Day 1
Jeonghan pergi di pagi hari, seperti biasa. Seungkwan juga berada di dapur untuk mempersiapkan segala keperluan membuat roti dan kue. Sementara Vernon terlihat masih menikmati tidurnya meski hanya di sebuah sofa dan setelah suara kesibukan di dapur mulai terdengar, barulah Vernon bisa bangun. Tapi tak ada yang bisa ia lakukan, Vernon hanya bisa duduk terdiam dengan wajah datarnya.
Setelah selesai dengan urusannya di dapur, Seungkwan mulai membuka jendela, juga membereskan beberapa area rumah. Dan ketika menyadari bahwa Vernon sudah bangun, ia mendekat lalu meminta Vernon untuk berdiri sejenak dari duduknya.
"Gue bisa beresin ini lain kali," ucap Vernon membantu Seungkwan menata selimut juga membereskan bantalnya.
"Taroh di lemari bawah itu ya? Nanti malem kalo dipake, ambil lagi." Seungkwan menunjuk pada lemari di bawah televisi, dan Vernon menurut. Ia menyimpan peralatan tidurnya dan merapikan ruang tamu. Setelah selesai, ia lagi-lagi hanya bisa kembali duduk.
"Non, bisa bantuin ambil belanjaan gak? Ada di bagasi belakang," perintah Jeonghan yang baru pulang, ia diberitahu Seungkwan bahwa Vernon terlihat amat kebingungan hendak berbuat apa di rumah tersebut.
"Bisa kak!" jawab Vernon dengan semangat, akhirnya ia bisa melakukan sesuatu yang berguna daripada hanya berdiam diri.
Vernon dengan hati-hati membawa satu persatu belanjaan Jeonghan. Dimulai beberapa keranjang telur sebagai pertimbangan pertamanya, sebab dirasa perlu ekstra penanganan saat tenaganya belum banyak terkuras. Disusul dengan beberapa kilo tepung terigu, serta bahan kue yang lain. Terakhir, ia membawa sayur serta buah-buahan untuk diletakkan di dekat lemari pendingin sebelum nantinya akan disimpan.
"Salah gak sih kalo kita nyuruh-nyuruh anak orang kaya, Kwan?" tanya Jeonghan saat memperhatikan Vernon membawa kantong belanjaan terakhir ke dapur.
"Entahlah kak, hehe... Tapi anaknya nurut tuh, mungkin gak papa?"
"Makasih ya, Non." ucap Jeonghan saat Vernon berhasil membawakan semua barang dari bagasi mobil. "Kok jadi berasa manggil majikan... Gak enak banget manggil Non."
"Panggil "Nonie" aja kalo gitu kak, itu panggilan di rumah," jawab Vernon dengan senyum tipisnya saat tengah mencuci tangan.
"Nonie?" tanya Seungkwan dan Vernon mengangguk. "How cute."
Seungkwan juga turut tersenyum mendengar "tmi" tersebut, dan Vernon tiba-tiba merasakan debar saat melihat senyum manisnya. Sebab Vernon tak pernah punya kesempatan untuk melihat atau membuat Seungkwan bereaksi segemas itu sebelumnya.
"Nyuci mobil bisa gak?" pinta Jeonghan. Seungkwan sedikit mengkhawatirkan Vernon, tapi ia tak mampu berbuat banyak.
"Belom pernah sih kak, tapi mungkin bisa."
Setelah mendengarkan instruksi singkat dari Jeonghan, Vernon mulai mencuci mobil. Tak mudah baginya untuk melakukan hal tersebut, namun ia bersedia mencoba meski bajunya hampir basah kuyup. Jeonghan yang mengetahui hal tersebut tertawa tak habis pikir. Ia segera mencari baju ganti, dan menyediakan sarapan untuk Vernon setelah tugasnya selesai.
"Ngakak banget deh, wkwk. Bisa ya orang nyuci mobil tapi yang basah semua malah orangnya..."
"Pasti gak pernah ngerjain apa-apa dia di rumah kak," jawab Seungkwan yang juga turut menyaksikan Vernon dan kegiatan paginya yang luar biasa.
"Bentar ya... Kakak mau ngerjain dia lagi."
Vernon yang tengah mencuci piringnya diamati oleh Jeonghan dengan sabar. Untuk kali ini, ia terlihat bisa melakukannya tanpa banyak kendala.
"Sebenernya itu ada mesin cuci piring sih, hehe," Jeonghan menunjuk ke arah bawah wastafel.
"Tapi gak papa, kalo satu doang cuci sendiri ya? Seungkwan juga suka nyuci piring sendiri daripada pake mesin, masa mau kalah sama Kwan?" ledek Jeonghan, dan Vernon kebingungan memberi respon atas candaan tuan rumahnya itu.
"Udah selesai kan? Sekarang, anterin itu ke kafe ya?"
"Sebanyak itu kak?" tanya Vernon saat Jeonghan menunjuk tumpukan boks kue miliknya.
"Buat dijual ya banyak lah. Itu sama Seungkwan, biar gak dikira mau ngerampok kafe gue pagi-pagi," ujar Jeonghan kembali iseng.
Vernon dan Seungkwan kemudian tak sengaja bertemu pandang, lalu segera berpaling sebab merasa grogi. Vernon juga membantu Jeonghan menata boks demi boks dengan hati-hati, khawatir akan merusak bentuk dari kue tersebut.
"Nyetir pelan-pelan aja lhoh, perlu penanganan spesial soalnya." ucap Jeonghan memperingatkan dengan tangannya yang mengusap perut Seungkwan, dan Vernon mengerti dengan kode tersebut. Sepanjang perjalanan, ia menyetir dengan hati-hati, sambil terus mengawasi Seungkwan dalam diam.
"Kamu gak bawa hape?"
"Jatoh kayanya, di jalan. Baguslah jadi gak terlacak," jawab Vernon. "Gue juga gak bawa duit cash, tinggal dikit sisa naik taksi kesini. Tapi kalo nanti bisa ngehubungin orang rumah, gue ganti semuanya kok."
Seungkwan terdiam, tak mengerti apa maksud Vernon. Mungkin yang dimaksud adalah biaya selama ia menumpang hidup di rumah Jeonghan.
"Dan... Tenang aja, gue udah biasa kabur dari rumah. Bokap pasti cari di tempat orang terdekat dulu, gak mungkin kepikiran kesini...."
"Pantes keliatan udah pro," ucap Seungkwan. "Badan babak belur kaya gitu aja tetep nekat pergi sampe sini..."
Vernon memang tak punya pilihan, dan seolah menjadikan Seungkwan sebagai satu-satunya tempat untuk dituju. Ia harus mengakui bahwa pertemuan pertama mereka dulu membuat kesan tersendiri di hatinya, meski Vernon sempat melupakannya dan baru menyadari semua saat keadaannya sangat terdesak.
"Ngeliatin apa?" tanya Seungkwan saat Vernon tertegun melihat deretan kue mulai ditata satu persatu di dalam etalase kaca, dan Vernon menggeleng. "Mau? Aku ambilin kalo kamu mau."
"Boleh?" tanya Vernon segan.
"Boleh, tapi satu aja ya?"
Seungkwan membeli satu potong cheesecake untuk Vernon, dengan uang pribadinya. Meski karyawan Jeonghan berulang kali menolak uang tersebut, Seungkwan tetap bersikeras sebab tak ingin merugikan kakaknya terlalu banyak.
Sementara di sisi lain, Vernon menikmati cheesecake nya dengan perlahan, membayangkan buatan sang ibu yang rasanya tak akan tergantikan. Namun ia enggan lama-lama bersedih, ia menyantap habis sisa kue tersebut sebelum bersiap pulang.
"Suka banget kayanya..."
Vernon tersipu, "this is my favorit cake."
Fakta lain dari Vernon kembali membuat Seungkwan tersenyum, juga bisa mengerti mengapa ia bisa tertarik dengan kue tersebut sejak beberapa bulan lalu. Anaknya ternyata mulai menurun sang ayah meski masih dalam kandungan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our mistake
FanficVernon dan Seungkwan baru pertama kali bertemu, namun sudah melakukan kesalahan saat keduanya dalam keadaan cukup sadar. Lalu, mengapa hanya salah satu diantara mereka yang berani mengakui, dan diminta bertanggung jawab atas hal tersebut?