1. Good Looking Is Everything

1.1K 79 48
                                    

Seorang pria berusia dua puluh delapan tahun sedang asik menatap keindahan panorama alam dari salah satu spot di Merbabu. Dia belum sampai ke puncak karena perjalanan yang dia tempuh sedikit terlambat soalnya dia tidak sendirian. Dia bersama salah satu kawan yang jalannya lelet sekali, sering tertinggal, dan minta rebahan.

Sang pria menatap ke belakang, dia berdecak, saat dilihatnya sang rekan muncak belum terlihat.

"Udah dibilangin gak usah ikut, nunggu aku di tempat Aunty Abel aja. Ck! Ngeyel. Lima menit gak kelihatan, tak tinggal beneran dah!" gumamnya.

Sang pria akhirnya memilih menunggu sambil menikmati panorama alam di sekitarnya. Lafal tasbih tak pernah lepas dari bibir dan hatinya. Matanya yang tajam dengan alis yang sama tebalnya menambah kesan jantan pada garis wajahnya yang sudah tampan rupawan dengan sedikit jambang yang dia biarkan tumbuh tipis-tipis saja. Tidak terlalu subur karena kalau terlalu subur nanti dikira hutan tropis. Tapi kalau tipis-tipis malah jadi manis. Halah.

Tak berapa lama, ada sosok lain yang datang tergopoh-gopoh lalu dengan sangat tidak berperasaan, sosok yang baru datang menjatuhkan begitu saja tas ransel yang dia bawa. Sementara tubuhnya, dia dudukkan dengan hati-hati di atas rerumputan hijau. Tidak mau dia bokongnya kenapa-kenapa. Cukup kakinya saja yang pegal, telapak kaki sepertinya juga lecet, jadi ... jangan nambahin bokongnya pula harus ikutan memar apalagi tambah tepos. Soalnya itu aset berharga meski tepos.

Lelaki yang baru saja duduk langsung menenggak habis satu botol air mineral dalam beberapa kali tegukan. Bunyi yang ditimbulkan oleh naik-turunnya jakun si lelaki terdengar cukup nyaring hingga membuat pria yang sejak tadi berdiri, berdecak sinis.

"Haus, Gus! Capek pula." Pria bernama Aji yang memiliki usia yang sama dengan Keenan, lelaki yang masih berdiri dengan gagahnya, terlihat cuek dan kembali meneguk air mineral di botol yang lain.

"Kan sudah kubilang, gak usah ikut, tunggu di rumah Aunty Abel, ngeyel," sinis Keenan.

"Dan membiarkan njenengan pergi muncak sendirian?"

"Aku bukan anak kecil! Tinggiku lebih dari kamu."

"Ya ya ya, terserah. Tetap saja, saya gak bisa biarin Gus Ken pergi sendirian. Apalagi ke gunung yang masih suka ada hawa-hawa mistis. Hiiii, ntar njenengan dibawa kuntilanak gimana? Atau dedemit penunggu Gunung Merbabu gimana, hayo?"

Keenan tak menjawab. Dia hanya diam dan memilih menatap ke arah kejauhan lagi karena mendengar sayup-sayup suara rombongan yang baru datang.

Aji justru menoleh ke arah rombongan. Dia tersenyum pada beberapa orang yang dia lihat baru datang dan ikutan beritirahat di spot yang sama dengan Ken-Aji.

'Sepertinya anak mapala,' batin Aji.

Aji mulai menghitung, rupanya rombongan terdiri dari sekitar dua belas orang dengan empat wanita yang ikut dalam rombongan. Empat wanita menebarkan senyum ramah pada Aji. Aji mengangguk dan ikut tersenyum.

Empat wanita kini beralih menatap ke arah Keenan. Mereka lebih melebarkan kedua bibir, bahkan masing-masing membiarkan gigi mereka terlihat. Senyum yang kelewat lebar dibandingkan saat mereka senyum pada Aji.

Keenan yang diberi senyuman, bersikap cuek. Tidak menoleh sama sekali. Bahkan ketika salah satu pemimpin rombongan yang Aji tahu bernama Bagus, karena sang pemimpin memperkenalkan diri dan rombongan, Keenan menyalami para lelaki dengan mimik muka datarnya.

Dan ketika empat wanita mengulurkan tangan berebutan, Keenan hanya membiarkan empat tangan menggantung di udara. Empat wanita masih mengulurkan tangan, minta jabatan. Masing-masing bahkan menyebutkan nama mereka.

Jodoh Untuk Pak Komting! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang