32. Jadi Manekin

689 57 45
                                    

Meisya hanya bisa menahan kekesalan karena sang calon suami lagi-lagi mengingkari janjinya untuk membeli perhiasan dan keperluan pernikahan yang lain. Katanya ada job mendadak, padahal sudah janjian.

"Sial! Padahal kurang dari lima hari lagi kami menikah, tapi Gus Akhtar malah sibuk mulu, dengan alasan ada job dadakan. Aku gak mungkin nemeni kalau dadakan gini. Terus aku ke Magelang juga gak mungkin. Calon ibu mertuaku kan galak banget!"

Meisya hanya bisa diam. Dia bingung harus bagaimana. Mana untuk acara pernikahannya butuh banyak biaya lagi. Tapi sampai hari ini, Gus Akhtar beserta keluarganya belum memberi uang sebagai tanda besanan lah, atau apapun yang biasanya dilakukan pengantin pria pada umumnya. Jadi keuangan Meisya sama sekali tak ada. Zonk. Padahal untuk pernikahan jelas membutuhkan banyak uang. Dan sang abi tidak bisa memenuhi keinginan Meisya untuk konsep pernikahan impian versi Meisya.

"Abi gak bisa mengadakan resepsi yang mewah, Mei. Kamu tahu uang abi gak cukup."

"Ya minta Umi Arin, Bi!"

"Kamu gila! Pas aku nikahin kedua mbakmu, apa umi kamu ikut bantu Umi Arin? Minimal kasih duit atau bantuan tenaga? Gak ada! Makanya Arin menolak untuk bantu. Dia malah kini lagi balik kampung halamannya, sial!"

"Terus nikahan Meisya gimana, Bi?"

"Penting ijab kabul gampang."

"Loh, gak bisa, Bi. Kamu harus pikirin dong?"

"Pikirin sendiri, lah. Arin juga mikirin sendiri, mana dia dua kali. Kamu kan cuma sekali aja udah bingung, gimana Arin?"

"Ya bedalah, Mbak Arin punya penghasilan. Aku?"

"Makanya ngasilin duit dong, kayak Arin gitu? Jangan cuma medeng doang."

"Terus tugasmu, apa? Bukannya kamu kepala keluarga? Kamu yang harusnya menyukupi kami? Aku, Mbak Arin dan ketiga putrimu?"

Tante Manda tidak terima lalu mendebat sang suami. Menyebabkan Om Sultan marah dan meninggalkan rumah istri keduanya.

"Aku gak mau urusan sama bank! Kamu butuh duit ya terserah kamu mau pinjem ke mana. Bank juga boleh, tapi aku gak mau bayarin."

"Kamu kepala keluarga?"

"Ah, itu urusanmu. Arin juga gitu, kok. Ngapain aku pusing ngurusin Meisya. Yang mau nikah kan dia. Ya urusan dia, lah. Minta sana sama calon suaminya."

"Gus Akhtar belum ngasih duit apapun, Bi? Ayolah, bantu aku nyari duit."

"Ya minta sama siapa lah, keluargamu atau keluargaku. Atau minta aja sama Pakdhe Furqon. Tapi aku gak mau ke sana, kamu aja sana kalau berani. Cuma gak tahu mereka mau ngasih apa enggak."

Kedua pasutri terus bertengkar membuat Om Sultan memilih pergi saja. Entah pergi kemana, Meisya dan sang ibu tidak tahu. Yang jelas, Om Sultan tidak mau terlibat dengan urusan uang untuk pernikahan putrinya itu. Reaksi Om Sultan membuat Tante Manda marah-marah dan terus menyumpah serapah. Meisya yang tidak tahan, memilih pergi dengan mobilnya ke Purwokerto.

Dia mau ngemall bareng Gus Akhtar yang sudah janjian. Bodo amat gak punya duit. Penting pergi. Sayangnya, saat dia memasuki kota Purwokerto, sang calon suami beralasan ada job mendadak. Gagal lah rencana Meisya. Dan begitu memasuki Rita Mall, Meisya malah berjumpa dengan Sena dan Shiren. Melihat kedua sepupunya yang terlihat bahagia dengan menenteng banyak barang belanjaan membuat Meisya iri.

"Kamu bisa seneng-seneng, belanja ini itu gak perlu mikirin duit, sementara aku? Buat beli baju aja aku harus merengek-rengek sama Abi."

Meisya yang terlalu kesal memilih meluapkan emosinya dengan jalan-jalan. Toh dia sedang halangan jadi aman mau jalan-jalan sepuasnya.

Jodoh Untuk Pak Komting! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang