21. Ini Karma

304 50 36
                                    

Gus Akhtar menatap Meisya kesal.

"Kenapa kamu ajak aku ke sini hah?"

"Umi sama Abi mau ketemu kamu. Ya aku gak bisa nolak."

"Ck! Kan aku bilang, nanti. Tunggu aku sama Ning Sena sah dulu."

"Hanya ketemu, Gus. Abi sama Umi gak nuntut aku dinikahi sekarang. Please, kamu udah janji."

Meisya menatap Gus Akhtar penuh permohonan. Gus Akhtar jadi tidak tega. Dia menatap ke kanan dan kiri, cukup sepi. Gus Akhtar kemudian berpikir, setidaknya dia bertemu kedua orangtua Meisya di luar bukan di rumah.

'Gak papalah, toh bapaknya Meisya juga istrinya dua. Pasti bakalan menerima permintaanku, buat jadiin Meisya yang kedua.'

"Gus, please."

Gus Akhtar menatap kepada Meisya.

"Baiklah, ayo dimana kedua orang tuamu."

"Di sebelah sana, ayok."

Meisya tanpa malu melingkarkan kedua tangannya di lengan kanan Gus Akhtar. Gus Akhtar kaget, dia risih.

"Mei, lepas!"

"Gak ada orang, Gus. Santai."

Meisya yang saking senangnya tak peduli penolakan Gus Akhtar. Gus Akhtar pasrah dan mengikuti saja kemana Meisya membawanya. Sampai di sudut rumah makan yang luas, baik Meisya dan Gus Akhtar langsung berhenti. Mata keduanya melotot. Bahkan wajahnya jadi pucat.

Sementara di bagian tempat lesehan, banyak mata yang menatap keduanya tak kalah terkejut. Kecuali Tante Manda, suami dan madunya. Mereka justru penasaran dengan sosok Gus Akhtar.

"Mei, sini! Duduk sini, alhamdulillah kalian sudah datang." Tante Manda menyambut anak dan calon menantunya dengan semringah.

Meisya dan Gus Akhtar masih berdiri diam. Mereka terlalu shock dengan banyaknya orang yang berkumpul.

Gus Akhtar tidak tahu harus berkata apa. Dia melirik Meisya yang juga sedang meliriknya takut-takut. Lalu Gus Akhtar menatap pada Sena yang justru fokus menatap ke lengan kanannya. Gus Akhtar menoleh, dia kaget dan langsung melepas kasar pegangan Meisya. Meisya kaget dengan perlakuan kasar Gus Akhtar.

"Kalian ngapain berdiri saja? Ayo duduk."

Tante Manda membawa putrinya dan Gus Akhtar untuk duduk. Tante Arin menatap sinis tingkah Meisya yang habis gelendotan mesra sama cowok. Om Sultan juga tampak kurang suka. Dia melirik pada pakdhenya, Kyai Furqon yang juga sedang menatap sinis pada keponakannya.

Om Sultan menunduk, dia kesal dan semakin kesal saat mendengar ucapan istri pertamanya.

"Kedua anakku memang gak secantik Meisya tapi masih ngerti bab muhrim dan non muhrim. Ck! Awas loh Bi, jadi dosamu gak bisa bimbing istri sama putrimu, huh! Jangan jarkoni di depan jamaahmu saja loh, Bi!" bisik Tante Arin.

Om Sultan masih diam saja sementara Tante Manda masih asik beramah tamah dengan Gus Akhtar.

"Makasih sudah pada datang. Mbak Salwa, Umi, Abah, Kyai Sepuh, Bu Nyai Sepuh, semuanya ini loh, Gus Ghifari."

Sena dan keluarganya saling memandang. Sena sendiri hanya bergumam lirih dan hanya dia yang bisa mendengar.

"Akhtar Al Ghifari." Begitulah gumam Sena.

"Abi, ini loh calon mantu kita. Ganteng kan? Meisya gak salah pilih kan? Ini katanya yang biasa itu loh, Bi. Mimpin sholawatan."

"Oh ya? Memang namanya siapa?" tanya Om Sultan.

Tante Manda mencecar Gus Akhtar yang dengan gugup menyebut namanya.

"Akhtar Al Ghifari."

"Akhtar? Gus Akhtar?" tanya Om Sultan.

Jodoh Untuk Pak Komting! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang