I miss you

1.1K 114 15
                                    

"Hannie gak boleh masuk situ ya, Om?" tanya Seunghan di depan ruang bayi. Vernon mengajaknya untuk melihat sang adik, dan menggendong Seunghan agar bisa memantau dari luar ruangan yang dipisahkan partisi kaca.

"Gak pegang kok, liat aja tapi yang deket..."

"Hannie gak mau pegang? Kenapa?"

"Kata Bibu, gak boleh sembarangan pegang dedek. Mau liat aja, janji Om..."

Vernon harus meminta ijin terlebih dahulu untuk membawa Seunghan masuk. Keadaan bayinya sudah jauh membaik setelah kurang lebih dirawat selama 20 hari, bahkan ventilator nya sudah tak lagi digunakan. Dan ketika izin sudah didapat, Vernon menurunkan Seunghan dari gendongannya untuk kemudian mengeluarkan bayinya dari tempat tidur.

"Hannie beneran gak mau pegang? Sini sayang, gak papa..."

"Takut nanti kebangun, Om." bisik Seunghan.

Seperti janjinya di awal, Seunghan hanya berniat melihat sang adik tanpa melakukan kontak fisik. Anak laki-laki tersebut menatap dengan seksama dari balik lengan Vernon yang tengah menimang. Seunghan bahkan tak butuh waktu lebih dari lima menit untuk menuntaskan rasa penasarannya, dan mengajak Vernon bergegas keluar.

"Besok dedeknya dibawa pulang, jadi Hannie boleh pegang, main juga."

"Ke rumahku?"

"Ke rumah Om Vernon," jawab Vernon dan Seunghan terlihat kebingungan juga kecewa. "Hannie boleh dateng kapanpun kok, nanti om jemput, sama kasih hadiah."

"Kenapa ke rumah Om? Kan kamarnya ada di rumahku."

"Itu kan dedeknya Om Vernon, sayang..." jawab Jeonghan yang menyusul keduanya. Ia kemudian meminta sang putra untuk pindah ke pelukannya, walau ditolak. "Pulang yuk?"

"Emang kalo pulang, mau ngapain? Hannie gak ada temen di rumah," ujar Seunghan polos, dan kedua orang dewasa yang ada di hadapannya hanya bisa menghela nafas dengan berat. Jika sudah seperti itu, Seunghan benar-benar tampak seperti ayahnya yang keras kepala dan sulit ditentang keinginannya.

"Om janji deh, besok bakalan jemput Seunghan dari sekolah kalo dedeknya udah di rumah. Tapi sekarang, ikut pulang sama Bibu dulu ya?" bujuk Vernon lagi dan Seunghan seketika menangis juga enggan turun dari gendongannya. Ia akhirnya mengantarkan Seunghan sampai ke tempat mobil Jeonghan terparkir.

"Masuk aja, Nonie." pinta Jeonghan saat ketiganya hendak berpisah, dan Vernon menggeleng. "Emang gak kangen sama Seungkwan?"

"Kangen, Kak. Kangen banget malahan..."

"Coba masuk aja, pelan-pelan. Siapa tau dengan lo dateng dan ngajak ngobrol, Seungkwan bisa cepet sadar..." pinta Jeonghan yang terdengar menarik bagi Vernon, namun juga tetap sulit untuk dilakukan.

"Say bye dulu ke Om," pinta Jeonghan, namun sang putra hanya diam.

"Besok lagi ya sayang? Makasih karena hari ini udah mau nengokin adek bayi..." ucap Vernon sambil mengusap rambut Seunghan, dan membuat bocah tersebut kembali menangis di pelukan sang ibu.

"Nangis lagi kan? Udah tau ponakannya mau nempel terus..." protes Jeonghan.

"Balik numpang lagi boleh gak sih, Kak? Sehari aja gitu?"

"Minimal berani ketemu Seungkwan dulu sana, katanya mau ngasih penjelasan?" Jeonghan kemudian menyuruh Vernon untuk segera pergi, atau putranya akan kembali merajuk dan semakin sulit diajak pulang. "Gue balik dulu, besok ketemu lagi."

Setelah mengantarkan Jeonghan, Vernon dengan ragu kembali ke ruangan dimana Seungkwan dirawat. Ia meminta suster yang tengah berjaga untuk beristirahat di luar sejenak selama Vernon berada di ruangan tersebut. Vernon masuk perlahan, dan bisa merasakan kesunyian hatinya disambut dengan dingin yang menusuk. Bunyi alat perekam detak jantung yang berada di sisi Seungkwan pun membuatnya semakin merasa waspada. Tapi Vernon segera sadar, bahwa ia tidak bisa terus menerus menghindar.

"Hai, darling."

Vernon menyapa Seungkwan dengan mendaratkan sebuah kecupan di keningnya. Ia duduk di sisi ranjang, memandangi kekasih hatinya yang tertidur dengan tenang. Sehari sebelumnya, dokter memberi kabar bahwa Seungkwan telah berhasil melewati masa kritis, meski belum bisa memastikan kapan kiranya Seungkwan bisa terbangun dari koma.

"Maaf, aku baru berani nemuin kamu hari ini. Ada urusan, dan ya... Gitu."

Alasan yang sebenarnya adalah, Vernon tak pernah sanggup menjenguk Seungkwan atau masuk ke ruang rawat tersebut. Ia terlalu takut, juga tak tega. Berkali-kali ia berusaha untuk masuk ataupun mendekat, tapi tetap dengan perasaan yang kacau dan membuatnya hampir gila. Hingga membuatnya menyerah, sebab menjadi waras untuk menyelesaikan semua tugas adalah kewajiban.

Namun, ia tetap berkunjung setiap hari. Memantau kondisi Seungkwan, juga bayinya yang dalam pengawasan dokter. Vernon hanya bisa menunggu di luar ruangan, dan membiarkan Jeonghan atau orang suruhannya untuk menjaga Seungkwan di dalam. Terkadang sang ibu juga turut serta, menjenguk Seungkwan dan meminta Vernon untuk masuk bersama, yang tentu saja ditolak.

"Mungkin kamu udah denger dari Kak Han, kalo bayi kita besok boleh dibawa pulang. Dia udah sehat, beratnya bisa naik pelan-pelan, pernapasannya juga makin bagus."

"He's super cute, but i'm sorry that our baby is a copy of me," lanjutnya lagi dengan senyum, meski hatinya benar-benar terasa pedih. Fakta bahwa putranya sangat mirip dengannya memang satu hal yang membahagiakan, namun Vernon teringat akan hal lain yang menggangu pikirannya.

"Aku berasa dapet pembuktiannya sekarang, atau mungkin karma? Dia mirip banget sama aku, dan semua orang bakal dengan gampang bilang kalo dia udah pasti anakku. Tapi gantinya, kamu harus nahan sakit kaya gini," lanjutnya lagi, sambil sesekali bermain dengan jemari sang kekasih hati.

"Coba aja dari awal aku mau terima, usahain semua yang terbaik buat kamu sama bayi kita, mungkin gak bakal begini ceritanya..."

Air matanya turun, tanpa henti. Vernon kembali merasakan titik terendahnya. Ia seolah tak sanggup lagi bicara, rasanya sungguh perih tak terkira. Jemarinya masih setia menggenggam tangan Seungkwan yang tak hangat seperti dulu.

"Seungkwan please, i'm sorry... I'll give you everything, and i promise that i will never leave you again. Just please, wake up.."

Entah berapa kali permohonannya dipanjatkan, dalam setiap doa maupun kalimat yang akhirnya kini bisa terucap dan tersampaikan langsung. Vernon benar-benar putus asa.

"I miss you baby, really miss you. I can't live without you, now."

Our mistakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang