🐡VITO Bab 31 : Keputusan Jemma🐡

20 4 0
                                    

⚠️WARNING! INI HANYA CERITA FIKTIF BELAKA. KALAU ADA KESAMAAN DALAM NAMA DAN TEMPAT KEJADIAN, MOHON DIMAAFKAN. SAYA SAMPAIKAN SEKALI LAGI, CERITA INI HANYA FIKTIF!⚠️

Guys, votenya dong! Jgn jadi silent readers anjay.

Kalo ada yg blm vote, vote dulu yaa sayang💕 🔪
___

Tangannya hampir menepis tangan sang ayah ketika menggenggamnya erat. Membuat Zacharias menunduk dalam sambil meneteskan air mata, badannya ikut gemetar. Semua dilihat jelas oleh Jemma sendiri. Dirinya juga ingin sekali memalingkan wajah, enggan menatap sosok sang ayah. "Bisakah anda pergi dan melupakan saya?"

"Saya sudah sangat di sini," lanjutnya pelan.

"Jemma, sebagai saudara, aku paham betul perasaanmu. Bahkan aku juga mengalami kondisi sama. Tetapi Ibu memanipulasi dan selalu merekayasa semua bukti, banyak orang di mansion yang telah menjadi bawahan secara langsung. Aku rasa kau harus tahu itu," sela Jay.

Dia berharap Jemma memikirkan hal untuk kembali pulang bersama, bukan tanpa alasan Zacharias atau dirinya berani ke sini tanpa alasan dan bukti. Semua terwakili karena Jay tak mau membuat perpecahan antara anak dan ayah kandungnya. Apa lagi sejak sang ayah mulai mengungkapkan kebusukan sang ibu, Jay sampai merana akibat mempunyai ibu yang begitu kejam.

Jay menyuruh tangan kanan sang ayah memberikan semua bukti kepada Jemma. Dari masalah kecil dan besar semuanya ada di dalam amplop. Beserta rekaman kamera pengawas tentang penyiksaan Jemma pun tidak luput dari perhatian, mengemasnya agar Jemma mudah memahami semua bukti tersebut.

Jay benar-benar menjelaskan maksud dari beberapa benda dan foto. Jemma sendiri termangu di tempatnya berdiri. Ia ikut luruh ke lantai, di susul Jay berusaha berlutut di hadapannya sekarang, walau dalam keadaan sulit, lantaran kakinya tidak bisa digunakan keduanya.

"Ayah memang salah, namun kita tidak sepantasnya mengklaim kalau semuanya adalah kesalahannya. Ibu lebih andil dalam masalah ini Jemma," imbuhnya lirih.

"Ayah, Jay ...," panggil Jemma bersuara parau.

Zacharias pun menggiring anak-anaknya masuk dalam pelukannya. Mereka melepas rindu dan mengabaikan kondisi sekitar. Melupakan Pamela yang seorang ibu kandung Jemma. Di posisinya, Pamela justru memandang sosok Jay, adik Jemma. Warna matanya sama seperti dirinya dan Jemma. Pikirannya sampai berkelana atas kemiripan lainnya, itu mirip seseorang yang dia kenal.

Pamela beringsut mundur sambil menggelengkan kepalanya, ini tak benar. Pasti otaknya membuat halusinasi lagi. Sehingga tanpa sengaja dia menyenggol vas bunga dan menimbulkan suara nyaring.

Semua orang melirik ke arahnya. Rasa terintimidasi setelah hilang sekian lama mulai kembali. Tom mencoba menenangkan Pamela yang berubah panik, bahkan Tom sendiri mengetahui masalah mental Pamela. Pamela menganggap semua tatapan itu sebagai permusuhan. Dirinya merasa terpojok dan meracau jika dia bukanlah pembual, sehingga Jemma menghampiri sendiri sosok ibunya guna membantu Tom mengatasi Pamela.

"Bu, tidak ada yang bilang kau pembual. Mari kita ke kamar saja ya?" bujuk Jemma secara lembut. Menghapus kesedihannya beberapa detik lalu.

Tak!

Di matanya, Jemma terlihat seperti Myra. Pamela membentak, "Berhentilah menipu semua orang Myra. Kau tiada henti bilang aku pembual! Apa lagi yang ingin kau rebut dariku? Jawab!"

"Ibu ini aku! Sadarlah!" Jemma kembali menitihkan air matanya. Tiba-tiba ada sesuatu mengganggu diri sang ibu.

"Lihatlah, mereka semua sekarang melihat ku begitu!" racau Pamela ingin memukul Jemma.

Untungnya tangan Pamela ditepis kasar oleh Zacharias, namun itu membuat Jemma kesal karena sang ibu sempat meringis. "Jangan kasar kepada Ibuku!" tegasnya.

Ia ingin menggapai Pamela, Tom menghalangi dan mau tidak mau membuat pingsan Pamela di depan semua orang dengan memukul tengkuknya. Dia membawa Pamela ke kamar dan menyuntikkan obat penenang. Jemma melihat sendiri Tom yang mengenal baik ibunya. Sedangkan dirinya? Hanya seperti orang asing.

"Nona, ini adalah bagian dari Nyonya Pamela yang belum diberitahukan kepada anda. Nyonya akan kambuh jika seseorang mencoba merebut seseorang darinya, itu karena pengalaman kelam beliau setelah melahirkan anak keduanya," ungkap Tom dan sekaligus menjelaskan.

Zacharias bertanya, "Dia juga memiliki anak lagi? Di mana anaknya?"

Tom tidak ingin menjawab pertanyaan Zacharias, tetapi Jemma memaksa. "Ini karena anak Nyonya diculik di saat perjalan menuju pulang, Nyonya berkata mereka memiliki tatapan menyeramkan serta mengancam membunuh anaknya di depan Nyonya. Sayangnya, Nyonya tak bisa menolong anaknya sendiri hingga penculikan itu terjadi. Meminta bantuan kepada polisi dan keluarganya pun, Nyonya dianggap berbohong, sampai ingin menunjukkan jika anak ini hasil dari kesalahan."

"Namun, bukti di hotel sudah tiada dan meminta menunjukkan kamera pengawas jalan pun juga tak ada, mereka mengatakan jika Nyonya Pamela berbohong demi mendapatkan simpati orang-orang," jelas Tom panjang lebar.

Lantas Jemma menoleh ke arah adiknya, adiknya berdiri susah payah dengan bantuan pengawal. Matanya menelisik sesuatu di sosok itu. Mata. Mata mereka sama-sama berwarna biru tua, sedangkan mata ayah mereka berwarna abu-abu.

"Apa Ibu memiliki foto adikku?" Tom mengangguk setelah Jemma beralih kepada Tom.

Tom meminta Jemma menunggu, karena dia ingin membongkar barangnya dan mencari album foto milik Pamela. Mirisnya, hanya ada satu foto berisikan dua orang. Zacharias tidak tahu arah maksud Jemma, dia menunggu apa yang mau dicari tahu. Walau dirinya ikut merasa janggal terhadap kehidupan rumit ini, tetap saja dia harus sadar, bahwa di sini ada benang merah yang menghubungkan semuanya.

Jay malah melirik ke arah Zale. Sebab, Zale itu tinggi dan tampan. Apa lagi kakinya utuh seperti dirinya dulu. Mengingat kaki, Jay jadi tersenyum nanar. Zale menyadari diperhatikan pun membalas tatapan Jay.

Anak remaja di depan matanya ini tampak penasaran pada dirinya. Zale jadi risih akibat lirikan mata Jay berubah sinis diakhiri decihan menghina, membuatnya menoleh. Mengerutkan keningnya heran akan tingkah aneh adik Jemma itu.

"Apa?" tanya Zale ikut sinis.

"Jangan pernah menjalin hubungan dengan Jemma, aku tak mau mempunyai ipar seperti mu!" bisik Jay tidak masuk akal.

Belum permasalahan di depan sana selesai, aura seseorang dari lautan mengubah ekspresi wajah Zale. Napasnya sampai tercekat karena auranya begitu menekan. Bisa-bisanya datang di saat situasi runyam begini.

Jay yang diabaikan pun mendengus, "Hey—"

"Diam lah, kau berisik. Adik dan kakak sama saja!" ketus Zale membalas.

Dia tanpa berpamitan keluar rumah dan mengabaikan panggilan Jemma, membuat Jemma mendelik kalau sesuatu terjadi pada Zale. Di sisi lain, dirinya tak mau meninggalkan ibunya. Guratan kekhawatiran menimbulkan rasa penasaran di diri Zacharias ketika mata putrinya memandang kepergian pria tadi. Dia menepuk pelan pundak Jemma.

"Tolong jaga Ibuku, aku mohon!" pinta Jemma mendadak.

"Nona, fotonya sudah ketemu!" seru Tom bersamaan. Menjulurkan tangannya ke depan.

Jemma melirik ke mana Zale pergi, pria itu tak memiliki siapapun di dunia ini kecuali dirinya seorang. "Aku akan kembali!" putus Jemma.

Ia membuat semua orang bingung dan bertanya-tanya, mengapa terlalu mementingkan Zale ketimbang Pamela di dalam sana? Padahal jelas sekali Zale tak memiliki hubungan apapun.

Bahkan Jay ikut bingung karena tingkah aneh kakaknya, mereka baru bertemu dan ini yang dirinya lihat. Masalah di mana-mana dan semua tak jauh dari perbuatan sang ibu. Tetapi dia baru sadar, wanita di dalam dipanggil ibu oleh sang kakak.

Jay ingin sekali bertanya. Tetapi lidahnya terlalu kelu mengeluarkan kalimat. Bibirnya sampai tertutup rapat karena ini, entah mengapa perasaannya kian risau akibat semuanya.

To be continued ....

Voices In The Ocean : Cursed Man, Zale Merville [on going] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang