"Hannie gak papa, kan? Dikit lagi nyampe kok sayang, tenang aja..." ucap Seungkwan meyakinkan keponakannya.
"Oh my God, this house was too huge for my lil feet..." ucap Seungkwan sambil terus menaiki satu persatu anak tangga. Tangan kanannya masih menggandeng Seunghan, dengan Sky berada dalam gendongan.
"Siapa juga yang milih kamar bayi ditaroh di lantai 3. Sky yang pilih ya? Atau, Papa?" tanya Seungkwan kepada bayinya, dan dibalas senyuman yang menggemaskan.
"Lhoh... Pak, ada kerjaan lagi?" tanya Seungkwan pada orang kepercayaan Vernon yang baru saja akan turun tangga. Tak biasanya beliau datang di hari libur, kecuali ada keperluan mendadak yang harus diselesaikan dengan Vernon.
"Saya kesini diminta ngecek rumah, Tuan. Kata bapak tadi minta dibikinin lift, biar gak bikin capek kalo naik turun."
"Ohh..." Seungkwan hanya bisa memberi senyum sebagai respon hingga akhirnya orang tersebut berpamitan. Ia sendiri belum pernah secara langsung mengeluhkan perihal kesulitannya menyesuaikan diri dengan rumah keluarga Vernon, tapi kini seolah sudah diberikan jalan keluar.
"Om Non!" sapa Seunghan dengan riang dan disambut pelukan hangat.
"Hannie sendirian? Ayah mana?"
"Nanti sama Bibu, nyusul. Aku sama Sky jalan-jalan duluan, seru banget!" jelas Seunghan dengan antusias. "Om ayo main sama aku sama adek juga!"
"Ini jadinya om disuruh gendong Hannie apa adek?" tanya Vernon, Seunghan terdiam seolah tengah membuat pertimbangan dan melirik ke arah sang adik.
"Aku aja deh, Om. Kakinya pegel, kalo adek Sky kan enggak..." jawab Seunghan dengan polos, dan membuat Seungkwan akhirnya menempatkan Sky di ayunan.
"Aku mau beres-beres dulu ya?" Seungkwan meninggalkan ketiganya saat Vernon memastikan bahwa ia baik-baik saja mengasuh dua anak bersamaan. Keluarga Seungcheol mungkin akan segera tiba, dan Seungkwan membantu mertuanya untuk bersiap menyambut kedatangan mereka. Meski sudah pasti banyak asisten rumah tangga yang akan mengambil alih sebagian besar pekerjaan, Seungkwan tetap merasa segan. Ia baru berisitirahat saat putranya memasuki jam tidur siang.
"Bobo juga?" tanya Seungkwan saat Vernon masuk dengan Seunghan yang terlelap di pelukannya. Ia meminta Vernon untuk membaringkan Seunghan di boks, sementara Sky tertidur pulas di pelukan sang ibu.
"Tadi sempet nangis pas kak Han telfon kalo mobilnya mogok, jadi aku gendong. Kayanya capek banget," jelas Vernon. "Sky biar bobo di bouncer aja sayang..."
"Mau gendong bentar lagi aja..." pinta Seungkwan.
"Yaudah deh, tapi kalo kerasa capek bilang ya?" jawab Vernon mencoba memaklumi.
Tak hanya menyesuaikan dengan fasilitas mewah serta gaya hidup keluarga Vernon, Seungkwan juga mulai membiasakan diri dengan segala perhatian dari suaminya itu. Sebelum hubungan mereka diresmikan saja Vernon sudah menunjukkan sisi manisnya kepada Seungkwan, apalagi kini.
Vernon juga tak seperti dugaannya. Meski kerap merasa canggung, ia punya cara tersendiri untuk bisa dekat dengan anak-anak, dan membuat mereka menurut. Vernon yang mulanya Seungkwan kenal sebagai pribadi yang cukup sulit mengendalikan emosi dan juga dingin, rupanya sosok yang bisa menjadi hangat dan tenang.
Setelah selesai dengan para bayi, Vernon sempat keluar kamar untuk menerima panggilan, masih tentang urusan pembangunan lift di rumah tersebut. Ia kemudian meminta Seungkwan juga meninggalkan ruangan tersebut dan menyuruh suster untuk menjaga Seunghan juga Sky.
"Kirain kamu gak ada kerjaan hari ini, katanya mau ngobrolin sesuatu sama kak Seungcheol?"
"Iya, mau liat liat rumah," jawab Vernon sembari membalas pesan singkat dari Seungcheol. Sedikit tak fokus, namun tetap meminta usapan lembut dari sang istri. Keduanya berbaring di atas ranjang, dan Vernon bermanja dalam pelukan Seungkwan.
"Masih bingung enaknya gimana ya nanti? Kalo beli sekitaran sini, kasian Mama mau ketemu cucu aja harus repot dateng dari jauh. Kalo deket sana, Papa bisa bosen ngeliat muka aku."
Seungkwan mengernyitkan dahi saat Vernon menatapnya dan mengatakan hal tersebut, "beneran apa bo'ong sih? Bercanda paling itu mah..."
"Hehe... Kamu maunya gimana, sayang?"
Vernon menyingkirkan ponsel yang masih dalam genggaman, dan mengeratkan pelukannya."Mama sama Papa pernah bilang, kalo bakalan ngikut kamu aja. Kamu banyak kerjaan. Kantor, hotel semua rekan bisnisnya di sini, jadi kamu gak perlu ninggalin lingkungan ini dan malah ngikut aku, sayang..."
"Mama masih seneng kok kalo disuruh kesini, sekalian jalan-jalan. Kalo kita senggang, nanti kita yang ke sana," lanjut Seungkwan lagi, dan Vernon masih mendengarkan dengan seksama.
"Kamu mau aku beliin rumah baru atau stay disini?"
"Itu kamu bikin lift buat apa coba kalo kita pindah?" tanya Seungkwan lagi, dan Vernon hanya bisa tersenyum. "Gak mau aku kalo pindah ke rumah satu lantai, tapi luasnya hampir satu hektar. Sama aja pegel."
Vernon beberapa waktu lalu sempat menyinggung hal tersebut, dan menunjukkan pilihan rumah kepada Seungkwan. Namun Seungkwan belum terlalu menganggap serius, sebab urusan pernikahan mereka saja sudah cukup banyak di saat itu.
"Makanya aku tawarin rumah lain. Nanti pas liftnya dibikin, kita stay di rumah baru dulu..." jawab Vernon dan Seungkwan tetap tidak menyukai usulan tersebut.
"Kamu kalo disuruh pilih, mau stay atau pindah?"
"Asal sama kamu, aku mah dimana aja ngikut," jawab Vernon pasti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our mistake
FanfictionVernon dan Seungkwan baru pertama kali bertemu, namun sudah melakukan kesalahan saat keduanya dalam keadaan cukup sadar. Lalu, mengapa hanya salah satu diantara mereka yang berani mengakui, dan diminta bertanggung jawab atas hal tersebut?