"Permisi, yang punya rumah ada gak ya? Saya tadi diminta ambil mobil buat dibawa ke bengkel..." tanya seorang petugas bengkel kepada Seungkwan. Ia memang tengah berada di depan gerbang rumahnya, mengantarkan sang adik yang hendak pulang setelah mengunjunginya hari ini.
"Yang punya rumah?" tanya Yeonjun dengan nada yang tak terdengar ramah, ia tak habis pikir dengan pertanyaan petugas tersebut kepada Seungkwan, yang merupakan pasangan dari pemilik rumah tersebut.
"Junnie, stay calm..." bisik Seungkwan.
"Iya..." jawab petugas tersebut dengan ragu-ragu. "Maaf ini saya lagi buru-buru, jadi maunya ketemu sama yang punya langsung biar gak ada kesalahan."
"Bapak mending tanya satpam aja di dalem, nanti bakalan dibawa ke garasi dan ketemu sama sopir yang ngurus mobilnya," jelas Seungkwan. Ia juga tidak pernah berurusan dengan hal seperti itu sebelumnya. Meski sempat mendengar bahwa mobil milik ibu mertuanya memang direncanakan masuk ke bengkel hari ini, Seungkwan tidak mengetahui detail tentang hal tersebut. Jadi wajar bila petugas bengkel juga tak mengenalinya, apalagi ia hanya mengenakan kaos polos milik Vernon yang terlihat kebesaran juga sederhana.
"Itu kalo aku laporin ke kak Vernon, dah abis dia. Beuh!" kesal Yeonjun. "Gak ada kesalahan katanya, emang tadi pas dihubungin sama kak Vernon gak dibilangin mobilnya apa, warnanya apa gitu? Dih... Gak mutu."
"Hehe, mobilnya yang itu ada 2 sama persis," jawab Seungkwan dan Yeonjun terdiam. "Udah gak papa, lupain aja dek. Mending cepetan berangkat, mumpung belom sore."
"Beneran aku chat nanti, abis itu pasti langsung diumumin ke semua orang kalo kakak juga yang punya rumah ini," imbuh Yeonjun sembari mengecek ponselnya dan mengambil beberapa foto dari mobil derek dari bengkel tersebut.
"Ehm, biar dichat Mama aja deh, gak punya nomernya kak Vernon..." lanjut Yeonjun lagi dengan grogi saat Seungkwan menatapnya dengan senyuman.
"Ohh, syukur deh kalo gak punya nomernya. Asal gak tiba-tiba kirim email aja sih ya..." goda Seungkwan dan sang adik tak bisa menjawab. Beberapa saat setelah Seungkwan resmi diboyong ke rumah tersebut, Yeonjun sempat mengirimkan sebuah surel kepada Vernon yang berisikan pesan agar Seungkwan dijaga dengan baik karena jauh dari keluarga. Ia juga tak kalah canggung seperti Papa Boo, dan belum begitu akrab dengan Vernon.
"Please kalo ada yang kaya tadi dan kakak gak bisa bilang itu ke kak Vernon, bilang sama aku aja, Kak..." pinta Yeonjun dengan serius. "Sama tolong kalo Bin keseringan main kesini juga, laporin ke aku."
"Iya udah gak perlu khawatir, okay? Kerja yang bener, uangnya ditabung. Sky lebih kangen om nya daripada hadiahnya..." pinta Seungkwan sambil merapikan jaket juga helm yang dikenakan adiknya. "Jangan ngebut, ntar kakak aduin Papa lhoh."
"Motor gedhe kalo dibuat santai, capek tau kak..." balas Yeonjun yang tak ingin kalah. "Aku pulang dulu, bye."
Setelah motor sang adik sudah jauh dari pandangan, Seungkwan segera kembali ke dalam rumah untuk membantu menyiapkan beberapa barang. Sang ibu mertua hendak pergi beberapa hari untuk perjalanan bisnis, dan sebentar lagi akan segera berangkat menuju bandara. Di halaman, ia kembali melihat petugas bengkel, supir sang ibu mertua juga supir pribadinya. Ia memberikan senyum yang dibalas salam hormat oleh kedua supirnya.
"Tolong kalo lagi repot, bilang sama mbak ya?" pesan ibunda Vernon dan Seungkwan mengangguk. "Beneran lhoh sayang, jangan sukanya lakuin semua sendiri nanti capek..."
"Iya, Ma. Seungkwan janji."
"Eh, ini anak ganteng cemberut mulu. Kenapa?" tanya Mama Vernon kepada cucunya. Sky nampak kebingungan sebab sang ibu juga neneknya terlihat sangat sibuk. Terlebih Mama Vernon juga merias diri, bayi berusia 8 bulan itu bisa merasakan bahwa sang nenek tengah bersiap untuk keluar rumah.
"Sky harus makan yang banyak, biar cepet gedhe. Baru nanti bisa ikut grandma jalan-jalan," tutur Seungkwan kepada bayinya yang merentangkan kedua tangannya, seolah ingin benar-benar ikut pergi dengan sang nenek.
"Bentar doang, sayangku. Nanti grandma beliin oleh-oleh, okay?" bujuk Mama Vernon. "Nurut sama Mama, ya..."
Seungkwan mencium tangan ibu mertuanya, juga membantu membawakan barang yang ringan mengingat Sky masih dalam gendongannya. Dan tak lama berselang dari kepergian sang ibu, Vernon pulang dari bekerja. Memang suaminya pulang di jam yang normal, hanya Vernon terlihat gelisah juga terburu-buru.
"Perasaan tadi bilangnya gak bisa nganterin Mama..."
"Mobilnya udah diambil? Siapa yang ngambil sayang?" tanya Vernon, ia pulang dengan tergesa bukan karena ingin mengantarkan keberangkatan sang ibu.
"Udah tadi sebelum Mama berangkat. Ya diambil orang bengkelnya, kan?"
"Yang mana? Ciri-cirinya kaya apa? Biar aku bilangin dia," lanjut Vernon menggebu dan Seungkwan semakin kebingungan. "Bisa bisanya dia gak tau kalo kamu istri aku, gak sopan banget."
Vernon menunjukkan bukti percakapannya dengan Yeonjun juga sang sopir lewat pesan singkat, dan Seungkwan tidak bisa mengelak. Ia tak menyangka sang adik benar-benar melaporkan perkara tersebut, juga tak ingin hal seperti itu dipermasalahkan lebih lanjut.
"Sayang... Kayanya ini cuma masalah sepele deh..."
"Kok bisa masalah sepele?" tanya Vernon lagi. "Justru aku gak suka banget soalnya kamu keliatan disepelein sama dia."
"Sini dulu yuk..." pinta Seungkwan, dan Vernon terpaksa menurut. Keduanya menuju kamar pribadi sebab Seungkwan tak ingin emosi Vernon didengar asisten rumah tangga yang lain. Ia juga segera menyajikan teh, dan menyiapkan keperluan mandi sore Vernon.
"Yang bikin kamu apa mbak?"
"Aku sendiri. Kenapa sayang?" tanya Seungkwan dan Vernon lagi-lagi mengeluarkan ponselnya dan menunjukkan pesan yang kali ini dari sang ibu.
"Kan udah dibilangin, Mom gak suka kalo kamu ngelakuin semua sendiri," ujar Vernon dan Seungkwan hanya bisa tersenyum. "Aku juga gak suka kalo kamu ninggalin aku buat ini itu, sibuk mulu..."
"Gemes banget sih..." balas Seungkwan melihat sang suami yang cemberut seperti anak kecil. "Masa ngelayanin suami sendiri harus nyuruh mbak?"
Vernon menghela napas panjang kemudian menikmati tehnya.
"Aku bersyukur banget bisa diterima di rumah ini, sama keluarga besar dan terutama Mama kamu," ucap Seungkwan. "Semua perhatian kamu, kasih sayang juga waktu, itu udah segalanya buat aku sayang. Jadi gak perlu khawatir berlebihan sama sesuatu di luar kebiasaan kamu, apalagi hal kaya tadi ya?" pinta Seungkwan lagi.
"Tapi bukan berarti aku juga terima orang jadi gak ngehargain kamu, kan? Aku berhak marah dong kalo kamu diperlakuin kaya tadi?" tanya balik Vernon dan Seungkwan tetap berusaha tenang.
"Aku sadar sama apa yang coba kamu lakuin, tapi gak semuanya perlu diselesein pake emosi, okay?"
Vernon tak menjawab. Ia memilih tenggelam dalam pelukan Seungkwan untuk meredakan segala penat juga emosinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our mistake
FanfictionVernon dan Seungkwan baru pertama kali bertemu, namun sudah melakukan kesalahan saat keduanya dalam keadaan cukup sadar. Lalu, mengapa hanya salah satu diantara mereka yang berani mengakui, dan diminta bertanggung jawab atas hal tersebut?