Day 25
"Tangan gak sakit, kan?" tanya Seungcheol, dan Vernon menggeleng. "Kaki juga sehat?"
"Sehat semua, Kak."
"Jagain Seungkwan yang bener, kalo masih mau tangan sama kaki lo baik-baik aja"
Keluarga besar Seungcheol tengah mengadakan acara malam ini, yang membuat Jeonghan merasa tak enak hati untuk meninggalkan Seungkwan. Sementara sang suami malah memanfaatkan hal tersebut untuk membuat Vernon lebih memperhatikan juga menjaga Seungkwan di rumah.
"Gak papa, Kak. Aku bakalan baik-baik aja, lagian cuma semalem kan?" ucap Seungkwan berusaha meyakinkan sang kakak.
"Pokoknya, kalo ngerasain sesuatu atau kalo Vernon nakal kabarin kakak ya?" pesan Jeonghan dan Seungkwan menurut.
Sebelum pergi, mereka masih menyempatkan untuk makan malam bersama hanya karena Jeonghan ingin memastikan bahwa Seungkwan benar-benar makan malam dengan layak.
"Oh, udah mulai berani ya?" tanya Seungkwan saat Vernon memasukkan satu persatu piring ke mesin. "Mentang-mentang gak ada kak Jeonghan jadi nakal..."
Vernon hanya bisa tersenyum. Saat Seungkwan sibuk berpamitan dengan sang kakak, Vernon segera membereskan dapur juga menata piring kotor ke dalam mesin cuci sebelum Seungkwan akan mengerjakannya.
"Kata Kak Jeonghan, kalo banyak gak papa. Emang kamu pikir siapa yang ngajarin aku sampe bisa pake mesin ini?" tanya Vernon.
"Kamu?" goda Vernon lagi dan Seungkwan langsung melengos.
Vernon mulai mengecek seluruh pintu, juga jendela dan memastikan semuanya sudah terkunci. Ia juga mematikan lampu utama, dan hanya menyisakan beberapa untuk penerangan seadanya.
"Boleh ikut ke kamar gak?" tanya Vernon saat Seungkwan hendak kembali ke kamarnya untuk beristirahat. Tak ada jawaban. Hanya tatapan heran yang Vernon terima, seperti biasanya. "Di ruang tamu sekarang lagi dingin.... boleh gak?"
"Mau ngapain? Gak inget terakhir kali kita sekamar jadi apa?" tanya Seungkwan tanpa basa-basi.
"Jadi bayi..." jawab Vernon polos, dan Seungkwan seketika diam. Apa yang Seungkwan pertanyakan, atau jawaban yang Vernon berikan sama-sama tidak ada yang salah.
"Kan? Aku juga udah gak bisa ngapa-ngapain lah, kamu udah buncit gitu."
Seungkwan tak menjawab juga tidak menolak, dan Vernon malah mengikutinya begitu saja. Seungkwan sempat menahannya di depan pintu, memperhatikan Vernon dengan sedemikian rupa untuk mengetahui motifnya melakukan hal tersebut. Tapi Seungkwan tak mampu menemukan hal aneh dari ekspresi Vernon yang terlampau datar.
"Tidur di bawah aja."
"Emang kamu tega? Sama aja dong, dingin juga kaya di ruang tamu."
Seungkwan yang tengah menata bantalnya kembali dibuat keheranan. Ia kemudian mengambil selimut lain dari lemarinya untuk digunakan Vernon.
"Janji gak bakal ngapa-ngapain kan? Sumpah ini aku udah mulai susah gerak kalo di kasur..."
Vernon mengangguk dan tersenyum. Belum sempat Seungkwan mempersilakan tamu kamarnya itu untuk naik, Vernon sudah terlebih dulu menyamankan tubuhnya di atas ranjang.
Lampu kamar sudah berganti dengan lampu tidur yang lebih redup, keduanya pun sudah bersiap dengan bantal serta selimut masing-masing. Namun, tak satupun dari mereka mampu memejamkan mata. Rasanya tentu lah tak wajar, untuk tidur seranjang setelah berbagai macam hal telah terjadi diantara keduanya. Vernon berkali-kali mencari posisi yang tepat untuk terlelap, namun gagal, sementara Seungkwan tak bisa berbuat banyak. Seperti yang ia sampaikan sebelumnya, dengan usia kandungannya kini ia semakin sulit bergerak di atas ranjang.
Vernon mencoba berbaring menghadap Seungkwan, namun rupanya Seungkwan tidur membelakanginya. Tanpa pikir panjang, Vernon memeluk Seungkwan dari belakang.
"Nonie please... Aku kan tadi udah bilang..." ucap Seungkwan menahan debar, dan Vernon tak memberi jawaban. Mulanya Seungkwan ingin sekali menolak dan menyingkirkan dekapan lengan Vernon yang tak kunjung dilepaskan. Namun ia pun merasa nyaman, bahkan sang bayi bergerak dengan lembut dan tenang. Sesekali juga, Vernon mengusap perutnya perlahan, seolah ingin mengimbangi gerakan bayinya.
"Kenapa kamu masih mau ngerawat dia? Padahal aku udah sekasar itu dulu..." bisik Vernon. Ia berusaha meraih tangan Seungkwan, dan menggenggamnya erat. Seungkwan tak pernah menyangka jika Vernon akan menanyakan hal tersebut, maka ia pun kehilangan kata untuk menjawab.
"Gak tau... Aku sebenernya juga bingung banget," jawab Seungkwan hati-hati, menahan sakit dari memorinya terdahulu saat Vernon dengan tegas menolak kehadiran sang buah hati. Tapi ia juga ingin mengungkapkannya. Semua perasaan cemas, juga saat dimana Seungkwan benar-benar kehilangan arah, Seungkwan ingin mengatakan betapa ia tak sanggup melaluinya.
"Tapi dia gak salah apa-apa, dan aku gak mungkin ngorbanin dia karena kesalahanku," lanjutnya lagi. Suaranya mulai bergetar sebab menahan tangis.
"Our mistake..."
Seungkwan berbalik badan, menghadap Vernon setelah mendengar pernyataan tersebut. Selama berbulan-bulan, ia selalu menyalahkan dirinya sendiri. Meratapi kesalahan tersebut hingga seluruh tubuhnya terasa nyeri, dan membiarkan kemungkinan buruk menghantuinya setiap hari. Seungkwan jelas merasa haru saat Vernon mengakui hal tersebut kini. Tak ada gunanya lagi menahan tangis, air matanya tumpah begitu saja tanpa ia sadari.
"It's our mistake, and i'm sorry."
Vernon tentu mengingat semuanya, saat dimana ia melimpahkan semua kesalahan kepada Seungkwan. Menyudutkannya dengan kata-kata kasar, juga memperlakukan Seungkwan dan bayinya seperti barang yang bisa dibayar dengan uang. Vernon tak lagi bisa melakukan hal tersebut, ia sudah sepenuhnya sadar akan kesalahannya dan berniat meminta maaf dengan tulus.
"Maaf ya, aku udah nyuruh kamu buat gugurin dia. Maaf karena dengan angkuhnya, aku gak mikirin perasaan bahkan keselamatan kamu kalo sampe nekat gugurin bayi kita."
Vernon mengusap air mata Seungkwan perlahan, namun tetap membiarkannya menangis dan menumpahkan semua perasaannya yang terdalam. Ia bisa paham mengapa Seungkwan bisa begitu bersedih, kesalahannya memang sulit dimaafkan apalagi dilupakan.
"Kadang rasanya capek..." ucap Seungkwan terbata. "Tapi... Kalo aku nyerah, dia gak bisa tumbuh dengan baik..."
Seungkwan berhenti sejenak sebab mulai merasa malu menunjukkan sisi lemahnya, dan terlalu banyak menangis di hadapan Vernon.
"You're so strong, and i'm proud of you."
Vernon mendekap Seungkwan dengan erat, dan Seungkwan tak berusaha menolak hal tersebut. Baik Vernon maupun Seungkwan, kini bisa kembali merasakan kehangatan yang pernah menjebak keduanya dalam sebuah kesalahan besar beberapa waktu lalu.
"I'm sorry, baby," ulang Vernon lagi. "Aku gak mungkin bisa ngulang waktu, tapi biarin aku nebus semuanya dengan usahaku setelah ini ya?"
Tak ada jawaban pasti, dan Vernon memakluminya. Yang ia pikirkan saat ini hanyalah cara untuk memberikan Seungkwan pembuktian akan niatnya.
"You don't have to forgive me. Just please, let me hold you and our baby..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Our mistake
FanfictionVernon dan Seungkwan baru pertama kali bertemu, namun sudah melakukan kesalahan saat keduanya dalam keadaan cukup sadar. Lalu, mengapa hanya salah satu diantara mereka yang berani mengakui, dan diminta bertanggung jawab atas hal tersebut?