19. Salah Nguping

348 42 23
                                    

Sehabis menemui Pak Abu, Ken duduk santai di ruang tengah bersama keluarganya. Mereka sedang melakukan panggilan video call dengan beberapa keluarga dimulai dari yang di Magelang, Jogja, Wonosobo, Kudus, Temanggung, Bumiayu, dan sekarang sedang teleponan dengan Ibra.

"Mas Ken, Ibra boleh minta tolong?"

"Apa?" tanya Keenan sambil pundaknya sedang dipijit oleh sang Umi.

"Benerin laptop Ibra nanti ya?"

"Siap, pas kamu pulang ntar aku  lihatin. Gak bisa beres kita Lem Biru."

"Kayaknya masih bisa dipakai Mas, benerin aja."

"Ya ya ya, nanti aku benerin. Kalau gak berhasil kita museumin ntar aku yang 'ngelem birunya' kamu tenang aja."

"Benerin aja, Mas. Itu laptop bersejarah. Please jangan sampai dirusakin ya? Pasti bisa."

"Hem."

Ibra kini sedang sibuk ngobrol dengan Kakek Azzam tentang beberapa hal hingga panggilan berakhir. Begitu panggilan selesai, Kakek Azzam terkekeh.

"Ini anak persis banget almarhum abahmu, Nduk Keena. Prinsipnya kalau masih bisa dipake dan diperbaiki gak mau ganti."

"Bagus itu Bah, insya Allah akan menjadi kebaikan di masa datang."

"Iya, Bri. Abah harap begitu. Cuma abah kalau lihat Ibra serasa lihat Ibra beneran." Abah Azzam mengenang sahabatnya dengan tatapan menerawang.

"Abah sudah tenang, Abah. Keena udah ikhlas kok."

Kakek Azzam menatap menantunya. Dia mengangguk lalu ganti menatap cucu pertamanya.

"Kamu mau sampai kapan gangguin umimu hmm? Apa gak pengen nikah? Nikah nyenengin loh. Lihat Kakek sama abahmu, nyetak lima, Bapak Idan sama Papah Zada nyetak tiga, Tante Quilla sam Tante Abel nyetak empat."

"Ntar kalau udah ada cetakan, Ken ikutan yang paling kecil. Minimal tiga anak. Lagian belum tiga puluh. Santuy."

"Ckckck. Hari ini kamu ada kerjaan gak?"

"Free, Kakek mau pergi? Mau Ken supirin?"

"Iya, ke tempat Kakek Furqon. Nanti habis ashar."

"Siap! Tapi Ken di mobil aja ya?"

"Terserah kamu, penting jangan lupa sowan dulu sama Kakek Furqon dan Fahmi."

"Okok!" Keenan membentuk tanda oke dengan tangan kanannya. Lalu meminta sang umi untuk lebih keras mijitnya.

"Umi, yang sebelah kiri, Um. Yang keras. Nah nah nah, ugh! Nyaman."

Keenan terlihat merem melek keenakan sementara sang abah malah menggodanya.

"Punya istri, Ken. Jadi kalau badan pegel ada yang siap mijitin."

"Ada Umi, Bah!"

Abah Abri terkekeh, "Ya Allah, anak bujang satu. Sekarang aja umi, apa apa umi. Abah yakin habis punya istri, kayaknya kamu terlupakan, Nduk!" goda Abah Abri.

"Keena malah nungguin kapan hari dimana di hati anak bujang terisi wanita lain, biar bisa saingan. Tapi, mungkin sudah ada tapi belum sadar."

Keenan menoleh pada sang umi. Dia menaikkan alis matanya.

"Mbak Kun Kun sekarang gak bestie-an sama umi. Umi sering ke sana padahal, tapi gak pernah nyapa lagi. Mungkin Mbak Kun Kun punya bestie yang lain apa ya?" goda Umi Shakeena.

Semua yang ada di ruangan merasa kepo, mereka menunggu ucapan Umi Shakeena selanjutnya maupun tanggapan Keenan.

Keenan diam, dia menyadari ada maksud tersembunyi dalam perkataan sang umi. Tapi bukan Keenan namanya kalau terintimidasi.

Jodoh Untuk Pak Komting! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang