I love you, Baby

1.6K 115 11
                                    

Day 22

"Kaya kenal..." ucap Vernon saat melihat sebuah mobil yang familiar di ingatannya terparkir di halaman rumah Jeonghan, sampai akhirnya ia sadar bahwa mobil tersebut milik "teman" Seungkwan. Vernon memilih masuk rumah lewat pintu belakang yang langsung menuju ke dapur, enggan bertemu apalagi menyapa tamu spesial milik Seungkwan itu.

"Eh... Nonie udah pulang. Gimana barangnya? Banyak banget kan?" goda Jeonghan dan Vernon mengacungkan jempolnya.

"Tapi, dikasih ini kak," Vernon mengeluarkan satu kantong kecil biji kopi pilihannya dengan bangga, hadiah dari Seungcheol untuk pekerjaannya membongkar kiriman hari ini. "Dapet kopi gratis, bebas milih lagi."

Jeonghan tertawa dan memberikan tepuk tangan kecil sebagai apresiasinya untuk usaha Vernon yang kini mulai membuahkan hasil. Meski masih sering mendapatkan umpatan, ia mulai bisa menyesuaikan diri dengan Seungcheol juga.

"Mau dibikinin gak?" tawar Jeonghan dan Vernon mengangguk. Ia membiarkan Vernon untuk makan siang terlebih dahulu, sementara ia menyiapkan kopi. Keduanya juga sedikit bertukar cerita tentang hal-hal kecil, juga rasa penasaran Jeonghan terhadap keluarga Vernon.

"Udah berapa kali kabur? Rekor terlama berapa hari?"

"Wah... Berapa ya kak?" Vernon mencoba mengingat berapa banyak usahanya untuk pergi dari rumah. "Dua mingguan kayanya kak, nginep di rumahnya art hehe..."

"Gak dicariin apa? Emang orang tua lo gak ngerasa kehilangan anak?" tanya Jeonghan lagi dan Vernon hanya terpingkal. Ia menjelaskan betapa seringnya ia keluar dari rumah saat masih remaja, juga cara-cara yang dilakukan oleh orang tuanya untuk mencari. Kesibukan sang ayah, minimnya perhatian serta kenakalan masa mudanya membuat ayah Vernon memilih jalan lain untuk mendidiknya. Terbukti, ia dipaksa dengan cara yang lebih licik hanya untuk dijadikan pewaris perusahaan, yang membuat Vernon dewasa menginginkan kebebasan seperti dulu.

"Terus, dimarahin? Atau, kaya di sinetron gitu? Lo bandel aja tapi gak dikasih kartu kredit?"

"Biasa aja sih kak, kartu juga gak diblokir. Ini kalo kakak pake juga bisa lhoh, trus ntar rumah ini langsung digrebek," jawab Vernon santai sambil mengeluarkan dompetnya dan Jeonghan memukulnya dengan sendok teh.

Vernon juga tak terlalu ingin memusingkan mengapa hingga hari ini ia belum juga ditemukan oleh orang suruhan sang ayah, Vernon merasa sudah nyaman seperti ini. Bekerja untuk orang lain yang ia rasa lebih punya jiwa kemanusiaan dibanding ayahnya, meski dengan banyak keterbatasan.

"Tamunya Seungkwan itu, emang beneran bukan pacarnya Kak?" tanya Vernon mengalihkan pembicaraan.

"Bukan kok, cuma temen. Tapi katanya udah lama gitu, dan ya emang deket banget. Orangnya juga baik, ramah," jelas Jeonghan. Vernon hanya bisa mengangguk sesekali, juga menahan rasa. "Kenapa? Cemburu ya?"

"Cemburu kaya siapanya aja kak..."

Jeonghan memperhatikan, Vernon bahkan tidak berusaha untuk menolak bahwa ia memang merasa cemburu. Hanya respon seseorang yang tengah berkecil hati, dan hal tersebut sangat menarik bagi Jeonghan.

"Ayah dari bayinya Seungkwan, kan?" tanya Jeonghan dengan hati-hati, dan Vernon tersipu.

Entah kenapa, jawaban dari Jeonghan menjadi sangat membekas di hatinya. Bukan dalam artian ia ingin merasa sombong atas statusnya dibanding Joshua, hanya mengingatkan Vernon akan kewajibannya untuk bertanggungjawab atas bayi dalam kandungan Seungkwan. Terlepas dari perasaan apapun yang ada dalam hatinya, atau hubungan yang tengah Seungkwan jalani dengan siapapun itu, tanggung jawabnya tetap wajib Vernon penuhi.

"Udah pulang? Kok gak pamitan sih?" tanya Jeonghan mengalihkan percakapannya dengan Vernon. Seungkwan masuk ke dapur membawa serta nampan juga cangkir tehnya.

Our mistakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang