Seorang wanita berusia dua puluh tiga tahun sedang duduk bersimpuh di depan sofa ruang tengah ndalem utama. Umi Shakeena terlihat sedang berbicara serius dengan Nenek Caca. Lalu keduanya memutuskan sesuatu.
"Begitu saja berarti ini, Umi?"
"Iya begitu saja. Ya sudah semua urusan umi serahkan sama Keena, ya?"
"Nggih, Umi."
Nenek Caca panit menuju ke teras belakang. Beliau ingin menikmati waktu santai sebentar sambil baca-baca. Sementara itu, Umi Shakeena kini balik menatap pada sosok wanita di depannya.
"Maaf lama ya Nduk."
"Mboten nopo-nopo, Umi."
"Oh iya, ini beneran, Nduk Shiren gak mau boyong, balik ke Purworejo?"
"Mboten Umi, Shiren mau banyak belajar di sini."
"Pondok kakeknya gimana?"
"Ada Mas Shahrul, Umi. Anaknya Pakdhe Shohib yang ngurus."
"Oh nggih. Umi kira Nduk Shiren mau ngikuti jejak Mbak Sena, yang sekarang fokus ngerumat pondok abah sama uminya di Cilacap."
Shiren hanya menanggapi kalimat Umi Shakeena dengan senyum. Tidak mungkin kan dia mengatakan secara langsung pada Umi Shakeena kalau alasan utama dia tetap bertahan di Al Hikam ya demi mengejar cinta Pak Komting.
"Nanti Umi tak matur sama Ning Salwa dulu, nggih. Rembugan."
"Nggih, insya Allah sih Budhe mengijinkan, Umi."
Umi Shakeena hanya tersenyum lalu fokusnya kini teralih pada suara salam dari pintu samping. Beliau pun menjawab salam sang putra.
"Jadi berangkat?"
"Jadi Umi. Ini mau pamit. Mbokan Ken pulang malam ya, Umi."
"Iya, batas jam sembilan ya Nang."
"Nggih, Umi. Perasaan Ken kayak anak perawan aja dikasih batas jam sembilan." Keenan terkekeh. Dia kini duduk di samping sang ibu.
"Lah ya kan tetap saja umi khawatir Nang. Habis kalau kamu digondol dedemit di luaran, umi yang repot. Gak nemu lagi anak yang kayak kamu."
"Hehehe. Nggih, Umi. Insya Allah sebelum jam sembilan sudah sampai." Keenan mencium tangan sang umi.
"Sama Kang Aji?"
Keenan menggeleng, "piyambak (sendiri), Umi. Naik motor."
"Ya sudah hati-hati ya Nang."
"Nggih, Umi."
Keenan pamit, dia langsung meluncur mencari sang nenek ke teras belakang lalu kembali ke ruang tengah dan segera pergi setelah berbasa-basi dengan Umi Shakeena. Namun, diantara semua basa-basinya, Keenan sama sekali tak melirik ke arah Shiren. Meski dia tahu ada wanita yang sedang duduk menyimpuh takdim, tapi Keenan bersikap 'masa bodo' seperti biasa. Bahkan tidak tertarik untuk melirik sekali pun.
Pintu samping yang ditutup menjadi bukti nyata jika keberadaan Shiren tetap tak dianggap oleh sang cucu singa. Shiren terlihat mengembuskan napas lirih. Padahal sudah sejak MTs, dia seliweran di area ndalem Al Hikam, tapi sepertinya, keberadaannya lagi-lagi tak dianggap. Suara helaan napas Shiren sampai terdengar oleh Umi Shakeena. Ibu kandung dari Pak Komting tersenyum.
Meski dulu di jaman mudanya, beliau adalah kategori gadis polos. Tapi seiring perkembangan usia dan pengalaman hidup, kini istri dari Abrisam sudah sangat padai menyikapi orang-orang. Terutama para gadis yang jatuh hati sama anak mbarepnya itu.
"Ya sudah begitu saja. Berarti setelah masa tugas di sini mau lanjut ngabdi nggih, Mbak?" Umi Shakeena kembali bersuara.
"Nggih, Umi." Meski sedikit gagap, tapi Shiren menjawab juga dan berusah tenang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Untuk Pak Komting!
RomanceKeenan Ravindra Al Kaivan adalah putra tertua dari pasangan Abri-Shakeena sekaligus cucu tertua dari pasangan Azzam-Caca. Sebagai yang paling tua, Ken panggilan dari Keenan mendapat julukan sebagai Pak Komting. Di usianya yang kini menginjak dua pu...