The runaway boy

1.1K 81 1
                                    

"Oh iya, Pak. Nanti saya sampein," jawab Seungkwan. Ia tengah memandang keluar jendela, dan mendapati Vernon pulang kerja lebih awal dari biasanya. Seungkwan menerima panggilan dari kantor mengenai hal tersebut.

"Maaf buat masalah itu ya, Pak. Semoga lain kali, hal kaya gini gak terulang lagi..." Seungkwan berusaha menutup panggilan tersebut sebelum sang suami akan masuk rumah, namun Vernon tetap mengetahuinya.

"Siapa?" tanya Vernon tanpa basa-basi. "Pak Seo? Nyuruh aku balik karena dicariin orang marketing?"

"Udah makan belom, sayang?" tanya Seungkwan dengan hati-hati.

Vernon hanya menghela nafas panjang, menyadari Seungkwan berusaha untuk mengalihkan perhatiannya. Berarti memang benar, Seungkwan kembali diminta untuk membujuk Vernon melakukan sesuatu oleh orang kantornya. Bukan sekali dua kali ini Seungkwan dimanfaatkan, dan Vernon benar-benar tak habis pikir. Jika bukan karena kelembutan sang istri yang menyentuh hatinya, Vernon ingin sekali menelpon balik dan memaki bawahannya saat itu juga.

"Aku udah ketemu sama klien itu buat ngebatalin dealnya, di luar kantor. Tapi kalo mereka maksa, aku harus gimana emang?"

"Mungkin masih bisa diomongin lagi? Coba dulu deh..." bujuk Seungkwan lagi.

"Aku kalo bilang batal, ya batal. Lagian udah pernah kerja sama mereka kok. Emang kerugian materinya gak segedhe itu, tapi rugi waktu. Kerjaan lelet, hasilnya gak memuaskan."

Vernon dengan perlahan meminta Sky untuk berpindah ke gendongannya, dan meninggalkan Seungkwan segera. Meski tak banyak perubahan ekspresi yang terlihat, Seungkwan merasa bahwa Vernon sedikit tak nyaman. Atau memang sedang benar-benar merasa jengah.

"Are you okay, sweetie?" tanya ibunda Vernon saat mendapati Seungkwan yang menjadi murung setelah mobil Vernon kembali keluar dari halaman.

"I'm okay, Mom..." jawab Seungkwan sedikit tergagap, ia tak ingin sang ibu mertua ikut merasa kebingungan dengan permasalahan yang mungkin sebenarnya sepele.

Sementara di sisi lain, Mama Vernon mengetahui bahwa terjadi sesuatu antara menantu dengan putranya yang pasti sedang menghadapi sedikit masalah di perusahaan. Saat tengah mempersiapkan keperluan mandi sore sang cucu, Vernon tak banyak menanggapi pertanyaan ibundanya juga, atau bahkan lebih tidak ramah dibandingkan responnya kepada Seungkwan. Vernon akhirnya mengurus sendiri sang putra, dan mengajak Sky untuk jalan-jalan sore.

"Kalo Nonie ada salah ngomong ke kamu, bilang ke Mama ya? Nanti Mama yang ngingetin dia..." ucap Mama Vernon. "Takutnya dia masih suka kelepasan emosi, terus ngomong yang gak gak ke kamu."

"Nonie udah gak pernah gitu lagi kok, Ma..." jawab Seungkwan menahan perasaan. Vernon memang tak pernah lagi mengucapkan kalimat tidak pantas kepada Seungkwan, namun emosinya kerap kali naik turun. Seungkwan masih bisa memaklumi hal tersebut, walau butuh waktu untuknya menemukan cara merespon yang tepat.

"Cuma kadang ngerasa gak enak aja kalo dia lagi pusing di kantor, dan aku gak tau harus gimana..." lanjut Seungkwan lagi, ia masih sangat berkecil hati.

Mama Vernon tersenyum, kemudian meraih tangan Seungkwan untuk digenggam, "biarin aja kalo dia lagi sumpek gitu, nanti reda sendiri kok, nak. Mama pernah ngajarin dia buat cari distraksi sebentar, biar emosinya gak disalurin ke orang lain. Tungguin dulu, ya?"

Seungkwan berusaha untuk berpikir demikian, meski masih merasa sedikit bersedih. Bukan hanya karena emosi Vernon semata, tapi juga rasa bersalah karena sudah melakukan sesuatu yang ia tau sedikit banyak akan membuat Vernon kesal.

Sang ibu mertua mengajaknya ke dapur untuk minum teh sejenak, Seungkwan juga disuguhkan cheesecake kesukaan keluarga Vernon. Saat hari semakin gelap, ia kemudian membantu menyiapkan makan malam hingga akhirnya Vernon pulang dengan membawa serta beberapa kantong belanjaan. Seungkwan yang tengah menata meja makan berusaha untuk bersikap wajar, dan tidak mempertanyakan kepergian Vernon sore tadi.

"Jaga-jaga aja kalo mau pergi dan butuh snack yang praktis," jelas Vernon menyerahkan barangnya kepada sang ibu. Dalam hitungan hari Sky akan menginjak usia 6 bulan dan Vernon mulai membeli beberapa pilihan makanan bayi. "Lain kali aku coba konsul juga sama dokter, siapa tau lebih praktis lagi kalo bikin sendiri."

"Biar Mama bilang sama mbak nanti. Mungkin Mama bisa bikin, bareng sama Seungkwan juga," jawab ibunda Vernon sambil menatapnya dengan penuh arti setelah menyebutkan nama Seungkwan. "You know what to do, right?"

"I know..."

Vernon akhirnya meminta suster untuk menjaga Sky, juga mengajak Seungkwan beranjak dari ruang makan. Dengan lembut, ia menggandeng sang istri berjalan menuju kamar pribadi mereka dan mengajaknya berbincang.

"Oh, it's cute. Thankyou..." ucap Seungkwan saat Vernon memberinya sebuah permen coklat berbentuk bunga. Ia memandangi hadiahnya dengan senang, terlebih melihat tatapan Vernon juga sudah kembali hangat.

"Maaf buat yang tadi ya, sayang? Aku gak seharusnya ikut campur urusan kerjaan kamu..." sesal Seungkwan yang membuat Vernon memeluknya erat.

"Aku gak marah sama kamu. Aku cuma gak suka kalo orang-orang manfaatin kamu buat kerjaan yang bisa aku handle sendiri."

"Iya, aku harusnya sadar kalo kamu jauh lebih paham semua itu daripada aku. Cuma kadang suka bingung kalo dimintain tolong kaya tadi."

"Lain kali, jangan mau. Okay?" pinta Vernon dan Seungkwan mengangguk. "Aku emang udah terlanjur dikenal suka kabur sih, jadi wajar kalo orang mikirnya masih labil dan malah minta kamu buat ngomong ke aku."

"Aku gak ngerasa kamu begitu, sayang..." jawab Seungkwan yang masih merasa tak enak hati. "Mereka cuma belom terbiasa sama cara kerja kamu aja. You're doing great so far."

"Mungkin gak akan terbiasa, entahlah..." jawab Vernon lagi. Posisinya sebagai pimpinan perusahaan merupakan posisi paling penting, dan tidak semua orang akan menyukainya. Tak peduli seberapa banyak prestasi ataupun hal baik yang Vernon lakukan, orang yang membencinya akan terus menutup mata. Dan Vernon akan terus bekerja dengan apa yang diyakininya, tak peduli jika karyawan lama sejak ayahnya menjabat akan merasa gerah dengan segala cara Vernon.

"I'm not my Dad, and i would never be him. If they want to leave, then just leave," lanjut Vernon lagi dan Seungkwan bisa mengerti. "Tapi aku berharap mereka gak usah bawa-bawa dan malah manfaatin kebaikan kamu terus begini..."

"Once again, i'm sorry," jawab Seungkwan dengan sendu.

"You're my home..." ucap Vernon dengan tatapan yang lembut, agar Seungkwan tak lagi merasa bersalah. Jika memang semua orang menganggap Seungkwan bisa semudah itu membujuk Vernon untuk melakukan sesuatu, maka Vernon akan mengiyakan hal tersebut. "You're really the one that i want to come back to."

Vernon kembali membawa Seungkwan dalam dekapannya, dan merasakan kenyamanan yang selalu jadi favoritnya. Perasaannya kembali hangat juga tentram di waktu yang sama.

"You're my one and only shelter, my all. The best thing i could rely on after this never ending runaway."

Our mistakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang