Note: pelan-pelan aja ya bacanya? Hampir 2000 kata soalnya, hehe. Setelah itu silakan kalian ngamuk atau... Idk what yall gonna react :)) *and i'm sorry for the bad english*
"Bisa tolongin gue gak?"
Seorang pemuda blasteran memohon di hadapan Seungkwan yang baru selesai menggunakan toilet. Pakaiannya rapi, ia terlihat sehabis menghadiri sebuah acara penting, namun sorot matanya seolah benar-benar meminta belas kasih Seungkwan.
"Tolongin apa ya?"
Pemuda itu mengeluarkan lembaran uang, dan menghitungnya dengan asal lalu menyerahkannya kepada Seungkwan, "tolong, pesenin gue satu kamar di hotel ini."
Seungkwan sempat merasa bahwa pria tersebut orang yang jahat, atau justru malah seorang pencuri yang mencoba kabur dari kejaran polisi. Ia menolak permintaan tersebut segera.
"Tolong banget... Gue bisa jelasin semuanya asal lo bantuin gue buat sembunyi dulu," pinta Vernon lagi sambil menahan tangan Seungkwan.
"Kalo ternyata kamu penjahat, aku bisa ikut di penjara tau!"
"Gue justru kabur dari penjahat sekarang," jelas Vernon membela diri, dan Seungkwan tetap menatapnya curiga. "Please, bantuin dulu nanti gue jelasin."
Seungkwan dengan berat hati menerima uang tersebut lalu pergi untuk memesan sebuah kamar vip. Tapi sebelum itu, Vernon meminta keduanya bertukar pakaian. Seungkwan mengenakan jasnya, sementara Vernon meminjam jaket serta topi milik Seungkwan.
"What?" tanya Vernon saat mereka menukar atasan yang dikenakan, Seungkwan semakin menatap Vernon dengan aneh. "Nanti gue jelasin, janji."
Setelah kunci kamar didapatkan, Seungkwan kembali ke toilet dan memberitahukan hal tersebut kepada sang pemilik uang. Keduanya dengan hati-hati berjalan menyusuri tiap koridor hotel, dan meminimalisir kontak dengan orang lain. Seungkwan bahkan beberapa kali digandeng oleh Vernon agar mereka tetap fokus, juga waspada. Dan setelah sampai di depan pintu kamar, Vernon buru-buru masuk, dengan tetap menggandeng Seungkwan untuk ikut.
"Eh, maaf banget nih..." ucap Vernon saat Seungkwan tengah mengenakan kembali jaketnya, dan dibalas Seungkwan dengan tatapan lelah.
"Bisa minta tolong sekalian pesenin makanan gak?" pinta Vernon lagi, ia belum makan sejak pagi. Vernon menahan Seungkwan untuk tidak pergi agar bisa menggunakan ponselnya untuk memesan makanan. Seungkwan kembali diberikan beberapa lembar uang tunai sebagai ganti, ia memesan beberapa menu dari restoran di sekitar hotel, juga meminta layanan kamar untuk membawakan beberapa botol alkohol pesanan Vernon.
"Kan punya uang, kenapa gak pesen kamar sendiri aja?" tanya Seungkwan saat makanannya datang. Ia mulai pasrah dan menerima ajakan Vernon untuk makan malam. Seungkwan telah dimintai bantuan dengan cara yang aneh sejak tadi, ia jadi merasa berhak untuk turut menikmati makanan tersebut.
"Hotel ini punya nyokap gue. Yang di bawah tadi abis birthday party itu bokap gue. Gue kabur, dan gak mau ketauan kalo nginep disini," tutur Vernon santai, dan masih menikmati makanannya dari layanan pesan antar, sebuah pizza dengan topping keju dan makaroni.
Vernon juga menjelaskan mengapa ia bisa membawa begitu banyak uang tunai, meski ia memiliki beberapa kartu ATM. Kehidupan sebagai pewaris tunggal sebuah perusahaan ternama tak membuatnya berbangga hati, dan justru seringkali merasa depresi. Ia harus selalu diawasi, bahkan keberadaannya akan dengan mudah diketahui oleh sang ayah jika Vernon menggunakan kartunya untuk bertransaksi apapun.
Seungkwan akhirnya mulai bisa mengerti dengan jalan pikiran Vernon, juga apa yang dilakukannya. Tapi ia tak punya banyak kata untuk merespon, ditambah Vernon juga berubah serius ketika menceritakan semua itu. Ia hanya bisa mendengarkan, dan sesekali ikut mencicipi makanan yang ada dihadapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our mistake
FanfictionVernon dan Seungkwan baru pertama kali bertemu, namun sudah melakukan kesalahan saat keduanya dalam keadaan cukup sadar. Lalu, mengapa hanya salah satu diantara mereka yang berani mengakui, dan diminta bertanggung jawab atas hal tersebut?