13. Saingan

401 47 47
                                    

Gus Akhtar tersenyum. Sesekali dia melirik kepada Sena. Rasa bahagia tengah membuncah di hatinya, pasalnya rembug dua keluarga telah mencapai kata mufakat untuk meneruskan ke tahap lamaran. Lamaran direncanakan akan dilaksanakam satu bulan lagi dan dua bulan setelah lamaran, maka pernikahan akan dilaksanakan. Jadi kurang lebih dalam tiga bulan, Sena dan Akhtar akan menjadi pasangan.

Setelah rembug dua keluarga selesai, Gus Akhtar dipersilakan untuk bertanya apa pun pada Sena. Gus Akhtar pun menanyakan mas kawin yang Sena harapkan.

"Ning Sena mau mahar apa?"

"Mahar yang tidak memberatkan."

"Spesifik saja, mau uang, emas, berlian, atau rumah juga boleh."

Sena hanya tersenyum tipis dengan tetap menunduk.

"Jadi, mau mas kawin apa?" tanya Gus Akhtar lagi.

"Yang tidak memberatkan panjenengan, Gus!" ucap Sena lembut.

Gus Akhtar menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Dia melirik pada semua yang hadir. Kedua orang tuanya senyam senyum bahkan Bu Nyai Zulfalah, ibu Gus Akhtar tidak bisa menyembunyikan raut bahagianya ketika melihat penampakan calon mantunya. Sudah cantik, kalem, tidak banyak tingkah dan masalah mahar juga tidak memberatkan. Bu Nyai Zulfalah sudah bertanya pada Umi Shakeena perihal Sena, dan dia makin yakin setelah melihat orangnya.

"Nanti dibahas di rumah, umi sudah klop," bisik Bu Nyai Zulfalah.

"Akhtar apalagi, Umi. Pokoknya sudah cintaaaa banget."

Gus Akhtar tersenyum lalu kembali melirik ke arah Sena yang begitu cantik. Dalam hati dia bersyukur, lamarannya diterima. Coba tidak? Patah hati dah.

Acara pun terus berlangsung hingga pukul dua siang, Gus Akhtar dan keluarga pamit pulang. Setelah para tamu pulang, Sena dengan cekatan ikut membantu para mbak khadamah membersihkan ruangan, meja makan dan melipat karpet. Bahkan urusan cuci mencuci di dapur, Sena pun juga ikut membantu.

"Ning, duduk aja. Ini biar kami yang membersihkan." Salah satu khadamah bersuara.

Sena hanya tersenyum lalu kembali menyelesaikan menggosok pantat panci yang berwarna hitam. Begitu semua peralatan masak kinclong, dapur kinclong dan tak ada sampah berserakan, Sena pamit menuju ke ruang tengah. Di sana, keluarganya masih berkumpul termasuk Shiren dan keluarga dari Purworejo.

Salah satu sepupu Sena bernama Meisya mendekatinya. Dia tersenyum jahil.

"Selamat ya Ning, akhirnya sudah punya calon, hihihi."

Sena hanya tersenyum lalu mendoakan Meisya semoga lekas dipinang oleh lelaki yang sholeh.

"Ah, saya gak yakin ada yang mau sama saya, Ning." Meisya memasang wajah sendu.

"Insya Allah ada, Sya. Sabar. Pasti nanti dateng."

"Semoga, asal gak ngungkit status saya yang cuma anak dari istri kedua saja."

Sena diam. Meisya sendiri hanya tersenyum sedih. Kesedihan keduanya terinterupsi oleh kedatangan Shiren.

"Mbak yakin sama Gus Akhtar?"

"Insya Allah."

"Ck! Kayak gak ada yang lain aja sih Mbak?"

"Gus Akhtar ganteng loh Ning Shiren. Wong kulitnya putih gitu. Ih, saya aja mau sama dia," celetuk Meisya.

"Dih! Belum lihat yang lebih ganteng kamu. Nih lihat."

Shiren menunjukkan banyak foto di galeri ponselnya. Mata Meisya terbelalak melihat penampakan pria jangkung dengan rahang tegas, dengan brewok tipis yang semakin mengesankan sikap jantan.

Jodoh Untuk Pak Komting! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang