24. Ancaman Meisya

371 46 69
                                    

Keluarga Gus Akhtar akhirnya menemui keluarga An-Nur. Tidak seperti kedatangan sebelumnya yang disambut suka cita, kini kehadiran keluarga Gus Akhtar disambut dengan biasa saja.

Ning Fathia dan Ning Alya menatap sinis pada Gus Akhtar. Keduanya telah kena semprot Kyai Furqon gara-gara salah memberi informasi tentang Gus Akhtar. Jadilah kini duo ning paruh baya gantian memelototi Gus Akhtar.

"Gara-gara njenengan, Abah marahin aku habis-habisan. Tahu gak?" desis Ning Fathia.

"Iya, nih. Untung anak kita berdua udah pada nikah ya, Mbak?"

"Kamu benar Alya. Dih, gak jadi iri aku sama Sena. Padahal sempat iri kenapa si Ni'mah nikah duluan kenapa gak sama njenengan. Sekarang, huh! Aku bersyukur."

"Alya juga. Untung Saidah udah nikah."

Gus Akhtar hanya bisa menunduk melewati kedua bibi Sena yang secara terang-terangan menyindirnya. Dia memilih masuk ke ruang tamu dimana seperti pada saat kegiatan ta'aruf sebelumnya ruang tamu akan dibagi dua kelompok. Bagian yang sofa dan di sekitarnya untuk para lelaki sementara sudut luas di sebelah timur sofa sudah terisi oleh para wanita termasuk Sena. Gus Akhtar merasa sedih melihat sosok calon istrinya.

'Haih, gara-gara Meisya yang memintaku mengunjungi kedua orang tuanya semua jadi kacau. Coba Meisya gak bikin ulah.'

Gus Akhtar melirik ke arah Sena lagi yang hari ini terlihat sangat cantik meski memakai gamis model simpel. Dia semakin kesal karena akan kehilangan sosok cantik yang kini sibuk menunduk.

'Goblok kamu, Akhtar. Belum juga menikmati madunya Ning Sena malah kamu bikin ulah. Agh! Semua gara-gara Meisya.'

Gus Akhtar segera beralih menuju ke deretan sofa. Dia duduk di dekat sang abah. Sementara sang Umi duduk di tikar. Bu Nyai Zulfalah menatap sendu ke arah Sena, Sena menyalami takdim lalu memilih menunduk saja. Membuat Bu Nyai Zulfalah sedih. Padahal beliau berharap nanti bisa membanggakan menantunya ke siapa saja. Tapi ambyar gara-gara kebodohan sang putra.

"Jadi, bisa kita mulai." Abah Fahmi mulai bersuara.

"Mulai saja Fahmi. Biar semua clear."

"Nggih, Abah."

Abah Fahmi mulai mengutarakan keinginan keluarga untuk memutuskan tidak melanjutkan acara lamaran. Beliau menunjukkan berbagai bukti yang ditemukan. Kyai Ghofur tak bisa menyanggah namun beliau tetap meminta kebijaksanaan keluarga Sena.

"Ayolah Pak Kyai, kita lanjutkan saja. Apa kata orang?"

"Saya tidak peduli kata orang. Toh putri saya gak salah. Putranya njenengan itu yang salah."

"Iya, saya akui Akhtar salah. Tapi dia berjanji untuk meninggalkan Meisya. Dia memilih Ning Sena. Ya kan Tar?" Kyai Ghofur menoleh pada sang putra.

Dengan semangat, Akhtar menjawab. "Iya, Kyai. Saya milih Ning Sena. Maaf, saya kemarin tidak tega dengan Meisya. Dia selalu memaksa saya menerima dia, bahkan rela dipoligami. Kalau saya menolak, Meisya mengancam saya mau bunuh diri."

Sena menutup matanya sebentar lalu kembali membukanya. Dia tersenyum miris. Diliriknya sang mantan calon suami, Sena tak menyangka mantan calon suaminya sedrama ini. Munafik. Mana ada diancam, di mobil aja pergi bareng di depan. Terus kemarin dibiarkan Meisya gelendotan. Ancaman model apaan tuh!

Sena beristighfar. Mode julitnya keluar gara-gara terlalu akrab dengan Aminah. Sena tersenyum tipis mengingat salah satu sahabat baiknya itu.

"Percaya sama saya. Saya diancam, saya-"

"Andai kemarin njenengan tidak ketahuan menjadi calon suami Meisya juga, apa itu berarti njenengan akan mempoligami saya secara sembunyi-sembunyi, Gus?" tanya Sena.

Jodoh Untuk Pak Komting! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang