🐡VITO Bab 36 : Keluarga🐡

19 3 0
                                    

⚠️WARNING! INI HANYA CERITA FIKTIF BELAKA. KALAU ADA KESAMAAN DALAM NAMA DAN TEMPAT KEJADIAN, MOHON DIMAAFKAN. SAYA SAMPAIKAN SEKALI LAGI, CERITA INI HANYA FIKTIF!⚠️

Guys, votenya dong! Jgn jadi silent readers anjay.

Kalo ada yg blm vote, vote dulu yaa sayang💕 🔪
___

Tiga hari berlalu. Jemma tidak lagi berpenampilan asal, ia bahkan memakai dress berwarna biru langit di pagi ini. Begitu tampak cantik dan indah secara bersamaan, setiap hari Jemma diperkenankan untuk berpenampilan menarik seperti sebelumnya dan elegan. Ngomong-omong, tes DNA yang Pamela dan Jay jalani ternyata memiliki hasil positif.

Ada kelegaan di batin Jemma melihat semuanya bersatu kembali. Sampai Pamela sempat pingsan karena saking senangnya mendengarkan kabar baik datang pada dirinya. Jemma hanya ikut senang, perjalanan penuh luka ibunya akan tergantikan oleh kebahagiaan diliputi haru.

"Pagi semua," sapa Jemma saat baru sampai di meja makan.

Mereka membalas sapaan akrab Jemma, tetapi tidak untuk seorang Zale. Pria itu acuh dan mengabaikannya sejak malam di mana mereka bersama. Bukannya mempererat hubungan keduanya, Zale malah lebih memilih menjalani tanpa hubungan berarti apapun.

"Nak, duduklah. Jangan terus berdiri di sana," tegur Pamela.

Jemma mengangguk dan berjalan ke arah kursi lain, di susul kedatangan ayahnya ke ruang makan sembari memeriksa waktu di jam pergelangan tangannya. Zacharias melemparkan senyum hangatnya kepada putrinya dan mencium kepalanya sesaat.

Dirinya duduk di bagian ujung satu kursi terletak menunjukkan, bahwa seorang pemimpin keluarga, dan di posisinya dia dapat melihat siapa saja di tempatnya duduk. Mata tajamnya melihat pemandangan tak biasa di beberapa hari terakhir ini. Perhatian seorang wanita kepada anak-anaknya terlihat sangat asing.

Kelembutan sikap wanita itu membuat anak-anaknya betah memandang sosok ibu yang pantas dibanggakan. Bahkan, masakan di meja ini dikerjakan sendiri oleh Pamela untuk anak-anaknya, ralat, anaknya juga. Walau hanya menu sederhana berupa nasi goreng dan telur mata sapi, aromanya cukup menggugah selera.

Zacharias memperhatikan lagi Pamela yang akan duduk di kursinya, dia mengusap lembut pucuk kepala Jay, sampai pipi anak itu memerah malu. Entah mengapa wajah Jay sangat lucu, anaknya benar-benar nyaman di situasi ini.

"Aku dengar dari Asher, Ayah meminta diriku meneruskan pendidikan yang sempat tertunda. Kenapa tidak langsung Ayah katakan saja, dan mengapa harus lewat orang lain?" tanya Jemma bernada rendah.

"Jemma, tolong jangan salah paham. Ayah melakukan itu karena kau butuh pendidikan," tutur Zacharias pelan.

Matanya setengah melirik sang ayah. Meletakkan alat makanya di atas piring yang masih ada makanan tinggal beberapa suap, ia menoleh menatap ayahnya dengan wajah tenang. "Aku menolak, biarkan Jay mendapatkan tempat mu setelah kau tidak mampu."

Kalimat terlontar lancar dari mulut Jemma, langsung membuat Zacharias melihat sejenak sosok Jay. "Ayah telah memberikan posisi itu untukmu, Jemma. Jay akan mengejar cita-citanya sendiri."

"Ayah memang tahu apa cita-citaku?" sela Jay memicingkan mata. "Aku mau menjadi pemain bisbol, sayangnya kakiku hilang satu, itu hanya akan menimbulkan cemoohan bagi keluarga Delmare nanti."

Zacharias menelan bulat-bulat semua kata di mulutnya. Dia melupakan kesukaan anaknya sendiri dan tanpa tahu mau mereka berdua. Sedangkan Jemma menghela napas panjang, ini sarapan yang membosankan sejak kembali ke sini. Ditambah, tiada perubahan sama sekali menurut Jemma.

Ia memandang rumit ayahnya sendiri, kini ayahnya malah terdiam seribu bahasa karena sulit menyahut atau membalas ungkapan sederhana Jay. Jay saja punya mimpi, lantas dirinya tidak punya, begitu? Jelas ia juga punya sebuah mimpi dan cita-cita.

Voices In The Ocean : Cursed Man, Zale Merville [on going] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang