9. Bukannya Medit Tapi Sulit

436 51 67
                                    

"Ken!"

Baik Keenan dan Aji menatap pada seorang wanita bergamis syar'i yang memanggil nama Keenan.

"Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam," Kompak Keenan dan Aji.

Sementara wanita yang baru saja mengucap salam tersenyum. Cantik sekali membuat Aji yang tadi sedang menyeruput minuman jadi melongo. Keenan sendiri hanya menaikkan satu alisnya. Setelah menatap sang wanita selama lima detik. Dia mengalihkan tatapan. Selain gak bagus memandang non mahram, Keenan sedang mengingat-ingat, siapa sosok yang menyapanya. Ya ampun, sifat amnesia Keenan kambuh lagi.

"Boleh aku duduk sini? Masih ada yang kosong kan?" Sang wanita meminta ijin. Namun sebelum ijin diberikan, dia sudah menarik kursi yang dekat dengan Keenan.

"Stop!"

Keenan menatap Aji, "Geser!"

Aji mengangguk, dia berdiri, lalu bagai pengawal gagah berani, dia mempersilahkan wanita yang baru datang untuk duduk di kursi yang tadi Aji duduki.

Sang wanita sedikit kaget, namun kemudian seulas senyum dia terbitkan. Tanpa banyak kata, sang wanita duduk di depan Keenan, Aji pun duduk di samping gusnya.

Karena tahu posisi dirinya dan sang wanita hadap-hadapan, Keenan memutar kursi dan kini malah jadi di samping bareng Aji. Sang wanita tertegun, ada rasa sedih karena Keenan tak mau melihatnya. Namun tak apa. Bisa berjumpa dan duduk satu meja dengan lelaki yang pernah menyelamatkannya, itu sudah suatu anugerah.

"Kalian sudah makan ya? Wah sayang, padahal kalau belum, bisa bareng. Apa? Mau kupesankan lagi? Aku yang traktir." Sang wanita masih mempertahankan mimik wajah cerianya.

Aji tersenyum kikuk lalu menatap ke arah Keenan. Keenan sendiri tampak cuek dan sedang menyeruput es capuchino kesukaan.

"Mau kupesankan lagi? Atau minum—"

"Gak!"

"Oh."

Keenan dan sang wanita saling menatap sebentar. Sang wanita kembali tersenyum sementara Keenan kembali mengernyitkan dahi.

"Sibuk apa sekarang, Ken? Masih suka kabur dari cewek-cewek pemujamu, gak?"

Keenan hanya diam. Sama sekali tak menjawab.

"Hehehe, pasti masih suka kabur-kaburan." Wanita tadi terkekeh sementara Keenan hanya menatap datar.

"Aku gak nyangka kita ketemu di Kebumen. Kupikir kamu orang Jogja, kan kita selalu ketemu di Jogja."

Sang wanita terus nyerocos. Dia yang mendominasi percakapan, Aji terlalu terpesona pada kecantikan sang wanita sementara Keenan seperti biasa. Masa bodo. Dia hanya menanggapi sang wanita dengan irit ngomong.

"Wah, sudah sore. Aku duluan ya? Ken jangan lupa balas pesanku, kamu gak pernah balas pesanku. Kali ini tolong jangan begitu, apalagi untuk aku yang baru belajar ini. Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam."

Sang wanita tersenyum sekali lagi. Dia lalu berbalik dan segera melangkah pergi meninggalkan kafe. Meninggalkan Aji yang masih terpesona sementara Keenan malah sedang menggaruk keningnya.

"Masya Allah, cantike puol. Kayak model asal negeri Ratu Elisabeth. Huwaaaa!" pekik Aji, heboh.

Keenan menatap Aji dengan tatapan datar. Aji masih heboh menceritakan kecantikan wanita yang beberapa menit lalu baru saja pergi.

"Ya Allah, Mbak Maria cantik banget, Gus. Ya kan?"

"Maria? Maria siapa? Maria Marcedes apa Maria Belen apa Dulce Maria?"

Jodoh Untuk Pak Komting! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang