No other choice

1.1K 107 16
                                    

"Kak... Seungkwan ada?"

Setelah kedatangan Vernon ke kafe beberapa minggu lalu dan diberi peringatan yang membuatnya sempat ragu, hari ini ia memberanikan diri untuk datang langsung ke rumah. Vernon bisa saja memilih waktu dengan mengingat jadwal kerja Seungcheol sebelumnya, namun ia datang dengan kesiapan untuk menemui siapapun di rumah tersebut.

"Mau ngapain kesini? Jadi benalu lagi?" tanya Seungcheol dengan nada yang kasar, dan Vernon berhasil dibuat bergidik.

"Mau ketemu Seungkwan sebentar kak, buat ngejelasin semuanya."

Seungcheol tak berpikir panjang, ia memukul Vernon tepat di wajahnya. Tak peduli jika keduanya masih berada di depan pintu dengan resiko mendapatkan banyak tatapan dari tetangga sekitar, Seungcheol tak bisa menahan emosinya.

"Mending lo pergi sana, yang jauh. Jangan pernah kepikiran buat balik kesini lagi, atau lo abis sama gue."

"Kak, tolong... Sebentar aja. Diawasin juga gak papa kok."

Vernon tetap tak putus asa, ia sangat merindukan Seungkwan dan bayinya. Tak peduli jika Seungcheol terus mengusirnya pergi, ia akan melakukan berbagai cara untuk diperbolehkan masuk. Namun Seungcheol kembali memukulnya di titik yang sama saat ia hendak bangkit. Vernon kembali tersungkur dengan luka yang lebih serius dari sebelumnya.

"Dibilangin suruh pergi, masih ngeyel aja."

Vernon masih bisa berdiri dan kembali memohon, tapi Seungcheol tetap enggan dibujuk. Pukulan lain hampir saja dilayangkan demi menuntaskan emosi Seungcheol, namun urung dilakukan saat ia mendengar sebuah panggilan. Atau, lebih tepatnya teriakan.

"Sayang, tolong!"

Keduanya bertukar pandangan, sebelum akhirnya Seungcheol berlari ke sumber suara dan disusul Vernon. Jeonghan berada tepat di bawah anak tangga, tengah memegangi sang adik yang sudah lemas dengan cairan ketuban mengalir dari sela kakinya.

Saat bel rumah dibunyikan, Seungkwan turut mendengarnya. Ia sebenarnya tak memiliki kecurigaan apapun, juga tak menaruh harapan akan tamu yang datang di hari itu. Namun saat keributan lain mulai terdengar, Seungkwan tergerak untuk keluar kamar dan melihat apa yang sedang terjadi dari atas. Sosok yang selama ini ia nantikan benar-benar datang, dan Seungkwan hampir tak mempercayai hal tersebut. Ia memang tak sempat melihat pukulan yang kakaknya layangkan sebelumnya, namun Vernon sudah terlihat babak belur dengan luka di sudut bibirnya.

Seungkwan ketakutan, juga bimbang untuk memutuskan. Sebab sang kakak juga sudah terlanjur marah besar, tapi di sisi lain ia pun tak ingin melihat Vernon kembali disakiti. Dan dengan perasaan yang tak menentu juga perut besarnya yang menghalangi, Seungkwan memberanikan diri untuk turun. Padahal hanya tersisa beberapa anak tangga lagi hingga sampai di lantai bawah, tapi Seungkwan tiba-tiba tergelincir dan jatuh terduduk. Beruntung ia masih sempat berpegangan, namun perutnya tetap merasakan sakit tak terkira.

"Kak please, jangan pukulin Nonie lagi..." ucap Seungkwan saat Seungcheol juga Vernon berada di hadapannya. Amarah yang tadinya memenuhi hati Seungcheol tiba-tiba lenyap saat melihat Seungkwan kembali harus menahan sakit.

"Ayah cepet siapin mobil dong!" paksa Jeonghan saat melihat sang suami justru berdiri mematung.

Vernon tak dapat melakukan apa-apa selain pasrah. Ia segera membopong tubuh Seungkwan, sementara Seungcheol menyiapkan mobil. Jeonghan menelfon pihak sekolah anaknya, dan mengatakan bahwa kemungkinan ia akan menjemput Seunghan lebih terlambat dari biasanya. Ia tak ingin kepanikan membuatnya lupa kepada sang buah hati.

"Nonie, i'm scared..." bisik Seungkwan dalam sisa kesadarannya. Rasa sakitnya sulit dijelaskan, bahkan Seungkwan tidak lagi bisa merasakan pergerakan bayinya.

"Don't worry baby, i'm here with you..."ucap Vernon mencoba menenangkan, tapi disaat yang sama ia justru mendapati bahwa bukan hanya air ketuban yang terus mengalir, namun juga darah.

"Kak, ini ada darahnya..."

"Bentar bentar, tinggal satu belokan lagi," jawab Seungcheol yang tetap berusaha fokus, sementara Jeonghan tak dapat melepaskan pandangannya kepada Seungkwan yang berada dalam dekapan Vernon di kursi belakang.

"Kamu sabar, ya? Bentar lagi sampe kok."

Seungkwan masih bisa melihat kepanikan yang terpancar dari wajah Vernon, tapi ia juga tak bisa berbuat banyak. Ia kemudian membawa tangan Vernon yang belum terlepas dari genggaman untuk menyentuh perutnya. "Please, save our baby..."

"No, darling. Just please stay with me, we will save you both...." pinta Vernon yang terlalu kalut. Ia bahkan menangis sebab setelahnya Seungkwan tiba-tiba tak sadarkan diri. Genggaman tangannya terlepas, tangan kiri Seungkwan yang sedari tadi memegangi bagian bawah perutnya juga sudah terkulai lemas. Vernon berulang kali berusaha menyadarkannya, tapi mungkin Seungkwan tak dapat lagi menahan rasa sakit.

Dua orang perawat menyambut mereka di depan unit gawat darurat, dan Seungkwan segera mendapatkan penanganan. Dokter memeriksa keadaannya, juga bayi dalam kandungannya. Dan setelah pemeriksaan singkat, Seungkwan kembali dipindahkan.

"Nonie, sabar dulu..." ucap Jeonghan saat Vernon ikut berlari saat melihat Seungkwan. Ia menahan tangan sang adik dengan lembut.

"Suster, mau dibawa kemana lagi?"

"Maaf, Pak. Nanti ada dokter yang menjelaskan," jawab suster tersebut yang kemudian segera berlalu, mengikuti brangkar yang membawa Seungkwan ke sebuah ruangan tak jauh dari unit gawat darurat.

Vernon diberi tahu bahwa Seungkwan harus segera dioperasi. Ketubannya hampir habis, dokter juga menyampaikan bahwa benar terjadi pendarahan. Bayinya akan terancam tak selamat jika tidak segera dikeluarkan, sementara Seungkwan tidak berada dalam kondisi yang stabil dan terlalu lemah untuk mengejan.

"Lakuin apapun dokter. Tapi saya mohon, tolong utamain keselamatan ibunya dulu."

Keputusan yang terlalu berat untuk diambil, bahkan kedua kakaknya terkejut mendengar hal tersebut. Namun Vernon tak punya pilihan lain, baik Jeonghan juga Seungcheol akhirnya berusaha mengerti. Meski ia tau bahwa Seungkwan tak akan menyukai pilihannya, dan meski ia tau Seungkwan sangat menyayangi bayinya, Vernon lebih tidak bisa membiarkan sesuatu yang buruk terjadi kepada Seungkwan.

"Mom..."

"Kamu di mana sayang? Jadi ketemu Seungkwan?"

"Mom... Seungkwan sekarang di ruang operasi, bayinya harus lahir prematur," jelas Vernon kepada sang ibu dalam panggilan telepon. "Please, pray for him and our baby..."
















Dengan berbagai pertimbangan dari komen part sebelumnya, percaya deh ini udah revisi kesekian kali biar gak angst banget, aslinya lebih ngeselin lagi. Atau, dilanjut sad end aja?

Our mistakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang