30. Suami Saya

505 51 111
                                    

Gus Akhtar masuk ke dalam mobilnya dengan wajah yang sudah nano-nano warnanya. Campuran antara marah, kesal, malu, dan turun gengsi beserta harga diri. Paket komplit. Meisya yang melihat calon suaminya terlihat sedang tidak baik-baik saja, tentu menanyakan ada apa? Jawaban Gus Akhtar membuat Meisya geram tapi hanya mampu diam.

"Brisik! Bisa gak sih kamu gak ngerecokin aku dulu? Kalau gak bisa diam, keluar! Kalau mau satu mobil, diam. Mingkem!"

"Kamu kok marah-marah sih, Gus! Aku kan-"

"Diam!!! Kalau gak bisa diam, keluar!" Lagi-lagi Gus Akhtar berteriak, membuat Meisya tak bisa berbuat apa pun kecuali diam.

Mobil Gus Akhtar akhirnya membelah jalan dengan kecepatan yang membuat jantung Meisya jumpalitan. Dia meminta Gus Akhtar untuk pelan namun raut wajah galak menyeramkan yang timbul, membuat Meisya hanya mampu diam ketakutan dengan bibir komat-kamit mengucap doa keselamatan.

Perjalanan hampir memakan waktu tiga jam berhasil dilalui Meisya dan Gus Akhtar. Mobil telah sampai di terminal Purworejo.

"Keluar!" perintah Gus Akhtar membuat Meisya kebingungan.

"Loh, Gus! Kita kan mau beli perhias-"

"Keluar!!!" Gelegar suara Gus Akhtar menggema di mobil.

Meisya yang ketakutan karena sosok Gus Akhtar sedang tidak bersahabat akhirnya turun. Belum juga dia menutup pintu, pintu sudah ditarik dengan paksa dari dalam dan belum sempat kekagetan Meisya hilang, mobil yang dikendarai sang calon suami sudah pergi begitu saja meninggalkan dirinya. Meisya awalnya diam saja, hingga suara salah satu calo terdengar.

"Mbak mau ke mana? Ke Semarang apa Jakarta? Apa Jogja?" tanya salah satu calo.

Meisya menatap pria usia pantaran empat puluhan dengan mulut melongo. Kemudian dia mengedarkan tatapan.

"Ini dimana?"

"Terminal Purworejo, Mbak."

"Apa?!"

Meisya menatap ke bapak calo lalu mengedarkan tatapan ke sekeliling. Ternyata benar, dia diturunkan di terminal bukannya rumah apalagi toko perhiasan. Akhirnya, Meisya benar-benar menyadari dimana dia saat ini.

"Sial!"

Meisya terus mengumpati calon suaminya. Sementara sang calo malah jadi bingung dan hanya memperhatikan. Meisya lalu mengambil ponselnya.

"Umi, tolong minta Pak Yanto jemput Meisya di terminal Purworejo."

"Kenapa kamu di terminal? Bukannya kamu lagi sama Gus Akhtar?" Suara di seberang sana terdengar melengking di telinga.

"Pokoknya jemput sekarang! Mei lagi gak ingin cerita, ntar aja di rumah."

"Oke."

Meisya mengakhiri sambungan, dia lalu menatap galak pada sang calo, "Aku udah ada yang jemput! Pergi sana!" usirnya dengan tidak sopan.

Sang calo berbalik dengan menggerutu, "Dih, cakep sih iya tapi galak dan sombong. Mana ada cowok yang mau sama kamu, Mbak."

Sang calo terus menggerutu hingga dia menemukan mangsa lain. Segera saja dia menghampiri, siapa tahu butuh bantuan mencari bus dengan tujuan tertentu. Lumayan, tambahan duit buat makan.

***

Keenan sampai di rumah menjelang ashar. Dia langsung menuju ke rumah dulu, mau mandi. Ke rumah sang kakek gampanglah. Toh, keluarga besarnya belum akan pulang. Masih pada betah liburan di sini.

"Miaw."

Suara kucing jantan terdengar. Keenan tersenyum dan langsung membungkuk.

"Pus pus, sini Nak."

Jodoh Untuk Pak Komting! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang