Why?

930 85 5
                                    

Day 35

"Kenapa pake masker?" tanya Vernon dan Seungkwan membuka maskernya. Hidungnya terlihat memerah, kemungkinan besar terkena flu ringan dan Seungkwan ingin tetap menjaga higienitas kue yang tengah ia hias. "Owh... Cutie."

"Lucu gimana? Mampet sebelah ini..." jawab Seungkwan menunjuk ke salah satu lubang hidungnya dan Vernon semakin gemas dibuatnya. Vernon kemudian membuatkannya secangkir teh jahe, dan membantu Seungkwan menghias beberapa kue lain agar pekerjaannya cepat selesai. Vernon juga membiarkan Seungkwan untuk tetap berada di rumah selama ia pergi ke kafe.

"Masih mampet banget? Periksain aja gimana?" tawar Vernon saat kembali, dan Seungkwan menolak usulannya.

"Kalo bisa sih biar sembuh sendiri aja sayang. Aku gak mau banyak konsumsi obat..."

"Ada inhaler gak? Aku beliin di apotek ya?" tanya Vernon lagi. Seungkwan kemudian berusaha mencari inhaler miliknya, namun rupanya sudah habis sejak beberapa waktu lalu.

"Pake topi deh, biar gak kepanasan," pinta Seungkwan dan Vernon menolak. "Gak mau naik mobil aja? Atau, aku ikut?"

Selama tinggal di rumah tersebut, Vernon hanya pergi bersama dengan anggota keluarga Seungcheol menggunakan mobil. Entah ke kafe, mengantarkan Seunghan, atau ikut membantu pekerjaan Seungcheol. Vernon tak pernah keluar untuk melihat lingkungan sekitar, apalagi berjalan kaki sendiri. Seungkwan sedikit khawatir.

"Gak perlu sayang, cuma deket ini. Kamu tunggu di rumah aja." Vernon mengecup Seungkwan sebelum kemudian memakai masker. "Mau titip yang lain gak? Dedek mau makan sesuatu gitu?"

"No, thankyou. Gak enak mau makan kalo lagi pilek tuh," ucap Seungkwan.

Seungkwan merasakan sesuatu yang tak bisa ia jelaskan. Kepergian Vernon kali ini sedikit membuatnya resah, tapi ia segera menampik perasaan tersebut. Mungkin hanya karena mereka sudah begitu dekat, hingga kepedulian terhadap masing-masing semakin tinggi.

---

Pukul sembilan malam.

Vernon belum juga kembali setelah tadi pagi ia berpamitan untuk pergi ke apotek. Seungkwan tadinya mengira bahwa Vernon mungkin ikut mengurus pengiriman barang dengan sang kakak seperti biasanya. Namun saat Seungcheol kembali ke rumah, Vernon ternyata tak ikut bersamanya, juga tak terlihat di kafe maupun gudang milik Seungcheol.

Tapi Seungkwan masih menunggu Vernon pulang, dan Jeonghan cukup lelah untuk memintanya beristirahat saja. Sedari tadi, Seungkwan menanti kekasih hatinya di ruang tamu, berharap Vernon segera pulang.

"Dia tuh emang brengsek. Paling juga sekarang balik ke rumahnya," ucap Seungcheol menggebu. Jeonghan juga sempat berpikir demikian, namun ia sama sekali tak melihat gelagat aneh Vernon saat meninggalkan rumah di siang hari. Apa benar jika Vernon memutuskan untuk pulang?

"Aku gak yakin begitu sih, sayang..." ujar Jeonghan pasrah, ia duduk bersama Seungkwan di sofa, tempat biasanya Vernon beristirahat. "Dia bawa uang seadanya, dompet aja ditinggal di dapur."

Sore tadi, Jeonghan sudah berusaha untuk bertanya kepada orang sekitar namun tak banyak yang melihat Vernon. Ada beberapa orang yang melihatnya berjalan menuju apotek, tapi tak memperhatikan apakah Vernon kembali pulang menuju ke rumah Jeonghan atau justru ke arah lain.

"Aku mau ngecek ke depan, sekali lagi. Kalo gak ada tanda-tanda juga, abis ini rumah aku kunci," tutur Seungcheol yang kemudian mengenakan jaket dan pergi keluar rumah.

Seungkwan ketakutan. Bukan hanya karena Vernon tak kunjung pulang, juga karena sang kakak mulai kesulitan menahan emosi. Ia jadi semakin merasa bersalah karena membiarkan Vernon pergi seorang diri ke tempat yang belum pernah ia kunjungi. Segala perasaan tersebut membuat pikirannya kalut, Seungkwan juga merasa bayinya turut bergerak gelisah dengan situasi tersebut.

"Kenapa?" tanya Jeonghan dan Seungkwan menggeleng, namun terlihat jelas ia sedang menahan sakit. "Kamu ngerasain apa, dek?"

"Kak..." jelas Seungkwan dengan panik, sembari memegangi perutnya. Ia tak mengerti mengapa tiba-tiba ia merasakan kram di usia kandungannya yang baru menginjak 31 minggu.

"Tenang dulu, okay... Tarik nafas..."

Jeonghan segera membantu Seungkwan untuk mengatur nafas, juga mengambilkan minum. Namun Seungkwan masih terlihat kebingungan dan kesakitan.

"Rasanya gimana? Jelasin ke kakak."

"Sakit kak, gak tau pokoknya sakit."

Jeonghan menyentuh perut sang adik yang menegang, ia terkejut dan bisa membayangkan sakit yang ditimbulkan. Jeonghan merasa jika Seungkwan kemungkinan besar mengalami kontraksi, dan  ia tak bisa tinggal diam. Ia meminta Seungcheol membawa Seungkwan ke bidan terdekat untuk memastikan hal tersebut. Beruntung, Seungkwan tak harus dirujuk ke rumah sakit dan hanya diberi vitamin tambahan juga obat untuk meringankan flu yang diderita Seungkwan. Tak lupa juga diberi saran yang lain agar hal tersebut tak terulang di kemudian hari.

"Udah mendingan?" tanya Jeonghan hati-hati setelah pulang dari pemeriksaan, dan Seungkwan mengangguk. "Kamu gak boleh stress, tadi itu namanya kontraksi palsu. Mungkin karena capek, atau terlalu panik."

"Kakak tau kalo kamu khawatir sama Vernon, tapi kita juga gak bisa ngapa-ngapain kalo emang ternyata dia pulang ke rumahnya."

Seungkwan hanya bisa mengangguk, tapi pikirannya bahkan enggan mempercayai kemungkinan bahwa Vernon kembali kepada kedua orangtuanya. Seungkwan masih mengingat dengan jelas bagaimana Vernon menolak usulannya kemarin dengan keras. Mengapa tiba-tiba Vernon meninggalkannya tanpa penjelasan?

"Nonie beneran gak balik kesini ya, Kak?" tanya Seungkwan, dan lewat ekspresi Jeonghan ia sudah bisa mengetahui jawabannya. "Apa mungkin dia marah karena masalah kemaren? Dia udah minta maaf buat kata-katanya kak, tapi aku malah enggak..."

"Mungkin gak kalo besok dia balik, Kak? Atau, besoknya?" lanjut Seungkwan semakin putus asa.

"Gak gitu dong harusnya, dek," ucap Jeonghan sesekali mengusap rambut sang adik, ia tak bisa terus menerus mendengarkan pengharapan Seungkwan yang terdengar menyakitkan.

"Pokoknya abis ini, kamu mending fokus sama kesehatan sendiri, sama adek bayi. Lupain Vernon dulu, kakak gak mau kamu sakit lagi..."

Melupakan Vernon? Bagaimana bisa? Setelah semua hal yang keduanya jalani, juga rencana yang sudah dirangkai bersama, bagaimana Seungkwan bisa melupakan Vernon meski hanya sejenak?

"Maafin aku kak, maafin Vernon juga kalo selama tinggal di sini udah ngerepotin kakak. Sampein juga maafnya ke kak Seungcheol, ya?"

Jeonghan hanya bisa memeluk Seungkwan, tak sanggup menjawab setelah memperhatikan Seungkwan begitu kesulitan menahan tangis. Ia membiarkan adiknya meluapkan kesedihan yang terlalu mendadak itu, berharap semuanya akan segera berakhir dan keadaannya bisa membaik.

Our mistakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang