda yang dinamakan mobil tersebut.
Angin kencang mengibas surai indah miliknya, tampak pemandangan candu bagi Jemma menyegarkan matanya di depan muka. Zale seakan bersinar disaat terkena cahaya rembulan. Lampu di mobil kebetulan tak Tom nyalakan, menyisakan cahaya alami dari langit.
"Jemma, aku teringat sesuatu," cetus Zale sambil menoleh sebentar.
"Apa itu?" Alis Jemma terangkat satu.
Zale memandang setiap jalan yang di lewati. Ia menghela napas dan meminta, "Bolehkah setelah menyelamatkan Pamela kita pergi ke suatu tempat?"
Tom setengah melirik sosok Zale lalu menyahut, "Sebaiknya nanti istirahat terlebih dahulu. Saya takut kondisi Nyonya Pamela tak baik-baik saja nanti."
"Benar yang dikatakan Paman Tom, nanti aku sendiri yang akan menemanimu ke tempat keinginanmu." Jemma ikut menimpali.
Zale terdiam sejenak dan tidak lama mengangguk, memaksa kehendaknya adalah sebuah keegoisan, walau dirinya sendiri tak peduli jika dianggap demikian.
"Memang anda mau ke mana, Tuan?" tanya Tom penasaran.
"Aku hendak memastikan sesuatu, entah itu masih ada atau- tidak," jawab Zale.
Jemma ragu menanyakan hal lain, karena Zale seperti tidak suka diberi pertanyaan. Semua terbukti ketika Tom dijawab sedingin es. Ia menyimpan rasa penasarannya untuk sekarang. Membiarkan Zale bercerita sendiri tanpa ia minta.
Ah, Jemma ingat.
Zale telah hidup beratus-ratus tahun lamanya dan menghabiskan waktunya di lautan lepas sana. Pasti dia pernah mendengarkan sesuatu tentang tempat untuk dia kunjungi. Pada akhirnya Jemma mengerti keinginan Zale, yang nyatanya tebakannya hanya benar separuh.
Di lain tempat di waktu sama.
Air dingin mengguyur wajahnya berkali-kali. Hampir saja air itu masuk ke hidung kalau kepalanya tak dia alihkan ke arah lain, ditambah luka di tubuhnya tidak satupun mengering. Apa lagi sekedar diobati saja tak pernah.
Tenaganya kini sungguh terkuras, para pria memperlakukan dirinya layaknya hewan. Dicambuk dan di berikan kedinginan bersama luka memenuhi yang hampir memenuhi seluruh tubuh. Dia sempat berdoa agar Tuhan mencabut nyawa saat ini juga, tersiksa berlarut-larut membuatnya bosan hidup.
"Nyonya lama sekali, apa kita manfaatkan saja wanita itu?" Kedua teman lainnya menoleh ke arah rekannya. "Bagaimana?"
"Sebenarnya aku ingin sekali, namun bos kita dan Nyonya Myra melarang keras untuk menikmati wanita itu, tapi kalau mau dipakai pun harus kita bersihkan. Hah ... lihat itu, dia di penuhi luka!" cetus temannya.
Yang lain menimpali dengan tegas. "Benar. Lebih baik kita biarkan dan redam nafsumu kepada korban mu sendiri, jika tidak kita akan terkena imbas akibat tingkahmu itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Voices In The Ocean : Cursed Man, Zale Merville [on going]
Fantasia___ Gadis ini menjalani hari dengan rasa lapang dada. Tiada hari tanpa cobaan melanda dirinya. Walau dicap sebagai orang aneh dan buruk rupa serta perlakuannya yang tergolong kasar, ia akui dirinya hebat bertahan sampai sekarang. Langkahnya memang s...