Keenan sedang sibuk dengan berbagai kertas yang berserakan, laptop menyala dan suara murtotal Al-Quran juga ada. Selain dirinya ada Aji yang senantiasa menemani sambil nonton TV dan menyetrika baju. Ya baju-baju Keenan. Sebetulnya, kalau lagi senggang, Keenan bakalan mengurusi urusan bajunya, tapi belakangan ini dia terlalu sibuk, sementara kang ndalem setianya terlalu free. Jadi urusan perbajuan Keenan diatur sama Aji. Sementara kebersihan rumah, sama Kang ndalem lainnya. Urusan makan? Keenan tinggal meluncur ke rumah Kakeknya. Minta makan pada sang umi yang dengan sangat bahagia akan memasakkan berbagai jenis makanan yang selalu enak.
Aji sendiri adalah kang ndalem yang mengabdikan diri pada Keenan, dia tidak mau mengajari santri junior, padahal ilmunya mumpuni. Paling dia hanya ikut dalam barisan keamanan pondok, hobby marahin dan menghukum santri nakal lalu kembali ngintilin Keenan kemana-mana. Kalau tidak ada kegiatan lain, dia akan ikut simakan bersama Kakek Azzam atau Abah Abri. Atau kalau benar-benar free dia memilih santuy di kamarnya.
"Gus!"
"Dalem."
"Gus kayak lagi kecapean?"
"Banget."
"Tahu gitu kenapa kemarin muncak, Gus?"
"Buat healing, nyari inspirasi biar bisa kumpulin imajinasi dalam bentuk-bentuk apresiasi diri."
"Ceileh! Bahasane njenengan, Gus!"
Keenan hanya tertawa. Dia lalu mengambil satu toples kukis rasa cokelat yang masih terisi setengahnya. Kukis yang langsung diberikan sang ibu sebagai jatah untuknya.
"Ini kamu mau gak? Kamu kan suka lembur siapa tahu butuh asupan yang manis-manis," tawar Umi Shakeena saat menerima tas warna ungu berisi lima toples kukis.
"Boleh lah. Kalau gak Ken makan, paling dihabisin sama si Aji."
Umi Shakeena menyerahkan tas ungu berisi dua toples kukis. Dimana satu toples sudah habis kemarin malam dalam satu jam. Dan kini, ada satu toples lagi yang dia irit-irit karena stok sudah menjerit.
"Gus."
"Dalem."
"Kukis yang kemarin ya?" tanya Aji saat melihat Keenan sedang menikmati kukis sendirian. Aji kemarin juga memakannya bareng sang gus. Dan rasanya uenak. Makanya Aji mau nyicipi lagi.
"Iya."
"Hehehe, nyuwun?" Aji yang sudah menyelesaikan menyetrika dan sudah mencabut colokannya, menengadahkan tangan.
Keenan mencebik, dia lalu memberikan tiga potong kukis pada Aji yang langsung melotot.
"Ya Allah Gusti, cuma tiga biji, Gus? Itu di toples masih setengah loh! Kenapa gak lima kek, sepuluh kek?!" teriak Aji.
"Kamu kok sewot, ini aja sudah kukasih loh, malah ngatur harus aku kasih berapa biji."
"Ya elah, Gus. Kemarin aja gak peritungan, kenapa sekarang peritungan?"
Aji masih tidak mau mengalah. Demi lima sampai sepuluh biji kukis, dia akan terus meminta meski harus ikutan berteriak.
"Suka-suka akulah. Ini kan punyaku."
"Ayolah, Gus. Tambahin, please?" Aji memasang wajah memelas.
"Gak ada! Tuh, di lemari banyak kue kering, kacang, kwaci, apa aja. Ambil sana! Habisin gak masalah."
"Tapi saya maunya itu?" tunjuk Aji pada kukis dalam pelukan Keenan.
"Gak ada! Ini jatah lemburku."
"Ya elah, Gus. Jangan pelit kenapa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Untuk Pak Komting!
RomanceKeenan Ravindra Al Kaivan adalah putra tertua dari pasangan Abri-Shakeena sekaligus cucu tertua dari pasangan Azzam-Caca. Sebagai yang paling tua, Ken panggilan dari Keenan mendapat julukan sebagai Pak Komting. Di usianya yang kini menginjak dua pu...