Gus Akhtar hanya bisa menunduk saat keluarga besarnya memarahi dia. Sang umi adalah orang yang paling menyalahkan kebodohan sang putra.
"Kamu itu mikir apa, hah? Kamu menggantikan sosok Ning Sena, yang anak seorang kyai, leluhurnya dari jaman dulu sampai dia, sudah jelas nasabnya keturunan kyai, pengasuh pondok pesantren. Baik keluarga abah dan uminya. Dia hafizah, hapal 30 juz. Sarjana! Lah ini kamu gantikan sama ... sama ya Allah, Akhtar. Dia itu cuma anak ustaz aja. Ustaz apaan sih? Gak terkenal juga. Emang ada wajahnya wara wiri di TV atau di yutub. Jangankan di yutub, emangnya dia ceramah kemana sih? Emangnya laku? Gak ada! Mana sosok ibunya nasabnya juga gak jelas, tahu gak kamu?!"
Gus Akhtar menggeleng.
"Ya mana kamu, tahu! Wong kamu mikirnya pakai dengkul bukan otak. Kalau pakai otak, gak gini kelakuan kamu. Duh Gustiiii!" pekik Bu Nyai Zulfalah.
"Ustaz Sultan itu nikahin ibunya Meisya secara siri. Terkenal dulu kasusnya jaman Umi masih muda."
Bu Nyai Zulfalah menatap putranya galak. Gus Akhtar jadi mengkerut. Sosoknya yang tinggi sedang dan boleh dikata kurus terlihat makin mengkerut gara-gara rasa takut pada sang ibu.
"Dengar itu, siri! Umi bahkan gak yakin di akta kelahirannya ada nama bapak dia. Kamu kok ya goblok, Akhtaaaaar!" pekik Bu Nyai Zulfalah.
"Koe iki mikir opo to, Taaaarr. Kamu mau bikin malu abah sama umi kamu, mau ditaruh dimana muka kami, hah?!" lagi-lagi Bu Nyai Zulfalah berteriak. Sang suami meminta istrinya untuk tenang.
"Umi tenang." Kyai Ghofur meminta istrinya untuk tenang.
"Tenang gimana, Bah? Gimana Umi bisa tenang lihat kelakuan anak kita? Sudah benar sama Ning Sena malah, agghhhh!" Bu Nyai Zulfalah hampir ambruk saking emosinya. Beruntung suami dan putrinya langsung menangkap Bu Nyai Zulfalah.
Kyai Ghofur meminta istrinya duduk. Begitu sang istri sudah duduk, dia meminta putrinya, Ning Asma untuk mengambilkan minum.
"Ambilin minum buat umi kamu, Asma."
"Iya, Bah."
Ning Asma langsung menuju ke dapur lalu tak berselang lama dia kembali dengan segelas air putih untuk sang ibu.
"Umi, minum dulu."
Bu Nyai Zulfalah meminum air pemberian putrinya beberapa teguk. Setelahnya, dia menjadi lebih tenang.
Gus Akhtar hanya bisa melihat saja, dia tidak berani mendekati sang umi yang masih meledak-ledak. Tapi, begitu yakin emosi sang ibu sudah sedikit lebih baik, Gus Akhtar kembali berbicara.
"Akhtar gak bermaksud nikahin Meisya kok, Umi. Akhtar ya nikahnya sama Ning Sena."
"Terus kamu nemui orang tua Meisya buat apa hah? Buat main sinetron gitu?!" teriak Bu Nyai Zulfalah. Emosinya kembali tersulut.
"Dengerin Akhtar dulu, Umi. Sebentar saja," pinta Gus Akhtar dengan wajah memelas.
"Kalau begitu jelaskan!" perintah Bu Nyai Zulfalah. Tegas. Matanya masih mendelik pada sang putra.
Gus Akhtar akhirnya menjelaskan kalau dia tetap akan menikahi Sena dan menjadikan Meisya istri kedua. Namun pernikahan dengan Meisya akan dia sembunyikan. Sayangnya, dia malah ketahuan dulu oleh keluarga Sena secara tak sengaja tadi siang.
"Jadi maksudmu, kamu mau bermain curang begitu? Nikah diam-diam?" kini Kyai Ghofur yang tampak emosi.
"I-iya Bah," jawab Gus Akhtar takut-takut. Pasalnya wajah sang abah kini lebih menakutkan daripada sang ibu. Wajah abahnya seolah-olah seperti malaikat pencabut nyawa.
"Iya apa? Iya mau poligami gitu?"
Gus Akhtar mengangguk.
"Terus gak mau ngasih tahu Umi sama abahmu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Untuk Pak Komting!
RomanceKeenan Ravindra Al Kaivan adalah putra tertua dari pasangan Abri-Shakeena sekaligus cucu tertua dari pasangan Azzam-Caca. Sebagai yang paling tua, Ken panggilan dari Keenan mendapat julukan sebagai Pak Komting. Di usianya yang kini menginjak dua pu...