⚠️WARNING! INI HANYA CERITA FIKTIF BELAKA. KALAU ADA KESAMAAN DALAM NAMA DAN TEMPAT KEJADIAN, MOHON DIMAAFKAN. SAYA SAMPAIKAN SEKALI LAGI, CERITA INI HANYA FIKTIF!⚠️
Guys, votenya dong! Jgn jadi silent readers anjay.
Kalo ada yg blm vote, vote dulu yaa sayang💕 🔪
___"Di—mana—ini?" Suaranya terbata-bata bergetar. Matanya belum sepenuhnya membantu kesadarannya kembali normal terhadap pandangan sekitar.
Tak lama suara langkah beberapa orang datang dari luar kamar inap, mengalihkan perhatian hingga dia bisa melihat jelas mereka semua. Ada seorang wanita paruh baya berjalan tergopoh-gopoh menghampiri dirinya sambil sesenggukan, namun ada juga pria paruh baya menatap sendu ke dirinya saat ini. Dia yakini keduanya adalah sepasang suami-istri.
"Nak, apa ada yang sakit? Oh, Tuhan, aku sangat bersyukur kau lekas sadar, sayang." Wanita itu kembali menjatuhkan air mata. Tetapi dia masih belum mencerna apa yang sebenarnya terjadi. "Ibu mohon, katakanlah sesuatu!"
"Bersabarlah, sayang. Anak kita baru saja siuman," ujar Zacharias di samping wanita itu, dia berusaha menenangkannya.
"Yang dibilang Paman benar, Bibi. Lebih baik biarkan dia sadar sepenuhnya, tampaknya dia tengah dirundung kebingungan," timpal seorang pria, ternyata ialah Leon.
Orang itu terdiam mencerna segala kebingungan menghantam dirinya. Kepalanya tiba-tiba menjadi sakit dan membuatnya meringis, menambah kekhawatiran semua orang di sana. Mereka memandang cemas, sehingga Zacharias memutuskan berlari keluar memanggil seorang dokter, melupakan tombol merah di dekat brankar.
Tak perlu menunggu lama dokter pun datang, memeriksa pasien di depannya. Dia berbalik sembari menyunggingkan senyum ramah terpatri di wajah keriput. "Sakit yang diderita oleh Tuan Muda akan berlangsung sebentar, ini efek samping dari pasca kecelakaan serta tertidur terlalu lama. Untuk lainnya, tidak ada keluhan berarti ke arah yang fatal."
Semua orang menghembuskan napas lega setelah mendengar perkataan si dokter. "Kalau begitu, saya permisi. Jika butuh sesuatu atau terjadi pada pasien, silakan panggil lewat tombol merah di samping kepala brankar," pamit dokter itu pada akhirnya.
Zacharias sangat malu, sampai melupakan tombol merah di sana. Lalu, perhatian semua orang kembali pada sosok pria bersurai coklat pendek bergelombang.
"Jay pasti senang melihat kakaknya sudah sadar. Bukan begitu, Zac?" Pamela merekahkan senyum haru penuh syukur.
Zacharias mengangguk ringan. "Ya, kau benar. Tapi sebelum itu, biarkan dia melanjutkan istirahatnya."
Leon yang ada di tengah-tengah mereka menyuarakan pendapat. "Aku bisa menjaganya, Bibi dan Paman tak perlu khawatir, kalian pulang saja serta istirahat. Kembalilah besok."
Pamela menoleh. Hatinya terasa enggan, tapi pundaknya diusap lembut oleh Zacharias di sampingnya. "Kau juga harus memperhatikan kesehatanmu."
Mata wanita paruh baya itu menatap sang anak sulung amat sendu. Dia mengusap punggung tangan yang tidak diberi infus, sesekali dirinya menahan air mata di pelupuk. Kecelakaan, ya itu adalah penyebab sang anak berakhir di rumah sakit selama dua minggu terakhir. Senantiasa dia menunggu anaknya membuka mata, namun dirinya di sambut pandangan kosong dengan kehampaan.
Kedua orang di samping Pamela turut merasakan hal serupa. Orang tersayang mestinya dijaga, tetapi mereka menjaga satu orang saja tidak becus. Terutama Leon, sahabat baik pria di depannya. Mulut Leon gatal sekali ingin mengajak sang kawan bercerita tentang apa saja yang terlewati selama tak sadarkan diri.
"Sayang, Ibu dan Ayah akan pulang. Kami akan kembali besok. Ah, Leon, Bibi titip Zale padamu, ya. Tolong jaga dia, hubungi kami jika terjadi sesuatu," kata Pamela bertutur lembut sangat perhatian. "Selamat malam, sayang."
KAMU SEDANG MEMBACA
Voices In The Ocean : Cursed Man, Zale Merville [on going]
Fantasía___ Gadis ini menjalani hari dengan rasa lapang dada. Tiada hari tanpa cobaan melanda dirinya. Walau dicap sebagai orang aneh dan buruk rupa serta perlakuannya yang tergolong kasar, ia akui dirinya hebat bertahan sampai sekarang. Langkahnya memang s...