33. Gak Bisa Menghindar

662 55 38
                                    

Keenan hanya melirik sekilas gadis di depannya lalu kembali menyuapkan makanan ke dalam mulut. Sementara itu, sang gadis berusaha mempertahankan senyum manisnya di depan semua orang.

"Mbak Maria katanya mau lama di Jogja, kok sudah pulang?"

"Soalnya, urusan saya sudah selesai Umi."

"Ooo. Ya sudah, monggo balik ke asrama dulu, nggih. Istirahat."

"Iya Umi. Umi, Abah, Abah Sepuh, Umi sepuh, mari! Maria duluan, assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam."

Maria mencium tangan dua wanita kesayangan Al Kaivan, lalu dia melemparkan senyum manis pada dua lelaki paruh baya dan kakek tua yang duduk di samping istri masing-masing. Selanjutnya Maria melirik ke arah Keenan yang dengan sangat santai sedang mencocol jengkol ke sambel terasi buatan umi tercinta. Mana didampingi lauk sama gesek peda, beh! Nikmatnya luar biasa. Bahkan kecantikan Maria sama sekali tidak mampu mengalahkan kenikmatan si jengkol yang berbaur dengan sambal terasi dan gesek beda.

Dengan tetap memasang wajah ceria dan senyum bak gulali, Maria menyingkir dari kediaman Kakek Azzam. Begitu berbalik wajah antagonis Maria terlihat menyeramkan. Tetapi Maria tak bisa melakukan apapun selain terus berjalan menuju asrama. Maria harus jaga image baiknya.

Selang beberapa menit, ada Aminah dan Shiren yang sedang sibuk membawakan pisang goreng yang baru digoreng. Seperti biasa Shiren akan melakukan berbagai cara untuk menarik perhatian Keenan. Sayang, wajah cantik, senyum manis bahkan perkataan manis Shiren, hanya bagai angin lalu. Keenan tetap fokus dengan makanannya.

"Ini pisang gorengnya, Gus!" ucap Shiren lembut.

Keenan hanya merespon lewat anggukan dan kembali fokus makan. Karena pisang goreng sudah di meja, mau tak mau Shiren harus kembali ke dapur.

Sampai di dapur, wajah Shiren terlihat kesal. Aminah melirik tingkah Shiren lalu menahan tawanya. Aminah lalu mengecek dapur, dia langsung semringah.

"Widih! Wes kinclong, kamu itu selalu bikin aku bahagia, Mbak Se. Makanya begitu kamu boyong ke Cilacap, daku selalu merindukan 'ringan tanganmu' dan traktiran jajan darimu."

Sena hanya terkekeh sambil mengelap kedua tangannya dengan serbet bersih. Dia lalu meletakkan kembali serbet itu di tempatnya.

"Balik kan?"

"Iya nanti lah. Nungguin sarapan selesai."

Tiga wanita menunggu di dapur hingga panggilan Umi Shakeena membuat tiga gadis segera menuju ke ruang makan dan membereskan meja makan.

Tiga gadis baru bisa keluar dari ndalem pukul sepuluh siang dikarenakan sarapan pagi keluarga ndalem yang molor. Saat akan menuju ke gerbang ndalem, mereka melihat mobil kesayangan Keenan sudah berada di halaman dengan Aji yang sibuk menata banyak barang ke dalam bagasi. Ketiganya diam, namun hanya sebentar karena Sena langsung mengajak kedua rekannya balik ke asrama.

"Ji, gak ada yang tertinggal kan?" Suara Keenan yang cukup lantang terdengar membuat tiga gadis refleks berhenti.

"Sampun, Gus."

"Punyamu gak ada yang ketinggalan juga kan? Soalnya kita ada semingguan di Jakarta."

"Mboten, Gus. Sudah masuk semua. Aman."

"Oke. Ayo berangkat."

"Siap, Komandan!"

Keenan dan Aji, masuk ke dalam mobil. Tak berselang lama mobil pun melaju meninggalkan kediaman Al Kaivan.

"Gus Ken mau kemana ya Mbak?"

"Lah kan kamu tadi dengar sendiri Mbak Shiren. Guse mau ke Jakarta."

"Kok gak dianter sama para sesepuh ya?"

Jodoh Untuk Pak Komting! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang