Day 30
"Ada paket lagi." ucap Vernon memberikan sebuah buket bunga Lily kepada Seungkwan, ia kemudian berlalu dengan raut wajah yang tak berbeda seperti saat menerima paket sejenis pertama kali.
"Makasih..." jawab Seungkwan dan Vernon berlalu begitu saja.
Seungkwan kemudian merangkai bunga tersebut, seperti hari-hari sebelumnya, namun dengan perasaan yang berbeda. Setiap kali ia melihat Vernon, ia merasa diacuhkan. Meski masih diberi perhatian, Seungkwan tetap merasa Vernon sangat dingin kepadanya.
Saat Seungkwan tengah sibuk menghias muffin, Vernon menarik sebuah kursi dan mendekatkan kursi tersebut ke sisi Seungkwan. Lagi-lagi tak ada basa-basi yang berarti, dan Seungkwan segera duduk setelah Vernon mengetuk meja perlahan untuk mengalihkan perhatian Seungkwan yang terlalu serius dengan kuenya.
"Di rumah aja, ikut sarapan dulu sama kak Han. Aku bisa ke kafe sendiri," ucap Vernon saat mulai memindahkan beberapa boks kue ke dalam mobil.
Vernon kemudian mengambil peralatan makan untuk Seungkwan setelah ia sendiri selesai sarapan, juga menuangkan air minum. Sedari tadi, Seungkwan hanya fokus dengan pekerjaannya dan terlalu sibuk hingga belum sempat sarapan. Vernon hanya ingin membuatnya istirahat di rumah.
"Ati-ati kalo gitu..." ucap Seungkwan dan Vernon tak memberikan jawaban.
"Nanti bisa sekalian mampir gudang gak? Tolong bilangin orang sana buat cek ulang kiriman sama yang nanti gue mau kirim datanya."
"Bisa, Kak."
Vernon kemudian berpamitan hanya kepada Jeonghan, dan Seungkwan yang tak tau harus berbuat apa memilih untuk diam. Mungkin Vernon memang sedang tak ingin diganggu, mungkin nanti Seungkwan bisa bicara dengannya di lain waktu. Seungkwan akhirnya sarapan dengan Jeonghan seperti permintaan Vernon tadi.
"Ini pasti siku nya..." ucap Jeonghan mencoba menebak, ia akan selalu bersemangat setiap kali diperbolehkan untuk bermain dengan bayi Seungkwan.
"Kakinya udah di atas kan kak, jadi kalo nendang tuh... Hadeh.." ucap Seungkwan tak melanjutkan kata-katanya, sebab sulit menjelaskan aktifnya sang bayi di dalam perutnya.
"Gemes banget sihhh! Jangan kaya ayah kamu ya dek, jangan kaku banget jadi cowok..." ujar Jeonghan, dan Seungkwan sedikit tersipu sebab ia belum memberitahukan hal tersebut.
"Curang banget gak dikasih tau. Padahal udah kepo dari awal..." lanjut sang kakak.
"Kemaren Vernon yang penasaran banget pengen tau, jadi yaudah deh sekalian. Dan, belom sempet ngasih tau kakak hehe..."
Seungkwan menjelaskan sedikit tentang hubungannya dengan Vernon yang mulai membaik, juga memberi tau Jeonghan bahwa Vernon sudah meminta maaf dengan tulus. Tapi untuk masalah perasaan yang membuatnya tersipu akhir-akhir ini, Seungkwan belum terlalu yakin.
"Tadi kakak perhatiin, dia cemberut lagi. Gara-gara bunganya Joshua?"
"Kayanya gitu sih, Kak..."
"Bilang aja sama Joshua, lain kali gak perlu repot buat kirimin sesuatu," usul Jeonghan yang melihat sang adik begitu kebingungan. "Atau, ya.... Kenalin aja sekalian Vernon ke dia. Pasti nanti hal-hal kaya gini bisa diminimalisir."
"Jahat banget gak sih, Kak? Mau bilang ke kak Joshua tapi gak secepet ini juga..."
"Mending bilang, karena takutnya kamu secara gak sengaja ngasih dia harapan, dek."
---
"Misi..." sapa Vernon, Seungkwan tengah menata lemarinya saat ia masuk. Vernon kemudian menaruh seikat bunga di atas nakas yang kemudian menarik perhatian Seungkwan.
"Heh, kamu gak dimarahin?" tanya Seungkwan saat memperhatikan bunga tersebut dengan seksama. "Ini bunga depan kafe kan?"
"Gak dimarahin lah, orang aku gak bilang-bilang mau ambil itu. Sat set. Masuk mobil sebelom ada yang liat..." jelas Vernon dan Seungkwan kembali tak habis pikir dengannya.
"Kayanya kamu dikira bantuin tukang kebun deh, jadi gak ada yang curiga," goda Seungkwan yang berusaha menahan tawa. "Tapi, makasih..."
"Emang gak semahal yang itu sih, tapi kan..." Vernon berhenti bicara sebab kebingungan hendak membela diri. "Ah ya gitu lah pokoknya."
"Mau kemana deh?"
"Bentar... Nanti balik, sayang," Vernon melambaikan tangan, dan bersiap pergi entah kemana. Sejak tadi ia begitu sibuk, hingga sulit untuk Seungkwan mengajaknya bicara tentang kejadian di pagi hari. Namun Vernon sudah bisa memberikan senyum kepadanya, dan membuat Seungkwan sedikit lega.
Seungkwan kemudian menyingkirkan bunga Joshua dari kamarnya, dan menggantinya dengan pemberian dari Vernon. Bunga Lily putih tersebut kini hanya menempati dapur dan ruang tamu setelah dirangkai ulang.
"Aku punya sesuatu, lagi..." bisik Vernon saat Seungkwan hampir selesai dengan bunganya.
"Kamu tuh ya," jawab Seungkwan sambil mencubit pipi Vernon. "Kali ini apa?"
Seungkwan membuka kantung plastik yang Vernon berikan, dan menemukan dua kap puding coklat. Ia tak bisa menyembunyikan rasa gemasnya menerima hadiah yang Vernon berikan sejak tadi.
"Suka gak?" tanya Vernon dan dibalas anggukan. Seungkwan membagi pudingnya dan menyuapkan sesendok untuk Vernon. "Aku udah makan satu di gudang, dan enak. Jadi pengen kasih ke kamu..."
"Sibuk banget sih daritadi?" tanya Seungkwan spontan, tanpa sempat menjawab pertanyaan Vernon. "Bolak-balik terus, kalo ditanyain pergi lagi."
"Tadi ceritanya mau kirim kopi, tapi ban mobilnya bocor aku gak bisa ganti. Jadi mobilnya aku tinggal di bengkel, dan kirim pake mobil kak Han. Terus balik lagi ngambil mobil, udah selesai tuh mobilnya ada di garasi..." jelas Vernon, dan Seungkwan masih belum terbiasa jika Vernon berbicara dengan antusiasme sebesar itu dengannya. Terlihat begitu menyenangkan untuk diperhatikan.
"Makan dulu, yuk?" tanya Seungkwan kepada Vernon yang masih berdiri di hadapannya. "Aku juga pengen nanyain sesuatu."
Vernon mulanya ingin menolak, namun Seungkwan memohon. Tak ada orang lain di rumah, dan Seungkwan mengambil kesempatan tersebut untuk menanyakan perihal respon dingin Vernon pagi tadi. Ia ingin mendengarkan penjelasan, sebelum nanti memutuskan harus berbuat apa dengan segala perhatian Joshua untuknya.
"Aku lagi gak bisa nahan cemburu aja..." jawab Vernon pasti, namun merasa malu untuk menatap Seungkwan.
"Aku tau kalo gak ada hak buat cemburu, tapi gimana dong? Rasanya aneh juga karena gak bisa ngasih sesuatu kaya temen kamu..."
Vernon kembali mengakuinya, segala rasa cemburu juga rendah diri setiap kali Seungkwan mendapatkan hadiah dari Joshua. Ia juga mengakui bahwa statusnya dengan Seungkwan yang masih abu-abu tak semestinya membuat Vernon membatasi atau bersikap berlebihan ketika Seungkwan diberi perhatian oleh orang lain. Vernon mengaku bimbang.
"It's okay... Silakan kalo kamu mau temenan sama siapapun," pungkas Vernon dengan sebuah senyum tipis.
"Dia suka sama aku, bahkan pernah bilang cinta..." ucap Seungkwan setelah beberapa pertimbangan dan Vernon kehilangan senyumnya. "Aku yang harusnya bisa tegas dan ngasih batesan. Biar kejadian gini gak berulang dan bikin kamu ngerasa bingung kaya gitu."
Vernon menyudahi makannya lebih awal, sebab sebelumnya ia juga sudah makan di tempat lain. Ia segera menghampiri Seungkwan di seberang meja yang terlihat akan menangis, Vernon tak tega membuatnya bersedih.
"Maaf ya..."
"Gak perlu minta maaf sayang, tenang aja..." Vernon menggenggam tangan Seungkwan, ingin meyakinkan bahwa situasi sulit tersebut bukan hanya kesalahan Seungkwan. Hubungan keduanya masih begitu rumit untuk dijelaskan, apalagi kepada orang luar.
"Maaf juga ya, kalo mungkin tadi aku keliatan marah. Please wait for me, until i make you mine."
KAMU SEDANG MEMBACA
Our mistake
FanfictionVernon dan Seungkwan baru pertama kali bertemu, namun sudah melakukan kesalahan saat keduanya dalam keadaan cukup sadar. Lalu, mengapa hanya salah satu diantara mereka yang berani mengakui, dan diminta bertanggung jawab atas hal tersebut?