Anin menutup mulutnya tak percaya dengan apa yang di lihatnya ini, asap yang hitam melayang di udara tepat pada rumah Gracia, walau tak banyak namun itu tetap mengejutkan mata. Ia menepikan mobil Gracia di sebrang yang tak terlalu jauh dari rumah Gracia. Terlihat banyak sekali orang berlalu lalang dan tentunya ada pemadam kebakaran juga.
Tangis Gracia semakin deras, ia buru-buru turun lalu diikuti oleh Anin, Gracia berlari sangat kencang menerobos masuk ke dalam gerbang rumahnya namun orang-orang disana menahannya.
Berbeda dengan Anin malah menghampiri bi Ida yang sedang panik juga melihat rumah, ternyata rumah Gracia terbakar hanya bagian dapur namun apinya tetap besar, api merambat ke kamar Gracia karena kamar Gracia tepat di atas letak dapur.
Anin bertanya pada bi Ida yang katanya rumah terbakar gara-gara korsleting listrik di dapur, bi Ida sejak pulang dari pasar itu sangat di buat kaget melihat rumah majikannya terbakar dan ia pun tadi langsung menanyakan ini pada salah satu petugas pemadam kebakaran yang baru saja keluar dari rumah.
Gracia melihat adiknya sedang di gendong keluar oleh salah satu petugas pemadam kebakaran.
"Lepas, itu adek gue ck!" histeris Gracia sembari memberontak dari cekalan orang yang menahannya.
"ZEE!" teriak gracia histeris mengambil alih tubuh zee yang sudah sangat lemah.
Tubuh Gracia luruh, ia menaruh kepala Zee di pahanya, tangannya bergetar memegang pipi adiknya yang terkulai lemas tak berdaya dengan wajah yang pucat di tambah noda noda hitamnya. Bau asap pun sangat menyengat di indra penciumannya.
"Kenapa bisa kayak gini Zee..." Gracia bisa merasakan tubuh Zee sudah lemah, ia semakin takut.
"Gre, cepet bawa Zee ke ambulance!" ucap Anin cepat.
Tubuh Zee saat ini tengah di atas brankar dan di dorong menuju ruang UGD.
"Zee, cici mohon bertahan sayang" Gracia tepat di samping Zee membantu mendorong brankar itu, hatinya sangat hancur melihat kekuatannya saat ini terkulai lemas.
"CEPAT TOLONG ADIK SAYA DOK!" teriak Gracia saat Zee sudah masuk ke ruang UGD.
Dokter masuk dengan tergesa dan Gracia yang akan ikut masuk itu di tahan oleh suster.
"Saya mau ikut, adik saya butuh saya sus!" sewot Gracia pada suster.
"Maaf. Biarkan adik anda di tangani oleh dokter, dan tunggulah di luar" balas suster dan langsung menutup pintu ruang UGD.
Anin yang baru datang menyusul itu pun langsung menahan tubuh Gracia yang hampir luruh kembali, ia mendudukkan Gracia di kursi.
"Nin.." lirih Gracia, Gracia memeluk tubuh anin ia menangis.
Anin hanya diam mengusap punggung Gracia yang bergetar, Anin merasa sangat iba melihat tangis Gracia begitu hebat saat ini.
"G-gue harusnya paksa dia ikut nin semuanya ngga akan terjadi kalo gue paksa dia ikut sama gue" lirih Gracia lagi, suaranya sudah sangat lemah.
"Anin!" panggil Shani, Shani di beri kabar oleh Anin tadi.
Shani langsung menghampiri Anin dan Gracia, ia menyempatkan melihat kaca pintu UGD dan air matanya menetes begitu saja melihat Zee yang terbaring lemah sedang di tangani dokter.
Shani menghapus cepat sisa air matanya, kini pandangannya beralih pada Gracia yang sudah kacau.
"Gre" Shani mendudukkan dirinya di samping Gracia ia mengambil alih tubuh Gracia dan memeluknya.
"Shan adek gue Shan" lirih Gracia, ia mendongak menatap sendu Shani, air matanya terus menerus menetes.
"Gue takut shan" lirih Gracia lagi seraya menahan sesak di dadanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY CICI [END]
Fanfiction"Ketika rasa benci dan sayang sama-sama tinggi" -Gracia