⚠️WARNING! INI HANYA CERITA FIKTIF BELAKA. KALAU ADA KESAMAAN DALAM NAMA DAN TEMPAT KEJADIAN, MOHON DIMAAFKAN. SAYA SAMPAIKAN SEKALI LAGI, CERITA INI HANYA FIKTIF!⚠️
Guys, votenya dong! Jgn jadi silent readers anjay.
Kalo ada yg blm vote, vote dulu yaa sayang💕 🔪
___Pandangan kosong itu ditangkap jelas oleh Jemma. Makanan di piring masih penuh belum tersentuh, sedangkan Pamela terus menatap keluar jendela dengan kondisi sama. Jemma tidak pandai membujuk seseorang, namun sekeras mungkin ia akan coba jika orangnya ialah Pamela.
"Bibi, makananmu harus kau makan," tegur Jemma membawa piring dari atas nakas.
"Nanti saja Jemma," sahut Pamela bernada pelan.
Jemma menyodorkan piring itu dan berkata, "Aku mohon, kau harus makan. Kalau perutmu kosong nanti bisa sakit!"
Pamela menghela napas serta menerima piring tersebut, dia berjalan sebentar dan duduk di atas ranjangnya. "Baiklah, aku akan memakannya Jemma."
Gadis itu tersenyum tipis seraya mengangguk. "Setelah selesai minum obat Bibi, agar luka Bibi lekas sembuh."
Pamela berdeham singkat mengiyakan perkataan Jemma. Entah sejak kapan Jemma mulai berisik seperti ini, padahal waktu dia bertemu dan sering mengobrol, Jemma tak pernah sedikitpun memberikan perhatian kepada dirinya.
Tetapi ada perasaan hangat menjalar ke dalam hati mendapatkan perlakuan khusus dari Jemma sendiri, membuatnya membayangkan serta berandai-andai jauh. Seperti, bagaimana rasanya memiliki anak? Kira-kira begitu.
Sedangkan di luar kamar.
Zale duduk di sofa sempit milik Jemma di rumah lamanya. Tadinya Zale menolak kalau Jemma mau kembali ke sini, namun apa daya, dirinya hanya bisa menurut karena telah menumpang.
Pria tampan itu memilih bangkit dan melihat keadaan di luar sana, sebab dirinya di sini merasa ada yang mengawasi. Hanya ada Tom terduduk di teras sambil mengasah belatinya dan menikmati cerutu di tengah kegiatan.
"Apa dia sedang bersembunyi? Aku tahu dia mengetahui keberadaanku di sini," gumam Zale memandang suasana di luar.
Ini terlalu tenang untuk dirinya, ia merasa akan ada suatu hal besar akan terjadi, tetapi tak tahu apa itu. Jika Jemma kembali menangkap ikan di laut, maka gadis itu akan dalam bahaya. Dirinya pun bergegas ke kamar dan mengetuk pintu kamar Jemma.
Tak lama Jemma menyembulkan kepala dari sela pintu. "Ada apa Zale?"
"Bisa kita berbicara empat mata?" Jemma mengangguk, mungkin ada hal penting bagi Zale yang harus dibicarakan, jadi Jemma menyetujui itu.
Mereka kini berasa di ruang tamu minimalis milik Jemma. Zale bingung memulainya dari mana, sebab Zale harus menyuarakan kekhawatirannya supaya Jemma terhindar bahaya.
"Intinya, jangan pernah kembali menjadi nelayan, atau kau tertimpa malapetaka. Sesuatu yang sulit aku jelaskan sedang memperhatikan aku dan kau, jadi tetap di daratan apapun kondisinya!" tegas Zale menyampaikan.
"Tega sekali, lalu bagaimana aku mencari uang kalau kau melarang!" omel Jemma melipat kedua tangan di depan dada.
"Mengertilah dan kenapa juga kau bodoh sekali, hah? Kau memiliki tabungan banyak, apa lagi Pamela pasti punya uang untuk menghidupkan dirimu, jadi berpikirlah secara luas!"
Jemma meringis mendengar Zale menaikkan volume nada bicaranya, padahal hanya jadi nelayan saja dilarang. Ia tahu resikonya, tetapi kalau membicarakan uang simpanannya selama ini sungguh disayangkan, karena ia mengumpulkan semuanya untuk kabur ke suatu tempat agar sang ibu tak menemukannya lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Voices In The Ocean : Cursed Man, Zale Merville [on going]
Fantastik___ Gadis ini menjalani hari dengan rasa lapang dada. Tiada hari tanpa cobaan melanda dirinya. Walau dicap sebagai orang aneh dan buruk rupa serta perlakuannya yang tergolong kasar, ia akui dirinya hebat bertahan sampai sekarang. Langkahnya memang s...