Bab 5 : Si Tampan Berekor

199 14 0
                                    

⚠️WARNING! INI HANYA CERITA FIKTIF BELAKA. KALAU ADA KESAMAAN DALAM NAMA DAN TEMPAT KEJADIAN, MOHON DIMAAFKAN. SAYA SAMPAIKAN SEKALI LAGI, CERITA INI HANYA FIKTIF!⚠️

Guys, votenya dong! Jgn jadi silent readers anjay.

Kalo ada yg blm vote, vote dulu yaa sayang💕 🔪
___

Suara riak terdengar ribut di telinga. Ia hampir tenggelam jika Zale tidak menggapai tubuhnya dengan cepat. Bahkan ia lupa akan keadaan di atas dermaga yang ricuh karena dirinya melompat ke dalam air. Membawa Jemma terus berada di dekapan Zale, sampai keadaan kondusif.

Beberapa meter menjauhi dermaga, Jemma baru di bawa ke permukaan guna menghirup oksigen. Ia mengambil seluruh udara segar secara rakus, helaan napas lega bercampur sesak akibat terlalu lama di dalam air sungguh menyakitkan. Tangannya memeluk leher Zale begitu erat menuju pantai dekat rumahnya.

"Mereka tampak bersikukuh untuk membawamu pergi," tunjuk Zale menggunakan gerakkan dagu. Reflek Zale merangkul pinggang ramping Jemma.

Sedangkan Jemma masih betah berada di dekat Zale dengan tangan beralih bergelayut di lengan kekar milik Zale sendiri sembari mengangguk membenarkan. "Ya, begitulah mereka," balasnya seadanya.

Cahaya senter hampir menyoroti keberadaan mereka berdua jika Zale tak cepat menyeret Jemma ke arah bebatuan besar yang ada di tepi pantai. Kulit dinginnya bersentuhan langsung oleh Jemma, kehangatan telah lama hilang terasa asing bagi Zale hadir menyentak kesadarannya kembali. Ada rasa gemuruh hebat melanda.

Tanpa sadar jantung keduanya berdegup kencang, telinga tajam Jemma mendengar suara itu dari Zale, melihat kondisi keduanya sangat intim. Sosok indah menawan dari segi visual menakjubkan, wajah tampan datar bersama raut mengernyit itu sungguh membuatnya terpesona. Zale juga sempat memeluk Jemma, dia masih tidak sadar kalau Jemma memperhatikan dirinya sejak tadi.

Hingga detik-detik berikutnya, Jemma merasa mengantuk walau rasa dingin menusuk di kulitnya. Ia lelah dan ingin beristirahat sejenak. Perlahan matanya tertutup terserang kantuk, Zale pun menoleh karena merasakan berat di dadanya. Kemudian tangannya di letakkan di dahi Jemma-demam di saat tak tepat.

Zale meraup wajahnya sendiri. Sudah dibantu dan kini Jemma malah terkena demam di waktu yang tidak tepat. Hatinya merutuki keadaan Jemma sekarang, sebab Zale bingung harus melakukan apa di kondisi begini. Dirinya tak mungkin meninggalkan Jemma sendirian di pinggiran pantai.

Yang ada nanti demam gadis itu semakin tinggi, apa lagi udara malam makin dingin di sela larutnya malam. Seketika matanya melirik ke arah kantung jaket Jemma. Cahaya berpendar sedikit terang mengalihkan perhatiannya sesaat. Tangannya tanpa permisi memeriksa benda apa di balik kantung. Senyum merekah tercipta di detik berikutnya.

"Ini-sungguhan?" gumamnya masih tak percaya.

Matanya bergetar menahan haru kebahagiaan, setelah sekian lama benda seperti mutiara itu tercipta kembali ia dapatkan lagi. Zale bersyukur bisa memilikinya kembali untuk mengubah takdirnya selama ini. Ia menggenggam kuat penuh harap memejamkan mata.

Merapal suatu keinginan sambil masih mendekap Jemma. Sayangnya tidak terjadi apa-apa. Ia termangu sejenak menelaah berbagai macam jenis cara untuk menggunakan benda ini. Tak satupun cara terlintas, ia tetap melakukan hal sama berkali-kali sampai keringat membasahi dahinya.

"Kenapa tidak berhasil? Aku tak mungkin menemuinya untuk menanyakan cara menggunakan ini, yang ada kesempatanku hilang lagi setelah sekian lama!" ujar Zale frustasi.

Kemudian Zale melakukan hal sama lagi entah ke berapa kali, dengan sungguh-sungguh dan keyakinan meluap dalam hati, Zale menyampaikan keinginannya.

Hening. Tidak ada perubahan apapun, hanya suara deburan ombak yang semakin meninggi di tambah tubuh Jemma menggigil kedinginan di dalam dekapannya. Zale menatap sendu sosok Jemma, ia tak bisa melakukan apa-apa untuk menolong gadis ini.

Voices In The Ocean : Cursed Man, Zale Merville [on going] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang