The mistake

4.2K 204 2
                                    

Bunyi alarm terdengar sayup.

Beberapa kali hingga Seungkwan akhirnya benar-benar terbangun, dan segera mencari keberadaan ponselnya.

Namun ternyata, tak mudah.

Seungkwan membuka matanya dengan lebar, lalu menyadari bahwa ia tak berada di kamar kosnya. Langit-langit nya cukup tinggi, bahkan jendela ruangan tersebut tertutup dengan tirai yang elegan. Seungkwan ingat bahwa ia sedang berada di sebuah kamar hotel berbintang lima, dengan seseorang!

"Duh... Kirain semalem cuma mimpi," ucapnya dengan sesal.

Tubuhnya terasa nyeri, kepalanya juga sedikit pening. Seungkwan bisa merasakan, bahwa area vitalnya seperti telah digempur habis-habisan. Ia tenggelam dalam rasa malu.

Di sebelahnya kini, terbaring seorang pemuda blasteran dengan paras yang rupawan. Keduanya sama-sama bertelanjang dada, hanya saja Seungkwan rupanya masih cukup sadar untuk mengenakan bawahannya tadi malam. Meski begitu, rasanya amat tak nyaman. Terdapat jejak cairan yang membuatnya kembali mengingat apa yang ia lakukan semalam, dengan pria tersebut.

"Bego banget sih, Boo Seungkwan..."

Ia perlahan duduk, dan mencari kaos polosnya. Ia juga kembali menyelimuti pemuda di sebelahnya, agar dada bidangnya yang menawan tidak dengan mudah Seungkwan lihat lagi. Ia memang mengaku bodoh, tapi dalam hatinya ia juga dibuat heran dengan sosok tersebut yang nampak jauh lebih bodoh darinya. Bagaimana bisa pria setampan itu mau untuk tidur bersama orang seperti Seungkwan?

Triiing!!! Triiiing!!!!!

Kali ini bukan bunyi alarm, melainkan nada dering telepon. Seungkwan kembali berusaha mencari keberadaan ponselnya. Setelah dua kali panggilan ia lewatkan, barulah ia menemukan ponsel tersebut. Di bawah tumpukan sepasang celana dan jas berharga jutaan, yang tentu bukan miliknya.

"Halo, Kak?"

"Udah siap belom? Gue jemput ya?"

"Gue berangkat sendiri aja kak. Baru mau mandi soalnya."

"Yaudah, ati-ati ya. Acaranya 1 jam lagi."

Panggilan dari sahabat lama, juga rekan kerjanya, Joshua. Seungkwan bekerja sebagai pembawa acara, dan Joshua seringkali menjadi pengisi dari acara yang Seungkwan pandu.

Maka dengan hati yang berat, Seungkwan memaksakan dirinya untuk melangkah ke kamar mandi. Ada tanggung jawab yang harus dipenuhi, juga pekerjaan yang wajib diselesaikan.

"Ssshhh... kenapa sesakit ini sih..." keluhnya lagi saat berjalan menuju kamar mandi. Seungkwan merasa dirinya akan demam sebab semalaman ia tidur di ruangan dengan AC yang menyala, dan sempat mengurungkan niat untuk mandi kalau saja ia tak mengingat betapa "kotor" dirinya saat itu.

Ia juga lagi-lagi kebingungan dengan tempat mewah tersebut, fasilitas yang jarang bahkan tak pernah ia rasakan sebelumnya membuat ia harus belajar menyesuaikan. Namun perlu diakui bahwa Seungkwan pun menyukainya. Ia menyalakan shower perlahan, dan memilih untuk membersihkan tubuhnya dengan air hangat. Perlahan tapi pasti, ia membiarkan tubuhnya dihujani rintik air hingga dirasa cukup untuk membuatnya merasa bersih. Entah apa yang ia maksudkan dengan menjadi bersih.

Memorinya mulai kembali, seiring dengan tetesan air yang membasahi setiap lekuk tubuhnya. Ia mampu mengingat, merasakan, juga menyesali setiap sentuhan yang diterimanya tadi malam. Seungkwan terlena dengan kesalahannya sendiri. Dan perasaan menyesal sebesar apapun tak akan cukup untuk menebus dosanya kelak. Ia mencoba pasrah, dan menyelesaikan mandinya dengan segera.

Seungkwan masih menyempatkan diri untuk membereskan ruangan tersebut. Membuang sampah, merapikan meja, serta memilah sisa makanan. Ia juga sempat menikmati sepotong roti, juga segelas susu yang nampaknya ia beli semalam. Rasanya amat berbeda dari makanan yang biasa ia konsumsi, indra pengecapnya seolah dimanjakan dengan kualitas kelas atas, yang membuat ia berpikir beberapa kali untuk melewatkannya begitu saja. Mungkin tak akan ada lagi kesempatan untuknya merasakan semua ini.

Terdapat pula beberapa botol wine dan alkohol yang asing, merek ternama yang tak mampu ia beli dengan hasil kerjanya. Semalam, dengan kondisi yang cukup kacau, semua terasa sama saja. Kini ia bisa melihat bahwa segala sesuatu yang berada di ruangan tersebut amatlah mewah, dan bukan tercipta untuk orang dari kalangan sepertinya.

Seungkwan tersadar untuk segera pergi dan meninggalkan gemerlap dunia tersebut.

Ia memastikan ulang barang bawaannya, berharap tak ada satupun yang tertinggal. Seungkwan bahkan mau bersusah payah hanya untuk mengambil kaos kakinya, yang tersembunyi di balik tubuh sang rekan kamar.

"Eh, sorry. Aku mau ngambil kaos kaki." ucap Seungkwan.

Pemuda tersebut terbangun, namun tak mendengarkan, sebab ia terlihat jauh lebih mabuk dari Seungkwan. Matanya sulit untuk terbuka, tubuhnya seolah telah menyatu dengan ranjang tersebut.

"Mau kemana?" tanyanya setelah beberapa saat, dan masih belum bisa banyak bergerak.

"Pulang. Semuanya udah aku beresin, makanannya juga masih ada kalo mau sarapan."

Seungkwan melirik jam dinding yang berada tepat di atas ranjang tersebut. Ia harus benar-benar pergi.

"Maaf, ya. Aku permisi dulu." ucap Seungkwan tergesa, ia tak bisa lagi menunggu.

"Tunggu!" perintah pemuda itu dan Seungkwan menurut. Ia kembali menutup pintu dan mendekat. Sang pemuda tampan mengambil dompetnya dari atas nakas, dan mengeluarkan hampir semua uang yang ada, dan memberikannya kepada Seungkwan. "Nih, uang tutup mulut."

Seungkwan dipaksa menerima beberapa lembar uang, yang membuatnya hampir tersinggung. Apa yang ada di pikiran pemuda kaya raya ini? Apa dia berpikir bahwa Seungkwan hanyalah tempat pelampiasan nafsunya? Kini setelah keduanya dalam kondisi yang memprihatinkan, ia malah diperintah untuk bungkam dengan cara diberi uang?

Seungkwan bukan seorang pekerja seks.

"Terima aja, dan diem. Kalo sampe orang suruhan bokap gue tau masalah ini, lo mungkin bakalan abis sama mereka."

"Maksudnya?" Seungkwan mengernyitkan dahi, tak bisa memahami arti di balik pernyataan tersebut.

"Terima aja, ya?" ulang pemuda itu lagi, dengan nada yang terdengar lebih putus asa dari sebelumnya. "Tolong diem, demi keselamatan lo."

Our mistakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang