2. Balas Jahil

575 47 24
                                    

Aji berkali-kali melirik ke kiri dan kanan. Jujur saja dia tidak bisa tidur. Padahal di pondok dia sering begadang bersama kawan-kawannya, tapi kan suasananya rame. Ada kasur tidak terlalu empuk tapi nyaman digunakan. Ada bantal dan yang pasti ada makanan. Kalau masih lapar, dia bisa ke area dapur umum dan merebus mie instan dicampur cabe dua atau tiga biji. Belum lagi terkadang ada jatah ngopi kalau lagi tugas jaga.

Sementara di sini? Rasanya horor. Meski di kanan kiri tenda yang dia tempati, ada banyak tenda milik pendaki yang lain, tapi tetap saja Aji merasa sedikit takut. Aih, tahu gini tadi dia jangan kebanyakan ngopi dah!

Entahlah, sejak satu jam yang lalu, Aji merasa ada yang tidak beres. Beberapa kali Aji mendengar suara-suara aneh, entah gesekan daun, desau angin atau ... mungkin suara-suara dari alam lain. Pokoknya bikin merinding.

Aji mencoba memejamkan mata, sayang usahanya tak berhasil. Dia lalu duduk, mencoba melongok pada Keenan yang tidur memunggunginya. Aji merasa iri dengan Keenan yang sejak setengah jam yang lalu langsung mendengkur halus begitu kepalanya menyentuh tas ransel.

"Haih, Gus Ken enak bener tidurnya. Kok bisa sih, langsung tidur? Akunya kok sulit tidur? Apa gara-gara kebanyakan ngopi?"

Aji berusaha memejamkan mata, tapi tak bisa. Dia menghadap ke arah lain sehingga punggungnya bersinggungan dengan punggung Keenan. Posisi ini justru membuat matanya persis menuju ke arah pintu tenda.

Aji begidik. Pasalnya, dia melihat sekelebat bayangan-bayangan yang terlihat hilir mudik di depan pintu. Aji langsung merapatkan sarung, dia berbalik dan wajahnya langsung mengenai punggung Keenan. Keenan kaget dan membuka matanya. Dia sedikit menaikkan kepala lalu menoleh pada Aji.

"Kenapa?"

"I-itu!" tunjuk Aji ke belakang tanpa menatap sama sekali. Dia fokus berlindung di balik punggung Keenan. Keenan melirik ke arah pintu. Rupanya dia juga melihat bayangan-bayangan yang tengah hilir mudik di depan tendanya. Keenan duduk, sementara Aji kian meringkuk. Sarung kini telah menutup sempurna tubuh sang khadam.

Keenan sendiri hanya bisa terkekeh melihat tingkah Aji yang lucu lalu tatapan tajamnya kini terarah kembali ke arah pintu yang jika dia buka resletingnya, maka Keenan yakin, penampakan di depan tenda pasti dapat dia lihat.

Senyum sinis Keenan terbit, dengan pelan dia berpindah ke arah pintu sementara Aji, dia dorong untuk menuju ke tempat dia semula tidur.

"Gus!" cicit Aji bagai suara tikus terjepit jebakan. Aji walau takut tapi akhirnya memilih sedikit membuka kain sarung yang menutupi wajahnya.

"Gus."

Keenan hanya menaruh telunjuk tangan kanannya ke bibir. Kode agar Aji jangan banyak bicara. Aji menurut. Tapi jujur saja dia takut dengan apa yang dia lihat tadi namun Aji juga penasaran dengan apa yang akan dilakukan gusnya itu.

Baik Aji dan Keenan kini benar-benar diam. Mereka sama-sama menajamkan telinga. Suara kasak-kusuk di depan makin terdengar jelas.

"Kamu yakin ini tendanya, Nad?" bisik suara di depan pintu tenda. Meski lirih, tapi Keenan yang memiliki daya pendengaran super tajam bisa mendengarnya. Aji sendiri kini tengah mengorek-ngorek lubang telinga dengan jari, berusaha mendengar suara di depan.

"Iya aku yakin, ini milik si pria sombong tapi good looking."

"Lah terus kita mau ngapain ke sini? Kamu gak bermaksud memperkosa eh memperjakai dia kan?"

"Ngaco! Gak lah, meski kalau dia ngajak aku ya mau. Penasaran juga sama milik dia."

"Hihihi."

Tatapan mata Keenan jadi berkilat marah. Aji sendiri kini makin merinding. Kini bukan merinding karena takut sama hantu tapi pada sosok gusnya yang terlihat marah.

Jodoh Untuk Pak Komting! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang