39. Pesan Provokasi

453 50 36
                                    

Lima orang wanita tampak begitu sibuk menatap ke arah yang sama, yaitu sebuah kerudung dengan warna hijau cerah yang sangat menyilaukan mata. Lalu salah satu dari mereka berkomentar.

"Serius ijonya mau yang ini? Apa gak ada yang lain?"

"Ya begitu, Tin. Kan mintanya warna ijo."

"Tapi gak ijo ini juga kali?"

"Hehehe, lah adanya ini doang. Udah diputerin cuma toko ini yang nyedia banyak."

"Ah, iya juga sih Njel. Cuma kok di mata ngejreng amat ya? Buat ibuk-ibuk loh ini."

"Terus gimana? Lah wong acaranya besok, gak keburu nyari di shipo, apa mau ke Purwokerto?"

"Kalau di Jogja pasti ad—"

"Jangan bawa-bawa nama Jogja, Purwokerto sama Magelang ya banyak."

Ida berkata dengan mimik judes seperti biasa. Sementara Shada terlihat sedang berpikir. Ana yang melihat kedua saudaranya tampak mikir keras akhirnya bersuara.

"Nggak usah bahas Purwokerto, Magelang sama Jogja, aku yakin di Temanggung ya banyak. Cuma ini kan kita di pasar kecil aja, makanya stok dikit. Mungkin kalau ke pusat kota Temanggung bakalan nemu."

"Iya juga ya, Pri. Cuman angkotnya itu loh, gak ada. Mobil lagi dipake sama Eyang lah Pak Kom juga. Grab? Juga susah. Kita aja tadi ke sini numpang mobil bak terbuka."

Ana tak bersuara, hanya helaan napas sebagai tanda dia pun juga bingung. Karena ini adalah ruko ke sepuluh yang mereka datangi dan hasil akhirnya tidak menemukan yang dicari, lima gadis memilih berjalan saja.

"Kita mau kemana nih?" tanya Ida kepada empat rekannya.

"Mbakso dulu yuk, aku laper," pinta Shada.

Kelima gadis akhirnya memilih makan dulu. Mereka pun menuju ke sebuah warung bakso yang cukup terkenal di area pasar. Sengaja mereka memilih duduk lesehan.

Mereka memesan bakso dan minuman. Sambil menunggu makanan datang, mereka memegang ponsel masing-masing. Tidak ada satupun yang berbicara atau mengajak ngobrol. Mereka fokus ke ponsel masing-masing. Termasuk Sena.

Sena membuka aplikasi whatsapp miliknya. Dia membuka pesan yang baru masuk atau terlambat masuk. Maklum, sinyal di pondok sedikit susah jadi banyak yang nyangsang dulu di area pegunungan. Jadi begitu ada sinyal, semua pesan datang. Sena dengan telaten membalas pesan yang harus dibalas. Hingga pesan beruntun datang ke ponselnya.

Mata Sena membelalak, melihat banyak pesan gambar yang dikirimkan oleh Meisya. Foto-foto yang Meisya kirim, kebanyakan foto yang menjurus ke hal-hal tak senonoh dan tidak pantas dijadikan konsumsi publik. Sena memekik, membuat rekan-rekannya kaget.

"Kenapa?" tanya yang lain.

"Gak papa. Temenku kirim pesan yang bikin kaget. Mana dia itu sukanya heboh. Kayak Shada. Hal biasa jadi seolah-olah luar biasa." Sena menampilkan senyumnya.

"Oooo begitu."

Keempat gadis yang lain akhirnya kembali fokus ke ponsel masing-masing, lagi. Sena pun kembali menatap ponselnya. Sambil beristighfar, Sena segera memasang mode pesan, dimana gambar tidak perlu langsung terdownload otomatis. Dia pun langsung menghapus semua foto kiriman Meisya yang tadi sempat dia lihat. Dalam hati Sena terus beristighfar sambil misuh-misuh.

'Astaghfirullah, Meisya. Apa yang dia harapkan dengan mengirim foto romantisnya dengan Gus Akhtar ke aku? Apa dia bermaksud memprovokasi aku? Buat apa? Toh aku sama Gus Akhtar udah selesai.' Sena membatin.

Dia ingin abai, tapi rupanya Meisya memang sedang berusaha memprovokasi Sena. Kiriman gambar mesranya dengan sang suami terus dia kirim. Membuat Sena jadi kepikiran tapi tidak berani mendownload gambar. Bahaya!

Jodoh Untuk Pak Komting! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang