"Halo, Kak? Nanti gue dateng sore kayanya. Kalo kakak mau pulang duluan gak papa, biar sama suster aja," jawab Vernon spontan, padahal Jeonghan juga belum menyampaikan maksudnya menelpon. Vernon sudah terbiasa dengan panggilan dari kakaknya tentang perkembangan keadaan Seungkwan maupun bayinya, ataupun urusan lain di rumah sakit.
"Padahal gue baru mau bilang, lo selesein urusan di situ dulu gak papa."
Jeonghan sedikit kesulitan untuk meyakinkan Vernon untuk beristirahat, tapi juga gugup berbicara jujur tentang Seungkwan yang sudah terbangun dari koma. Ia hanya bisa beralasan, walau tau Vernon akan tetap datang menjenguk Seungkwan seperti biasa meski baru saja selesai dengan rangkaian acara pemakaman sang ayah.
"It's okay, Kak. Abis ngurusin Mama, nanti kesitu..." jawab Vernon lagi dengan yakin. Ia sedang menyiapkan makan siang untuk sang ibu yang tengah kelelahan setelah 2 hari sibuk dengan pelayat yang datang.
"Nonie, i'm fine."
Vernon meletakkan ponselnya. Ia menatap sang ibu dengan serius, tanpa bisa berkata apapun.
"Kenapa sayang?" tanya ibundanya dan Vernon menggeleng. Ia melihat panggilan teleponnya masih tersambung, dan segera memberikan jawaban.
"Wait...."
"Kalo kamu masih sibuk, gak papa sayang. Aku baik-baik aja, and i'm really sorry for your lost."
Vernon mendengarkan dengan seksama, dan kali ini ia begitu yakin bahwa suara tersebut memang milik kekasih hatinya.
"Halo? Seungkwan? Baby, is that you??!?" jawabnya dengan panik, namun tak ada jawaban. Vernon sedikit frustasi.
"Nonie, Seungkwan udah sadar, udah baikan," jawab Jeonghan dengan hati-hati, dan Vernon mulai kembali merasakan jantungnya berdegup lebih cepat seperti saat ia mendengar suara Seungkwan.
"Jadi, lo bisa urusin Tante dulu gak papa. Disini banyak yang jagain Seungkwan, tenang aja..." lanjut Jeonghan lagi.
"Gue kesitu sekarang, Kak."
Jeonghan sempat menegurnya, namun tak banyak yang bisa ia lakukan jika Vernon sudah bertekad. Ia menutup panggilan tersebut, dan tak lupa menitipkan salam untuk Mama Vernon.
"Mom... Seungkwan udah sadar," ucap Vernon kepada ibundanya dengan haru, dan keduanya seketika berpelukan.
"Boleh kesana gak? Nonie pengen banget ketemu Seungkwan," bujuknya kepada sang ibu dengan putus asa, meski sebenarnya Mama Vernon sudah pasti mengizinkan hal tersebut. Setelah ia mendapat persetujuan penuh, Vernon segera bersiap.
"Sama sopir aja, sayang. Kamu lagi capek, panik juga. Gak baik nyetir jauh dengan keadaan kaya gini," pinta sang ibu, dan Vernon merasa bimbang. Apa yang disampaikan ibundanya memang benar, ia terlalu kalut dan gegabah.
"Besok Mama nyusul, kamu bisa nginep di rumah sakit atau di rumah Jeonghan dulu. Jangan lupa istirahat."
"I'm sorry, Mom."
"It's okay... Salam buat Seungkwan, ya? Jagain dia baik-baik."
Vernon terlihat semakin kebingungan untuk sekedar bersiap, hingga sang ibu akhirnya meminta bantuan beberapa asisten rumah tangga untuk menyiapkan keperluan Vernon. Ia juga dibekali air minum, serta makanan untuk teman perjalanannya. Sudah beberapa hari ini, Vernon tak punya nafsu untuk makan dengan benar karena kesibukan. Tapi bahkan selama perjalanannya, Vernon tak menyentuh bekal tersebut. Hatinya masih benar-benar merasa tak nyaman sebelum secara langsung melihat kondisi Seungkwan.
"Kak... Gimana? Siapa yang ada di dalem?" tanya Vernon sesaat setelah sampai di depan ruang rawat Seungkwan, dan Seungcheol hanya menuntunnya masuk perlahan. Pintu diketuk, dan Jeonghan yang menyambut keduanya. Seungkwan sudah bisa duduk lebih tegak, dengan bayi mereka yang tertidur di sisinya.
Vernon segera mendekat dengan tergesa, padahal seluruh tubuhnya sudah gemetar. Rasanya sulit dipercaya, sang kekasih yang selama 2 bulan lebih dalam keadaan tak berdaya, kini sudah kembali dan mau menerima kehadirannya.
"Hei..."
Vernon mendaratkan kecupan di kening Seungkwan, seperti yang selalu ia lakukan saat berkunjung. Hanya saja, kali ini lebih lama dari biasanya. Ia menahan haru yang luar biasa, kebingungan untuk menitikkan air mata sebab sudah terlalu banyak tertumpah selama penantiannya. Vernon mencoba duduk tenang, dan memandangi kekasih hatinya dengan seksama.
"I miss you so much."
"I miss you more..." jawab Vernon singkat.
"Kamu baik-baik aja, kan? tanya Seungkwan. Tangannya menyibak pelan helai rambut Vernon, kemudian menyentuh rahang tegas milik sang kekasih hati. "Kenapa kurusan?"
"Aku baik-baik aja sayang," jawab Vernon, namun Seungkwan tetap tak percaya. "Kamu sendiri ngerasain apa? Ada yang sakit gak?"
Seungkwan menggeleng. Semua orang mempertanyakan hal yang sama, tapi ia memang tak merasakan sakit yang berarti. Ia juga tak ingin Vernon semakin khawatir.
"Are you really okay, darling?" tanya balik Seungkwan kepada Vernon. "Kenapa ngeyel banget sih? Kan aku udah bilang kalo aku baik-baik aja, kenapa nekat kesini? Kamu yang harusnya banyak istirahat, tuh matanya keliatan capek banget. Sering begadang pasti?"
Vernon tak memberikan jawaban sedikitpun. Ia hanya bisa menggenggam erat tangan Seungkwan, juga tak mengalihkan perhatiannya dari sang pujaan. Seungkwan mungkin akan merasa aneh jika Vernon melakukan hal tersebut di hari-hari sebelumnya, tapi kali ini ia hanya bisa pasrah menerima dan membiarkan Vernon terus bermanja dengannya.
"Aku minta maaf, ya?" ucap Vernon. "Maaf udah ninggalin kamu waktu itu. Maaf juga karena udah gak tau diri balik lagi, dan bikin kamu kaya gini..." lanjut Vernon dengan matanya yang mulai basah.
"Aku tau kalo salahku kali ini udah kelewatan, tapi aku bisa jelasin semuanya kalo kamu mau..."
"Nonie, it's okay," jawab Seungkwan dengan senyuman. "Nanti kita omongin lagi, ya? Jangan ngerasa bersalah terus-terusan kaya gitu sayang..."
Kepergian Vernon beberapa waktu lalu memang bukan kemauannya, dan kesalahan tersebut benar-benar tidak disengaja. Namun Vernon tetap menyesal tak bisa menemani Seungkwan melewati masa kehamilannya dengan baik. Ditambah lagi, kembalinya Vernon bukan membuat keadaan membaik, tapi justru sebaliknya.
"Aku daritadi nahan nangis, biar anaknya gak kebangun. Malah kamu yang nangis..." lanjut Seungkwan saat bayinya mulai bangun dan bergerak dengan gelisah. Pembicaraan keduanya terlalu emosional dan mengganggu tidur sang putra.
"Ya gimana? Namanya juga kangen..." protes Vernon yang masih tak bisa membendung tangisnya.
Jeonghan kemudian menimang bayi Seungkwan, juga berniat membiarkan kedua adiknya memiliki waktu bersama. Namun rupanya Sky menjadi sedikit lebih rewel dari biasa, dan tangisannya tak kunjung mereda. Vernon tak bisa hanya duduk diam dan mengamati hal tersebut. Ia kemudian mengusap air matanya sendiri, dan menggantikan Jeonghan untuk menenangkan sang bayi.
"Hei, Baby... Papa bikin Mama nangis ya?" bisik Vernon kepada bayinya. "I'm sorry..."
Dan dalam sekejap bayi tersebut bisa kembali tenang. Vernon menimangnya dengan lembut, hingga Seungkwan merasa tersentuh. Ia kemudian meminta ijin untuk mengurus bayinya terlebih dahulu, dan berjanji akan kembali menemui Seungkwan jika keadaan sudah lebih baik.
"Sumpah, Sky emang senurut itu sama Vernon. Langsung anteng pokoknya kalo udah dipegang sama ayahnya..." jelas Jeonghan, dan Seungkwan bisa memaklumi hal tersebut. Sejak masih dalam kandungannya saja, sang bayi sudah begitu menurut dengan ucapan Vernon. "Atau mungkin kangen kali ya? Jadi denger suaranya Vernon langsung minta gendong."
"Kayanya gitu sih, Kak," jawab Seungkwan. "Wajar banget kalo kangen, apalagi selama ini dirawat sama Nonie. Mereka udah sedeket itu ternyata..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Our mistake
FanfictionVernon dan Seungkwan baru pertama kali bertemu, namun sudah melakukan kesalahan saat keduanya dalam keadaan cukup sadar. Lalu, mengapa hanya salah satu diantara mereka yang berani mengakui, dan diminta bertanggung jawab atas hal tersebut?